Wednesday, July 17, 2013

The July


Aku baru pertama kali datang ke toko buku ini. Tidak terlalu jauh memang dari pusat kota, tetapi ini memang pertama kalinya aku mengunjungi toko buku ini. Dan untuk waktu yang sangat lama aku memandangnya. Seorang gadis yang berpenampilan biasa saja, tidak terlalu mengikuti mode jaman sekarang. Dia duduk sendiri di tepi sudut ruangan itu sambil membaca sebuah novel. Begitu misterius. Ia seperti memiliki dunianya sendiri ketika membaca buku tersebut. Itulah yang menarik perhatianku pada gadis biasa itu. Dan aku memang hanya memandangnya sampai salah satu teman ku yang pergi bersama ke toko buku ini memukul pundakku. Sesaat kemudian aku terjaga dari lamunan ku melihat sesosok gadis yang misterius itu. Beberapa saat setelah membayar buku yang ku pilih akhirnya aku pulang bersama mereka. Sebelum benar benar menghilang dari balik pintu aku menyempatkan diri untuk menoleh kearah gadis itu. Ku harap aku masih bisa berjumpa dengannya kembali.

Ini adalah tahun pertama ku menduduki bangku kuliah. Aku masih bingun mengenangi kuliah. Apa saja yang harus aku lakukan. Apa saja yang tidak boleh aku lakukan lagi. Ini benar benar masa yang dikatakan orang orang. Galau. Tapi aku rasa, aku tidak perlu ambil pusing. Aku hanya perlu menjalaninya. 

Pagi ini masih sama seperti kemarin. Matahari tetap terbit dari timur. Sehingga bagian timur pagi ini kelihatan indah. Aku memikirkan gadis misterius kemarin. Aku pun bertekad untuk pergi ke toko buku itu kembali dan berharap menemukan sosoknya. Aku ingin pergi sendiri hari ini.

Setiba disana aku langsung memutar mutar di seluruh ruangan itu dan itulah harapanku. Aku menemukannya. Dia masih duduk sambil membaca sebuah novel. Aku memberanikan diri mendekatinya dan menyapanya sambil membawa sebuah buku yang ku pinjam. Tentunya karena aku memiliki kartu pinjaman di toko buku ini, seperti gadis misterius yang duduk di sana. Inilah uniknya toko buku yang baru ku kunjungi beberapa hari ini. Selain dapat membeli buku, di sini juga disediakan peminjaman buku. Cukup untuk mengisi hari hari, tidak terlalu banyak.

“Hai, boleh aku duduk di sini?” sapa ku sambil meminta izin untuk duduk di sebelahnya. Sedetik kemudian ia mangangkat wajahnya dari kesibukannya membaca. Ia menatapku sesaat, mungkin untuk memastikan bahwa aku bukanlah seorang penculik yang ingin menculiknya kemudian membawanya ke luar negeri dan menjualnya. Itu hal yang sangat tragis. Ia tersenyum padaku dan mengangguk. Aku merasakan bahwa aku menahan nafas untuk beberapa saat hingga ia tersenyum dan mengangguk. Setelah itu barulah aku kembali bernafas.

Setelah menunggu beberapa menit, ia masih saja sibuk dengan dunianya sendiri. Tanpa sepatah katapun berbicara denganku yang sedang menunggunya untuk memulai perbicaraan dengan ku. Di sampingnya tentunya. Karena merasa sedikit gondok, aku pun membuka buku yang aku pinjam tadi.

5 menit berlalu tanpa ada sepatah katapun yang terlontar dari mulut kami berdua. Aku tak tahan. Aku ingin mengetahui namanya.

“Hai, kalau aku boleh tau namamu siapa?” Tanya ku kemudian sambil berharap ia meninggalkan dunianya yang sendiri itu dan bergabung bersamaku.

Harapanku tidak sepenuhnya mengecewakan. Ia mengangkat wajahnya dari buku yang sedang dibacanya.

“July” jawabnya sambil tersenyum.  

July? Bukankan itu nama bulan ke tujuh. Tanyaku pada diriku sendiri. Mungkin ku pikir ia pasti lahir di bulan juli sehingga di beri nama july. Begitu pikir imajinasiku.

“Aku bunga.” kata ku kemudian sambil mengulurkan tangan dan ia pun mengulurkan tangannya juga.

Setelah itu sudah dipastikan tak ada lagi pembicaraan antara kami berdua. Hanya mengetahui namanya ku kira sudah cukup. Karena mulai saat ini aku tak perlu menyebutnya gadis misterius lagi. July. Itulah namanya. Ku harap aku bisa mengenalnya lebih.

Aku tak bisa berhenti memikirkannya setiba di rumah. Waktu 2 jam selama di toko buku tadi kami habiskan dengan membaca buku saja. Hanya perkenalan nama dalam beberapa menit saja. Itu pun ku pikir sudah seperti waktu yang lama, sangat lama. Meskipun hanya ada kebisuan sekali kali aku meliriknya. Memerhatikannya membaca. Entahlah, aku hanya merasa tertarik saja padanya. Aku ingin pergi kembali ke toko buku itu besok. Tentu saja menemuinya, mengenalnya lebih dekat.

Tepat pukul 2 siang setelah makan aku bergegas pergi ke toko buku itu lagi. Aku beruntung, July duduk di tempat biasa ia menghabiskan bacaannya. Aku segera berjalan memilih sebuah buku dan duduk di sampingnya.

“Siang.” Sapa ku sambil tersenyum kepadanya. Ia pun membalas senyum ku dan kemudian kembali sibuk memutar matanya pada buku bacaannya. 

Aku pikir tidak perlu lagi meminta izin untuk duduk di sampingnya. Kami sudah saling mengenal nama bukan, berarti kami berteman sekarang. 

“Kamu sudah makan siang?” Tanya ku setelah meletakkan tas di samping tempat ku duduk.

“Sudah” jawabnya singkat.

“Aku membawa sandwish, kamu mau?” aku menawarkan padanya sambil mengeluarkan sekotak sandwish itu dari dalam tas. Inilah kesukaanku, ngemil makanan sambil membaca buku. Tetapi tidak semabarangan makanan juga. Aku suka sandwish, oleh karena itu aku membawanya ke sini.

“Tidak apa apa, aku sudah makan.” Jawabnya lembut sambil tetap tersenyum manis padaku.

“Sandwish nya terlalu banyak, aku tidak akan habis memakannya sendiri. Mubazir kalau tidak di habiskan. Tenang aja tidak ada racunnya kok. Bebas bahan pengawet juga.” Kata ku sambil tertawa kemudian mengambil sebuah sandwish dan menggigitnya.

“Tapi..” kata nya sedikit ragu

“Tidak apa apa, makan saja. Ini banyak kok” kata ku kembali memotong pembicaraanya.

“Baiklah, terima kasih bunga” sambungnya kemudian mengambil sepotong sandwish tersebut dari kotak.
Dia mengingat nama ku. Aku sangat senang. Entahlah ku pikir ia tidak menggubris ucapanku waktu itu. Tapi ternyata dugaan ku salah. Ia menyebut namaku.

“You’r welcome july” jawab ku sambil tersenyum padanya dan kembali menggigit sandwish tersebut.

Setelah itu kami sibuk dengan bacaan kami sendiri hingga pukul 5 sore. Kami pun bergegas pulang. Jalan pulang kami berbeda arah. Jadi kami berpisah di pintu toko buku itu.

Setelah makan malam aku masuk ke kamar, tempat favorit ku. Di sinilah aku bisa berekspresi sepuasnya. Tempat aku beristirahat dan mengerjakan semua tugas tugasku. Hari ini pun aku mendapat tugas dari dosen. Langsung aku menuju meja belajar dan mengeluarkan buku tugas ku. 

1 jam pun berlalu. Tugas ku pun selesai. Tidak terlalu sulit memang, oleh karena itu aku bisa mengerjakannya sendiri. Biasanya bila ada tugas tugas yang merepotkan saja aku akan mengerjakannya bersama teman temanku.

Aku kembali teringat July. Gadis yang pernah ku sebut misterius itu. Entahlah apa yang membuat aku selalu memikirkannya. Dia unik, tidak hanya mempunyai dunianya sendiri ketika sedang membaca buku. Tetapi senyumnya. Begitu tulus dan teduh. Juga setiap tutur katanya. Aku berpikir dia tipe orang yang cuek, atau mungkin cool. Kenapa? Karena dia selalu hanya tersenyum, berbicara 1 kata. Untuk menjadi kannya sebuah kalimat tunggulah seharian penuh baru kata katanya akan menjadi sebuah kalimat.

Aku kembali teringat hari pertama ketika aku mengajaknya berkenalan. July. Hanya 1 kata yang begitu simple dan singkat ia ucapkan. Tapi membuatku semakin penasaran.

“July july, kau gadis yang unik. Dulu memang misterius, tapi aku akan mengubahnya mulai saat ini. Kau tidak akan menjadi sosok yang misterius lagi bagiku.” Kata ku sambil menatap dinding dinding kamar.
Aku pun mematikan lampu kamar dan beristirahat. Sebelum tidur aku sempat berfikir. 

Kenapa ia selalu ada di toko buku itu sambil membaca buku? Berapakah usianya? Apakah dia masih bersekolah atau kuliah? Atau ia bekerja di situ? Tidak mungkin ia bekerja di situ jika waktu berjam jam di habiskannya untuk membaca. Mungkin besok pagi pagi aku akan ke sana kembali. Apakah dia ada disana atau tidak. Tetapi kenapa aku harus repot repot seperti ini?

Yah inilah aku, aku tidak mudah di buat misterius seperti ini. Aku harus mengetahui tentangnya lebih dari yang sudah ku ketahui. Lagi pula bukankah besok aku tidak ada jam kuliah. Harus ku pergunakan kesempatan ini. Batin ku kemudian yang perlahan mulai tertidur.

Setelah menghabiskan nasi goreng yang hampir setiap pagi aku masukkan ke dalam mulut kemudian diproses oleh enzim enzim lambung usus dan organ lainnya, aku bergegas keluar rumah dan menuju toko buku itu. Sesampai di sana, ternyata July sudah dudduk di tempat favoritenya itu sambil memegang sebuah buku dan menatap keluar jendela. Aku berdiri sesaat kemudian berjalan ke sana.

“Hay july” sapa ku sambil menaruh tas selempang yang kukenakan pagi ini.
Ia menoleh dan melihat ku sesaat kemudian tersenyum. Aku sempat ragu melihat senyumnya yang saat ini, karena sejak tadi tatapannya begitu kosong melihat keluar jendela.

“Kamu ngapain liat jendela gitu” Tanya ku tak sabar ingin mengetahui apa di lakukan sejak tadi.

“Liat pemandangan di luar” jawabnya begitu saja, yang tentunya tidak mengubah sedikitpun rasa penasaranku. Kalau memang melihat pemandangan kenapa tatapannya begitu kosong seolah olah sedang memikirkan sesuatu. Batinku dalam hati.

“Mm july, aku mau nanya sesuatu. Kamu gak sekolah atau kuliah?” perlahan pertanyaan itupun terlontar dari mulut ku dengan bagitu halus dan hati hati. Takut menyakiti perasaannya.
Beberapa saat hening.

“Ya maksud aku, karena aku selalu liat kamu di sini sambil membaca buku. Maaf” aku tidak enak dengan situasi yang hening seperti ini. dia tetap juga tak menjawab. Hanya memandang ku tanpa berkedip.
Sedetik kemudian matanya basah, sedikit mulai memerah di bagian mata dan hidungnya. Ia menahan tangis.

“July, kamu kenapa? Maaf, maafin aku. Aku gak maksud buat kamu sedih. Aku hanya ingin tau saja. Maaf july.” Aku benar benar di sambar oleh petir kesedihan. Aku membuatnya sedih. Ia menangis kemudian dan memalingkan wajahnya dari ku. Menatap kosong pemandangan di luar sana. Aku tak tau harus berbuat apa. Aku sungguh merasa bersalah.

“July, kamu kenapa? Kamu bisa cerita sama aku.  Meskipun kita baru berkenal akhir akhir ini, aku sungguh ingin menjadi temanmu. Sahabatmu july. Maukah kamu berbaginya bersamaku?” kata ku tulus, tak tahan melihat kekosongan di matanya. Aku takut ia membenci ku, bahkan tak akan mau lagi duduk sambil membaca buku bersama ku disini.

July menatapku akhirnya. Ia menghapus air mata yang keluar dari pelupuk matanya itu. Aku merasakan kesedihannya. Begitu dalam. Andai aku bisa menghapus rasa sedihmu itu july. Batin ku mengharapkan.

“Aku gak kenapa kenapa, cuma sedikit sakit aja” jawabnya singkat sambil melihat kearah ku dan sedikit tersenyum. Sepertinya ia beneran sakit dan sedang menahannya.

“Kamu sakit apa” Tanya ku ragu, ku pikir ia tak akan menjawabnya.

“Bukan sakit apa apa” jawabnya sambil membuka buku bacaanya.

Tukan sudah ku bilang, iya pasti tidak akan memberitahuku. Parahkah sakitnya? Aku semakin merasa gundah. Karena ia tidak menjawab pertanyaan ku, ku pikir ia tidak ingin berbicara dulu. Aku pun membuka buku bacaan ku. Dan setelah itu tidak ada lagi percakapan di antara kami. Benar benar tidak ada lagi hari ini.

Untuk berhari hari pun seperti biasa, aku hanya datang ke toko buku ini dan kembali duduk di sebelah july yang sudah lebih dahulu berada di sini sambil membaca buku. Aku tidak pernah lagi melihatnya menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong seperti waktu itu lagi. Dan aku pun tidak pernah menanyakan lagi perihal tentang penyakitnya. Meskipun rasa penasaran itu selalu menghantuiku. Aku hanya ingin menjaga persaannya. Perasaan july. Kami hanya melakukan percakapan percakapan kecil yang sangat biasa, itu pun masih saja aku yang selalu banyak berbicara.

Hari ini aku kembali pergi ke toko buku itu dan membawa sekotak sandwish. Setiba di sana, aku tidak melihat sosok july yang selalu sudah berada di sudut meja sana sendirian. Ku pikir mungkin ia sedang berjalan jalan di rak buku mencari buku bacaan baru. Aku segera bergegas duduk di tempat biasa dan mengeluarkan kotak makanan itu. Setelah satu potong sandwish pun habis july tak kunjung datang. Aku sedikit resah.

Apakah dia tidak datang ke toko buku hari ini? Tanya ku dalam hati sambil mengetuk ngetuk meja mununggu seseorang menghampiriku. July. Setelah 2 jam menunggu july tak kunjung datang. Aku pun bertanya pada resepsionis yang duduk di depan. Resepsionis itu pun tak tau. Aku pun pulang dengan wajah lesu dan sama sekali tidak bersemangat.

Besoknya aku kembali datang. Setiba di sana july tetap tidak ada. Aku tidak melihat siapa siapapun yang duduk di tempat biasa kami duduk itu. Aku berjalan menuju ke sudut ruangan itu, dan menunggu selama satu jam. July tetap tidak hadir di sini.

Dan begitulah selama sepekan. Aku selalu datang dan menuju sudut ruangan itu di tempat biasa kami menghabiskan waktu dengan membaca dan sedikit mengobrol. Dan kehadihan july tidak pernha ku lihat lagi.
Seminggu yang lalu, tepatnya tanggal 27 juli, itulah untuk terakhir kalinya kau melihannya. Ada yang berbeda dengannya hari itu. Ia terlalu bersemangat dan sedikit lebih banyak berbicara denganku. Sebelum pulang kami sempat mengunjungi toko eskrim terdekat dan makan di sana. Setelah itu aku benar benar tidak pernah melihatnya lagi.

July, meskipun pertemuan kita singkat. Aku merasa begitu bahagia bisa berkenalan denganmu. Sedikit berbicara dan mengetahui tentangmu.

July, meskipun aku pernah mengubah pandanganku tentang mu, bahwa kamu adalah sosok yang misterius, ternyata aku keliru. Kamu benar benar sosok yang begitu misterius. Hadir di hadapan ku, menarik diriku untuk mengenalmu lebih. Namun sebesar apapun usahaku kau tetap tidak pernah memberi tahuku lebih. Dan sekarang, kepergianmu yang lebih membuat dirimu menjdai sosok misterius bagiku.

No comments:

Post a Comment