Aku baru pertama kali datang
ke toko buku ini. Tidak terlalu jauh memang dari pusat kota, tetapi ini memang
pertama kalinya aku mengunjungi toko buku ini. Dan untuk waktu yang sangat lama
aku memandangnya. Seorang gadis yang berpenampilan biasa saja, tidak terlalu
mengikuti mode jaman sekarang. Dia duduk sendiri di tepi sudut ruangan itu
sambil membaca sebuah novel. Begitu misterius. Ia seperti memiliki dunianya
sendiri ketika membaca buku tersebut. Itulah yang menarik perhatianku pada
gadis biasa itu. Dan aku memang hanya memandangnya sampai salah satu teman ku
yang pergi bersama ke toko buku ini memukul pundakku. Sesaat kemudian aku
terjaga dari lamunan ku melihat sesosok gadis yang misterius itu. Beberapa saat
setelah membayar buku yang ku pilih akhirnya aku pulang bersama mereka. Sebelum
benar benar menghilang dari balik pintu aku menyempatkan diri untuk menoleh
kearah gadis itu. Ku harap aku masih bisa berjumpa dengannya kembali.
Ini adalah tahun pertama ku
menduduki bangku kuliah. Aku masih bingun mengenangi kuliah. Apa saja yang
harus aku lakukan. Apa saja yang tidak boleh aku lakukan lagi. Ini benar benar
masa yang dikatakan orang orang. Galau. Tapi aku rasa, aku tidak perlu ambil
pusing. Aku hanya perlu menjalaninya.
Pagi ini masih sama seperti kemarin.
Matahari tetap terbit dari timur. Sehingga bagian timur pagi ini kelihatan
indah. Aku memikirkan gadis misterius kemarin. Aku pun bertekad untuk pergi ke
toko buku itu kembali dan berharap menemukan sosoknya. Aku ingin pergi sendiri
hari ini.
Setiba disana aku langsung
memutar mutar di seluruh ruangan itu dan itulah harapanku. Aku menemukannya.
Dia masih duduk sambil membaca sebuah novel. Aku memberanikan diri mendekatinya
dan menyapanya sambil membawa sebuah buku yang ku pinjam. Tentunya karena aku
memiliki kartu pinjaman di toko buku ini, seperti gadis misterius yang duduk di
sana. Inilah uniknya toko buku yang baru ku kunjungi beberapa hari ini. Selain
dapat membeli buku, di sini juga disediakan peminjaman buku. Cukup untuk
mengisi hari hari, tidak terlalu banyak.
“Hai, boleh aku duduk di
sini?” sapa ku sambil meminta izin untuk duduk di sebelahnya. Sedetik kemudian
ia mangangkat wajahnya dari kesibukannya membaca. Ia menatapku sesaat, mungkin
untuk memastikan bahwa aku bukanlah seorang penculik yang ingin menculiknya
kemudian membawanya ke luar negeri dan menjualnya. Itu hal yang sangat tragis.
Ia tersenyum padaku dan mengangguk. Aku merasakan bahwa aku menahan nafas untuk
beberapa saat hingga ia tersenyum dan mengangguk. Setelah itu barulah aku kembali
bernafas.
Setelah menunggu beberapa
menit, ia masih saja sibuk dengan dunianya sendiri. Tanpa sepatah katapun
berbicara denganku yang sedang menunggunya untuk memulai perbicaraan dengan ku.
Di sampingnya tentunya. Karena merasa sedikit gondok, aku pun membuka buku yang
aku pinjam tadi.
5 menit berlalu tanpa ada
sepatah katapun yang terlontar dari mulut kami berdua. Aku tak tahan. Aku ingin
mengetahui namanya.
“Hai, kalau aku boleh tau
namamu siapa?” Tanya ku kemudian sambil berharap ia meninggalkan dunianya yang
sendiri itu dan bergabung bersamaku.
Harapanku tidak sepenuhnya
mengecewakan. Ia mengangkat wajahnya dari buku yang sedang dibacanya.
“July” jawabnya sambil
tersenyum.
July? Bukankan itu nama
bulan ke tujuh. Tanyaku pada diriku sendiri. Mungkin ku pikir ia pasti lahir di
bulan juli sehingga di beri nama july. Begitu pikir imajinasiku.
“Aku bunga.” kata ku
kemudian sambil mengulurkan tangan dan ia pun mengulurkan tangannya juga.
Setelah itu sudah dipastikan
tak ada lagi pembicaraan antara kami berdua. Hanya mengetahui namanya ku kira
sudah cukup. Karena mulai saat ini aku tak perlu menyebutnya gadis misterius
lagi. July. Itulah namanya. Ku harap aku bisa mengenalnya lebih.
Aku tak bisa berhenti
memikirkannya setiba di rumah. Waktu 2 jam selama di toko buku tadi kami
habiskan dengan membaca buku saja. Hanya perkenalan nama dalam beberapa menit
saja. Itu pun ku pikir sudah seperti waktu yang lama, sangat lama. Meskipun
hanya ada kebisuan sekali kali aku meliriknya. Memerhatikannya membaca.
Entahlah, aku hanya merasa tertarik saja padanya. Aku ingin pergi kembali ke toko
buku itu besok. Tentu saja menemuinya, mengenalnya lebih dekat.
Tepat pukul 2 siang setelah
makan aku bergegas pergi ke toko buku itu lagi. Aku beruntung, July duduk di
tempat biasa ia menghabiskan bacaannya. Aku segera berjalan memilih sebuah buku
dan duduk di sampingnya.
“Siang.” Sapa ku sambil
tersenyum kepadanya. Ia pun membalas senyum ku dan kemudian kembali sibuk
memutar matanya pada buku bacaannya.
Aku pikir tidak perlu lagi meminta
izin untuk duduk di sampingnya. Kami sudah saling mengenal nama bukan, berarti
kami berteman sekarang.
“Kamu sudah makan siang?”
Tanya ku setelah meletakkan tas di samping tempat ku duduk.
“Sudah” jawabnya singkat.
“Aku membawa sandwish, kamu
mau?” aku menawarkan padanya sambil mengeluarkan sekotak sandwish itu dari
dalam tas. Inilah kesukaanku, ngemil makanan sambil membaca buku. Tetapi tidak
semabarangan makanan juga. Aku suka sandwish, oleh karena itu aku membawanya ke
sini.
“Tidak apa apa, aku sudah
makan.” Jawabnya lembut sambil tetap tersenyum manis padaku.
“Sandwish nya terlalu
banyak, aku tidak akan habis memakannya sendiri. Mubazir kalau tidak di
habiskan. Tenang aja tidak ada racunnya kok. Bebas bahan pengawet juga.” Kata
ku sambil tertawa kemudian mengambil sebuah sandwish dan menggigitnya.
“Tapi..” kata nya sedikit
ragu
“Tidak apa apa, makan saja.
Ini banyak kok” kata ku kembali memotong pembicaraanya.
“Baiklah, terima kasih
bunga” sambungnya kemudian mengambil sepotong sandwish tersebut dari kotak.
Dia mengingat nama ku. Aku
sangat senang. Entahlah ku pikir ia tidak menggubris ucapanku waktu itu. Tapi
ternyata dugaan ku salah. Ia menyebut namaku.
“You’r welcome july” jawab
ku sambil tersenyum padanya dan kembali menggigit sandwish tersebut.
Setelah itu kami sibuk
dengan bacaan kami sendiri hingga pukul 5 sore. Kami pun bergegas pulang. Jalan
pulang kami berbeda arah. Jadi kami berpisah di pintu toko buku itu.
Setelah makan malam aku
masuk ke kamar, tempat favorit ku. Di sinilah aku bisa berekspresi sepuasnya.
Tempat aku beristirahat dan mengerjakan semua tugas tugasku. Hari ini pun aku
mendapat tugas dari dosen. Langsung aku menuju meja belajar dan mengeluarkan
buku tugas ku.
1 jam pun berlalu. Tugas ku
pun selesai. Tidak terlalu sulit memang, oleh karena itu aku bisa
mengerjakannya sendiri. Biasanya bila ada tugas tugas yang merepotkan saja aku
akan mengerjakannya bersama teman temanku.
Aku kembali teringat July.
Gadis yang pernah ku sebut misterius itu. Entahlah apa yang membuat aku selalu
memikirkannya. Dia unik, tidak hanya mempunyai dunianya sendiri ketika sedang
membaca buku. Tetapi senyumnya. Begitu tulus dan teduh. Juga setiap tutur
katanya. Aku berpikir dia tipe orang yang cuek, atau mungkin cool. Kenapa?
Karena dia selalu hanya tersenyum, berbicara 1 kata. Untuk menjadi kannya
sebuah kalimat tunggulah seharian penuh baru kata katanya akan menjadi sebuah
kalimat.
Aku kembali teringat hari
pertama ketika aku mengajaknya berkenalan. July. Hanya 1 kata yang begitu
simple dan singkat ia ucapkan. Tapi membuatku semakin penasaran.
“July july, kau gadis yang
unik. Dulu memang misterius, tapi aku akan mengubahnya mulai saat ini. Kau
tidak akan menjadi sosok yang misterius lagi bagiku.” Kata ku sambil menatap
dinding dinding kamar.
Aku pun mematikan lampu
kamar dan beristirahat. Sebelum tidur aku sempat berfikir.
Kenapa ia selalu ada di toko
buku itu sambil membaca buku? Berapakah usianya? Apakah dia masih bersekolah
atau kuliah? Atau ia bekerja di situ? Tidak mungkin ia bekerja di situ jika
waktu berjam jam di habiskannya untuk membaca. Mungkin besok pagi pagi aku akan
ke sana kembali. Apakah dia ada disana atau tidak. Tetapi kenapa aku harus
repot repot seperti ini?
Yah inilah aku, aku tidak
mudah di buat misterius seperti ini. Aku harus mengetahui tentangnya lebih dari
yang sudah ku ketahui. Lagi pula bukankah besok aku tidak ada jam kuliah. Harus
ku pergunakan kesempatan ini. Batin ku kemudian yang perlahan mulai tertidur.
Setelah menghabiskan nasi
goreng yang hampir setiap pagi aku masukkan ke dalam mulut kemudian diproses
oleh enzim enzim lambung usus dan organ lainnya, aku bergegas keluar rumah dan
menuju toko buku itu. Sesampai di sana, ternyata July sudah dudduk di tempat
favoritenya itu sambil memegang sebuah buku dan menatap keluar jendela. Aku
berdiri sesaat kemudian berjalan ke sana.
“Hay july” sapa ku sambil
menaruh tas selempang yang kukenakan pagi ini.
Ia menoleh dan melihat ku
sesaat kemudian tersenyum. Aku sempat ragu melihat senyumnya yang saat ini,
karena sejak tadi tatapannya begitu kosong melihat keluar jendela.
“Kamu ngapain liat jendela
gitu” Tanya ku tak sabar ingin mengetahui apa di lakukan sejak tadi.
“Liat pemandangan di luar”
jawabnya begitu saja, yang tentunya tidak mengubah sedikitpun rasa penasaranku.
Kalau memang melihat pemandangan kenapa tatapannya begitu kosong seolah olah sedang
memikirkan sesuatu. Batinku dalam hati.
“Mm july, aku mau nanya
sesuatu. Kamu gak sekolah atau kuliah?” perlahan pertanyaan itupun terlontar
dari mulut ku dengan bagitu halus dan hati hati. Takut menyakiti perasaannya.
Beberapa saat hening.
“Ya maksud aku, karena aku
selalu liat kamu di sini sambil membaca buku. Maaf” aku tidak enak dengan
situasi yang hening seperti ini. dia tetap juga tak menjawab. Hanya memandang
ku tanpa berkedip.
Sedetik kemudian matanya
basah, sedikit mulai memerah di bagian mata dan hidungnya. Ia menahan tangis.
“July, kamu kenapa? Maaf,
maafin aku. Aku gak maksud buat kamu sedih. Aku hanya ingin tau saja. Maaf
july.” Aku benar benar di sambar oleh petir kesedihan. Aku membuatnya sedih. Ia
menangis kemudian dan memalingkan wajahnya dari ku. Menatap kosong pemandangan
di luar sana. Aku tak tau harus berbuat apa. Aku sungguh merasa bersalah.
“July, kamu kenapa? Kamu
bisa cerita sama aku. Meskipun kita baru
berkenal akhir akhir ini, aku sungguh ingin menjadi temanmu. Sahabatmu july.
Maukah kamu berbaginya bersamaku?” kata ku tulus, tak tahan melihat kekosongan
di matanya. Aku takut ia membenci ku, bahkan tak akan mau lagi duduk sambil membaca
buku bersama ku disini.
July menatapku akhirnya. Ia
menghapus air mata yang keluar dari pelupuk matanya itu. Aku merasakan
kesedihannya. Begitu dalam. Andai aku bisa menghapus rasa sedihmu itu july.
Batin ku mengharapkan.
“Aku gak kenapa kenapa, cuma
sedikit sakit aja” jawabnya singkat sambil melihat kearah ku dan sedikit
tersenyum. Sepertinya ia beneran sakit dan sedang menahannya.
“Kamu sakit apa” Tanya ku
ragu, ku pikir ia tak akan menjawabnya.
“Bukan sakit apa apa”
jawabnya sambil membuka buku bacaanya.
Tukan sudah ku bilang, iya
pasti tidak akan memberitahuku. Parahkah sakitnya? Aku semakin merasa gundah. Karena
ia tidak menjawab pertanyaan ku, ku pikir ia tidak ingin berbicara dulu. Aku pun
membuka buku bacaan ku. Dan setelah itu tidak ada lagi percakapan di antara kami.
Benar benar tidak ada lagi hari ini.
Untuk berhari hari pun
seperti biasa, aku hanya datang ke toko buku ini dan kembali duduk di sebelah
july yang sudah lebih dahulu berada di sini sambil membaca buku. Aku tidak
pernah lagi melihatnya menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong seperti
waktu itu lagi. Dan aku pun tidak pernah menanyakan lagi perihal tentang
penyakitnya. Meskipun rasa penasaran itu selalu menghantuiku. Aku hanya ingin
menjaga persaannya. Perasaan july. Kami hanya melakukan percakapan percakapan
kecil yang sangat biasa, itu pun masih saja aku yang selalu banyak berbicara.
Hari ini aku kembali pergi
ke toko buku itu dan membawa sekotak sandwish. Setiba di sana, aku tidak
melihat sosok july yang selalu sudah berada di sudut meja sana sendirian. Ku pikir
mungkin ia sedang berjalan jalan di rak buku mencari buku bacaan baru. Aku segera
bergegas duduk di tempat biasa dan mengeluarkan kotak makanan itu. Setelah satu
potong sandwish pun habis july tak kunjung datang. Aku sedikit resah.
Apakah dia tidak datang ke
toko buku hari ini? Tanya ku dalam hati sambil mengetuk ngetuk meja mununggu
seseorang menghampiriku. July. Setelah 2 jam menunggu july tak kunjung datang. Aku
pun bertanya pada resepsionis yang duduk di depan. Resepsionis itu pun tak tau.
Aku pun pulang dengan wajah lesu dan sama sekali tidak bersemangat.
Besoknya aku kembali datang.
Setiba di sana july tetap tidak ada. Aku tidak melihat siapa siapapun yang
duduk di tempat biasa kami duduk itu. Aku berjalan menuju ke sudut ruangan itu,
dan menunggu selama satu jam. July tetap tidak hadir di sini.
Dan begitulah selama
sepekan. Aku selalu datang dan menuju sudut ruangan itu di tempat biasa kami
menghabiskan waktu dengan membaca dan sedikit mengobrol. Dan kehadihan july
tidak pernha ku lihat lagi.
Seminggu yang lalu, tepatnya
tanggal 27 juli, itulah untuk terakhir kalinya kau melihannya. Ada yang berbeda
dengannya hari itu. Ia terlalu bersemangat dan sedikit lebih banyak berbicara
denganku. Sebelum pulang kami sempat mengunjungi toko eskrim terdekat dan makan
di sana. Setelah itu aku benar benar tidak pernah melihatnya lagi.
July, meskipun pertemuan
kita singkat. Aku merasa begitu bahagia bisa berkenalan denganmu. Sedikit berbicara
dan mengetahui tentangmu.
July, meskipun aku pernah mengubah
pandanganku tentang mu, bahwa kamu adalah sosok yang misterius, ternyata aku
keliru. Kamu benar benar sosok yang begitu misterius. Hadir di hadapan ku,
menarik diriku untuk mengenalmu lebih. Namun sebesar apapun usahaku kau tetap
tidak pernah memberi tahuku lebih. Dan sekarang, kepergianmu yang lebih membuat
dirimu menjdai sosok misterius bagiku.
No comments:
Post a Comment