Friday, July 26, 2013

Impian Dan Harapan

‘Sepertinya puasa tahun ini akan sama seperti tahun kemarin’ gumamku dalam hati sambil berjalan menyusuri koridor jalan bersama asap asap kendaraan yang mengepul ke wajah. Terik  panas matahari memamerkan kekuasaanya di tengah siang bolong saat ini. Tetapi aku sudah tidak memperdulikannya lagi. Kulitku sudah cukup terbakar selama 2 tahun ini. Yang ku pikirkan saat ini adalah bergegas pulang menuju kos ku dan segera beristirahat.
Aku seorang mahasiswa yang kuliah di tempat dimana bukan aku tinggal bersama kedua orang tuaku. Aku pergi mengarungi lautan dan pulau untuk menuntut ilmu di sebuah universitas negeri yang terbilang cukup hebat. Memang inilah mimpi ku, meski harus meninggalkan keluargaku di ujung pulau Indonesia sana, sabang. Tetapi aku berjanji pada mereka bahwa aku akan berjuang di pulau jawa ini untuk kembali pulang dan membanggakan mereka.
Sesampai di dalam kamar kos, aku segera menghempaskan tubuh ke kasur melepas lelah setelah seharian belajar di kampus.
Aku membuka tas dan mengambil sebuah dompet tua yang pernah ku beli 3 tahun silam. Pikiranku melayang membawa alam bawah sadarku ketika melihat selebar foto yang sengaja ku letakkan di dompet itu. Foto yang sempat ku potret beberapa hari sebelum aku pergi menuntut ilmu di pulau Jawa ini. Mata ku basah, namun sebelum sempat air mata keluar aku pun langsung memejamkan mata dan menghempaskan tubuh ke kasur kembali untuk beristirahat sejenak.
***
“Tok tok tok” suara pintu di ketuk berkali kali dari arah luar.
“Dibaaaaa” sedikit menjerit suara dari luar sana sambil tetap mengetuk ngetuk pintu. Aku pun terbangun mendengar seseorang memanggilku dari luar. Memang tidak terlalu luas kamar kos yang ku tempati ini, tapi cukup membuatku nyaman dan santai berada di dalam sini selama 2 tahun ini.
Aku segera bergegas bangun dari tempat tidur dan membuka pintu. Ternyata Melda yang sejak tadi mengetuk ngetuk pintu dan memanggilku.
“Dibaaa, haduh kamu tidurnya lama sekali. Sudah jam 6 ini bentar lagi buka puasa. Kamu tidak ikut berbuka bersama anggota RID?” Melda terlihat syok dengan penampilanku yang masih berantakan karena baru bagun.
Ya benar, aku baru saja terbangun setelah beberapa jam tertidur. Untungnya ada Melda yang datang menjemputku. Hari ini kami memang membuat janji bersama RID, Remaja Islam Dakwah, sebuah organisasi kampus yang baru setahun aku ikuti, juga Melda, untuk berbuka puasa bersama. Kami sengaja membuatnya dihari senin tepat hari ke sepuluh puasa. Kenapa? Karena katanya RID ini berdiri beberapa tahun yang lalu pada bulan puasa seperti saat ini dan tepat di hari senin.
“Hehe iya, maaf mel aku lupa hidupin alarm sebelum tidur. Makasih ya udah bangunin aku. Tunggu 5 menit oke, aku mau siap siap dulu. Gak lama kok. Yayaya.” Kata ku sambil membujuknya agar ia tidak pergi dahulu meninggalkanku.
“Oke, jangan lama lama, yang lain sudah menunggu kita disana.” Jawab Melda kemudian duduk di kursi luar sedangkan aku segera bergegas mencuci muka dan mengganti pakaian.
Tepat 5 menit, mungkin beberapa detik lebih, aku pun keluar dari kamar menghampiri Melda yang sedang menyentuh layar hp nya, mungkin sedang mengirim pesan untuk lainnya. Kami pun segera beranjak menuju tempat makan yang telah di booking beberapa hari lalu oleh Andi, sang ketua pembuat acara ini.
***
Di tempat makan acara buka bersama.
“Hai kak Ina” sapa ku ramah setiba di sana dan memeluk kakak yang ku panggil beberapa detik lalu.
“Hai Diba” jawab kak Ina ramah kembali memelukku.
Kak Ina ini adalah kakak leting ku, sekaligus kakak yang telah membimbing kami semua dalam RID ini. Ia begitu baik dan perhatian serta peduli. Itulah yang membuat aku menyukai kakak yang satu ini.
“Kakak kurusan dikit ya?” Tanya ku sambil memerhatikan wajahnya setelah melepas pelukan. Memang terlihat sedikit kosong pipinya.
“Iya dikit nih, nampak ya kurus nya udah?” Tanya kak Ina kembali pada ku.
“Hehe iya dikit, karena pipi kakak udah agak kosong dikit enggak bulat lagi.” Jawab ku sambil mencubit gemas sedikit pipinya. Aku memang terbilang cukup dekat, bahkan sangat dekat dengan kak Ina. Ia selalu mendukung ku untuk masuk ke dalam RID ini, karena ia lah orang yang pertama kali mengajakku bergabung di organisasi ini.
“Gak papalah kurusan dikit, dari pada makin gemuk. Makin banyak baju yang gak bisa kakak pake lagi nanti.” Jawab kak Ina membalas cubit pipiku kemudian tertawa.
Setelah itu kami berkumpul bersama yang lainnya di meja yang telah di siapkan bersama menu buka puasa.
Waktu berbuka tiba. Kami pun membaca doa bersama sama kemudian masing masing mulai di sibukkan dengan makan dan minum.
“Alhamdulilah ya, udah puasa ke 10. Semoga kita masih di berikan umur oleh Allah SWT untuk melanjutkan sisa puasa beberapa hari lagi.” Kata kak Ina yang duduk di samping ku usai berbuka dan shalat magrib bersama.
“Iya kak. Alhamdulillah. Semoga kita juga bisa merayakan hari yang fitri nanti setelah puasa ini” sambungku.
“Diba tahun ini gimana? Bisa pulang ke kampung untuk berlebaran disana?” Tanya kak Ina pada ku. Kemudian aku terdiam sesaat. Bingung harus menjawab apa. Aku masih memikirkan jawaban apa yang harus ku jawab.
“Mm kayak biasanya kak. Diba gak punya uang untuk pulang dan balik lagi kesini. Kan kakak tau, diba kuliah di sini juga karena beasiswa kak. Orang tua cuma bisa kirim uang untuk makan dan bayar kos diba aja. Dari mana uang untuk beli tiket pesawat pulang ke kampung dan balik lagi kesini?” jawab ku sambil menunduk tidak dapat menatap kak Ina. Inilah aku, aku hanya seorang anak yang berasal dari keluarga biasa saja. Aku sudah lama memimpikan kuliah di sini. Berkat usaha dan kerja keras ku selama ini akhirnya aku mendapatkan beasiswa untuk kuliah di sini. Dan tentu saja selama 2 tahun ini aku tidak pernah bisa pulang ke rumah.
“Jangan bersedih gitu Diba, justru kakak punya info yang bagus buat kamu. Gini, RID membuat sebuah lomba fotografi yang bertemakan bulan puasa. Kebetulan, kakak pernah liat bakat kamu motret waktu jadi panitia publikasi beberapa bulan lalu kan? Dan, kalau kamu menang, hadiahnya mendapatkan uang. Itu bisa kamu pergunakan untuk pulang ke kampung halaman kamu.” jelas kak Ina panjang lebar sampai membuatku manggut manggut sendiri.
Aku berpikir untuk beberapa saat. Memang sih aku suka dengan mengabadikan dalam bentuk foto jika ada hal hal yang seperti itu. Tetapi aku kan tidak punya kamera, selama ini aku hanya meminjam punya teman teman saja.
“Kamu bisa pake kamera kakak kok” sambung kak Ina kemudian, seolah ia bisa membaca pikiranku dan segera menjawabnya tanpa aku harus pusing sana sini lagi.
“Mm iya kak makasih ya. Tapi, gimana caranya? Diba masih belum ngerti acara lombanya.” Aku bertanya pada kak Ina karena masih ada sedikit keraguan. Bisakah aku?
Setelah itu kak kina mengeluarkan secarik kertas dari sakunya kemudian ia berikan padaku.
“Ini syarat syarat dan ketentuannya. Kamu baca” kak Ina memperjelas dan aku pun segera mengambil kertas tersebut dari kak Ina.
“Temanya kan tentang bulan puasa, kamu bisa mulai mencari ide ide terus tentang foto apa yang akan kamu potret dari sekarang. Misalnya tentang acara buka bareng, nanti kamu bisa potret orang2 yang sedang ngumpul. Atau apa lain yang bisa di jadikan objek foto kamu. Pokoknya kamu harus cari sesuatu yang spektakuler yang wah gitu, juga enggak foto foto yang terlalu biasa. Kakak percaya, kamu bisa kok.” Kak Ina menjelaskan panjang lebar kepadaku. Aku pun mendengar dengan seksama. Dan mulai saat itu aku mulai berpikir objek seperti apa yang akan ku potret untuk lomba ini.
“Gimana? Kamu mau ikut?” setelah beberapa saat terdiam, kak Ina kembali bertanya pada ku tentang keikut sertaanku.
“Jadi kak, diba mau.” Jawab ku terlalu bersemangat dan penuh percaya diri. Bagaimana tidak, ini adalah hal yang aku nantikan sejak lama.
“Mm tapi, diba boleh pinjam kamera kakak?” Tanya ku perlahan sedikit ragu.
“Tentu saja diba, besok kakak bawa ke kampus kameranya ya. Oya mengenai pendaftarannya kamu bisa jumpai secretariat perlombaannya besok pagi. Datang aja ke gedung RID, oke.” mendengar jawaban itu aku sangat gembira. Tentu saja aku tidak boleh menyianyiakan kesempatan ini. Ini adalah sebuah peluang besar bagiku.
“Makasih ya kak, makasih kali. Diba gak tau harus gimana bilangnya.” Aku begitu terharu atas perhatiannya dan memberikan izin untuk memakai kameranya.
“Iya sama sama diba. Gini aja, kamu harus tunjukin bakat terbaik kamu. Cari ide sebaik mungkin tentang apa yang harus kamu potret. Usahakan kamu menang dan dapatkan hadiahnya. Kakak akan sangat senang jika kamu bisa memenangkan lomba ini.” mendengar kata katanya, aku semakin terharu dan tak terasa mataku sedikit basah.
Ada seseorang yang begitu peduli kepadaku. Ingin aku pulang ke kampung untuk dapat bertemu dengan keluarga ku.
“Terimakasih kak Ina. Diba akan berusaha sebaik mungkin memenangkan lomba ini kak.” Semangat ku begitu membara, yakin akan kemampuanku dan hasil yang akan ku dapat kelak. Bukankah kita memang harus percaya diri?
“Iya diba, sama sama.” Jawab kak Ina. Kemudian kamu berpelukan.
***
Aku bangun pagi ini dengan begitu semangat dan percaya diri untuk menjajakan langkahku memulai petualangan baru. Petualangan untuk mengikuti lomba yang RID adakan. Setelah membayar biaya pendaftaran, aku segera pergi ke kampus. Karena pagi ini ada jam pelajaran yang harus aku ikuti. Ini juga adalah hari terakhir aku masuk kuliah sebelum libur tiba. Dan aku memang sangat bersemangat hari ini.
Setelah kuliah selesai, aku mulai melaksanakan beberapa ide tentang objek foto yang aku ikut sertakan pada lomba RID tersebut. Aku berjalan sepanjang lorong mencari beberapa ibu yang sedang membuat menu untuk berbuka puasa bersama anaknya, kemudian memotretnya. Setelah itu aku berjalan di sepanjang jalan jalan ramai dimana orang orang berjualan menu berbuka puasa, kemudian memotretnnya juga. Dan yang terakhir aku mengunjungi sebuah tempat ketika waktu berbuka hampir tiba, disana aku menemukan beberapa anak panti asuahan serta ibu ibu sedang membagikan makanan untuk berbuka kepada anak  jalanan. Aku pun memotretnya beberapa lembar.
Setelah aku tiba di tempat kos serta tak lupa membeli makanan, waktu magrib pun tiba. Aku segera meneguk air mineral dan makan nasi. Selesai shalat aku mengambil kamera yang kak Ina pinjamkan. Aku membuka foto foto yang sudah aku potret tadi.
“Sepertinya foto yang ini lebih bagus dari yang lainnya. Karena jarang ku temukan yang seperti ini.” kata ku pada diri sendiri sambil mengamati foto anak panti asuhan yang sedang memberi makanan berbuka untuk anak jalanan.
“Efek matahari sorenya juga cukup bagus. Baiklah, aku akan menggunakan foto ini saja.” Sambungku dengan bersemangat dan penuh harapan.
***
Setelah beberapa hari mengirim lembar foto tersebut, aku hanya melakukan pekerjaan biasa di kos dan belajar. Karena kuliah memang sudah libur. Aku juga menunggu hasil pengumuman lomba tersebut tentunya.
Sebuah pesan masuk ke hp ku, dan segera ku buka. Dari kak Ina. ‘Diba, jangan lupa datang ke RID ya pukul 4 sore nanti, pengumuman. Good luck for you.’ Begitulah pesan yang sempat membuatku menahan nafas beberapa saat tanpa ku sadari.
“Semoga aku menang, aku ingin pulang.” Begitulah harapan kecilku yang begitu memiliki makna.
Sore pun tiba, aku sudah berada 15 menit lebih awal sebelum pengumuman lomba tersebut. Setelah pembukaan dan kata kata sambutan, akhirnya pengumuman pemenangpun tiba. Aku semakin merasa gugup.
“Juara 3 jatuh kepada Ayu Sinta dewi.” Kata sang pembicara. Dan tepuk tangan meriahpun memenuhi aula RID.
“Juara 2 jatuh kepada Muammar Ardiansyah” kata sang pembicara kembali. Dan tepuk tangan meriah kembali memenuhi aula. Aku semakin gugup, dalam hati aku terus berdoa dan berharap akulah pemenang juara 1 nya.
“Daaaaaan, inilah yang kita tunggu tunggu. Siapakah pemenang juara 1 yang akan mendapatkan uang tunai sebesar satu juta lima ratus ribu rupian dan sebuah kamera? Siapa ya? Pemenangnya adalah Karina Diba Aulia. Selamat.” Kata sang pembicara membuatku tertegun sesaat dan segera bersujud syukur. Aku masih tidak dapat percaya. Aku pun maju ke atas panggung bersama pemenang lainnya.
Aku menerima hadiah tersebut, dan mata ku sedikit basah. ‘Inilah harapanku, aku bisa pulang kampung’ ucapku dalam hati. Setelah itu kami para pemenang turun dari atas panggung dan segera membaur pada yang lainnya. Aku menemukan sosok kak Ina sedang berdiri menuggu ku di bawah sana. Aku segara berlari dan memeluk kak Ina.
“Kak, makasih kali ya. Aku menang kak, aku bisa pulang kampung.” Kataku sambil menahan air mata yang sudah memenuhi dinding bola mata. Tetapi karena terlalu berat ia menampung, akhirnya air mata ku pun jatuh beberapa butir ke pipi.
“Iya Diba, kakak tau kamu pasti bisa. Selamat ya. Ya udah kamu jangan nangis lagi. Besok kamu bisa langsung pesan tiket untuk pulang ke kampung jumpa keluarga.” Kata kak Ina sambil menghapus air mata yang membasahi pipiku. Aku begitu berterimakasih kepadanya. Dia kakak yang begitu baik dan perhatian padaku. Tak akan ku lupakan jasamu kak Ina, terima kasih.
***
Aku tiba di rumah. Aku begitu merindukan rumah yang sederhana ini. Meskipun tidak mewah, ibuku selalu merawatnya dengan baik. Menanam beberapa bunga dan selalu menyiramnya. Aku sangat merindukan tempat aku di lahirkan ini.
Aku segera masuk ke dalam rumah mencari sosok ibu yang sudah sangat lama aku nantikan dirinya di hadapanku. Membelai kepala ku, memberi kan begitu banyak nasihat yang tidak pernah aku lupakan. Aku merindukan semuanya.

No comments:

Post a Comment