Dear friends
Entahlah
ini sudah berjalan cukup lama atau belum. Keceriaan, canda, tawa, kesedihan,
air mata, juga pembullyan yang sering kita lakukan, semuanya terasa seperti
sebuah cerita. Saya ataupun kamu yang menjadi peran utamanya itu, tak menjadi
masalah. Kita samasama telah memulai cerita ini, meski tanpa sutradara ataupun kameramen
yang mengambil setiap kisah cerita kita.
Salam jemari
hangat saya untuk kamu yang selalu setia membuat saya tertawa, meski kamu tau
terkadang saya begitu sulit tertawa dalam suatu masa, tetapi kamu lebih tau
bahwa saya sedang membutuhkan tawa.
Saya ingat,
kemana saya harus berlari ketika masa itu. Kamu memang tidak pernah menawarkan
bahu untuk saya bersandar dan menghapus kesedihan ini, tetapi entah bagaimana
rasanya saat itu saya hanya ingin berlari kepadamu. Bagaimana kalimat yang
harus saya ungkapkan? Yang saya tahu, kamu hanya seseorang yang entah bagaimana
bisa suka berbagi begitu saja dengan saya, tanpa saya meminta. Saya pikir,
awalnya ini hanyalah sebuah awal pertemanan yang akan cukup bagus. Bukankah rata-rata
setiap orang akan bersikap ramah agar mendapatkan teman? Saya pikir seperti
itu.
‘Inilah hidup,tidak ada jalan yang lurus mulus.
Setiap saat pasti ada lubang ataupun tanjakan yang terkadang akan membuat kita
celaka’
Saat ini,
saya hanya ingin berlari menyembunyikan kesulitan ini seorang diri. Tetapi,
panggilan dari alam jiwa saya mengatakan bahwa saya bisa berlari kepadamu,
tentu saja untuk membaginya. Cukup beberapa kata yang terangkai menjadi
kalimat, tiba-tiba kesegaran langsung menghampiri lubuk hati saya. Bahagia? Tentu
saja. Barangkali kamu memang diciptakan untuk berbuat baik dan menenangkan jiwa
saya yang suka kacau ini, mendengar keluh kesah serta kekecewaan saya.
Saya jadi
teringat perjalanan beberapa hari lalu. Jujur, saat itu hanya tinggal mengedipkan
mata sekali lagi, dan saya pasti sudah menyerah begitu saya. Tetapi entah
kekuatan dari mana, hanya dengan melihat beberapa aksi mu, tiba-tiba hati saya
kembali sejuk seperti embun yang datang dipagi hari. Niat ‘menyerah’ yang
nyaris mengelabui diri saat itu juga lenyap. Hal-hal seperti itulah yang saya
suka, terkadang kamu langsung bertindak bak pahlawan tanpa saya minta. Terkadang
kamu bisa mengerti ketika saya ingin melakukan suatu hal sebelum hal tersebut
terucapkan.
Terimakasih
Tuhan, Engkau telah menitipkan teman-teman yang baik untuk saya.
Semoga saya
bisa menjaga mereka seperti mereka menjaga saya. Agar suatu kelak nanti –entah kapan
itu– saya bisa menceritakan kepada orang lain, bahwa saya pernah dan masih memiliki
mereka. Mereka, teman-teman yang entah mulai sejak kapan mulai mengisi
kekosongan jiwa ini. Mereka, yang entah sejak kapan mulai begitu saja menerima
saya apa adanya. Mereka, yang entah sejak kapan mulai menilai saya bahwa saya
adalah sosok yang pantas menjadi teman mereka. Terimakasih teman.
Untuk kalian,
teman-teman yang selalu ada buat saya, dan saya harap tidak pernah mengabaikan
saya.
Terimakasih
teman.
No comments:
Post a Comment