Saturday, March 15, 2014

Bahagia Itu Sederhana


Bahagia itu sederhana, sesederhana senyuman mu tentu saja.

Kamu bilang, bahagia itu sederhana. Saya ingat itu, bahkan teramat mengingatnya. Itu kata-kata yang sejak jauh-jauh hari selalu kamu banggakan sebelum ada yang berubah.

Bahagia itu sederhana, sesederhana menatap pantulan cahaya dipagi hari dalam bingkisan langit semesta alam bersama dinginnya embun dalam setiap helaan nafas yang beruap. Bahagia juga seperti menarik selimut tebal dalam dekapan pagi yang enggan beranjak bangun dari tempat tidur. Bahagia yang saya tahu kala pagi itu hanya sebuah sinar harapan, dalam elegi nuansa malam yang telah berlalu kemudian menipis hingga fajar.

Bahagia itu sederhana, sesederhana sapuan sampah-sampah kering disepanjang halaman rumah dalam balutan pohon-pohon asri nan hijau dan elokan warna warni bunga yang indah. Bahagia seperti melihat daun daun kering yang berserakan kemudian bertumpuk dalam suatu tempat. Seperti hati, yang rapuh dan mudah terkoyak kemudian menyatu dalam suatu wadah kebahagiaan.

Bahagia itu sederhana, sesederhana ombak yang berkejaran tanpa lelah dalam setiap detiknya. Bahagia melihat tiupan angin yang bergerak dari lautan kedaratan pun sebaliknya. Sebahagia ketika sang mentari terbit di ufuk timur dan terbenam dalam sanubari barat melalui belahan lautan luas. Sebahagianya orang-orang yang berlalu lalang dalam butiran pasir, dengan atau tanpa beralas kaki.

Bahagia itu sederhana, sesederhana larian malaikat-malaikat kecil yang tak mengacuhkan waktu untuk bermain. Malaikat-malaikat yang masih menghabiskan lebih dari setengah harinya dalam dekapan sang ibu. Bahagianya malaikat-malaikat kecil yang mereka tau hidup hanya untuk bermain. Sebahagia ketika mereka pulang, hanya dekapan lembut yang tak pernah tergantikan terurai manis hingga jatuh terlelap dalam pangkuan yang empuk.

Bahagia itu sederhana, sesederhana ucapanmu ketika masa itu. Ya, kamu pernah bilang bahwa bahagia itu sederhana, sesederhana ketika saya berada disisimu, dan kamu disisi saya tentunya. Mungkin, bahagia yang sederhana itu juga cukup dengan saling mengerti meski tanpa berada disisi. Mungkin juga, bahagia yang sederhana itu ketika senyum telah terpudarkan oleh waktu, namun masih begitu melekat dalam jiwa juga raga setiap incinya.

Bahagia itu sederhana, jelas sederhana. Sesederhana ketika kamu masih mampu tersenyum dibalik semua luka tanpa berpura-pura untuk terlihat baik baik saja.

Sekali lagi, bahagia itu sederhana. Sesederhana ketika kamu mampu tersenyum, saya pun ikut tersenyum bersamamu.

No comments:

Post a Comment