Baca
Part 1
Tangan ku mengipas lembut wajah nenek yang berkeringat. Butir-butir
keringatnya mengalir dari ubun-ubun rambut dan keningnya. Nenek bergumam,
sangar-sangar ku dengar suara parau nenek menyebut namaku seperti ingin
mengatakan sesuatu. Ku pegang sedikit erat jemari nenek, mengurut-ngurut
tangannya yang sudah keriput. Ku ambil minyak kayu putih, kemudian
menuangkannya pada pergelangan tangan nenek. Kembali ku urut perlahan tangan
tua nenek yang sudah sulit digerakkan. Mata nenek tertutup, entah kenapa aku
begitu sering melihat hidung serta dada nenek, sambil bertanya dalam diam ku, apakah nenek masih
bernafas? Aku hanya khawatir, keadaanya tidak baik sama sekali. Terlebih ketika
dokter datang dan memeriksa keadaan nenek, ia mengatakan bahwa nenek memiliki
sedikit penyakit jantung. Tentu saja aku terkejut, bagaimana tidak. Selama ini
penyakit itu tidak pernah menyerang nenek. Aku tidak percaya.
Sore pun tiba. Aku pulang ke rumah untuk beres-beres,
mandi, dan melakukan aktifitas lainnya. Mamak dan bapak juga pulang. Nenek tinggal
dengan anaknya yang lain (kakak dari bapak). Sebelum pulang, aku menghampiri
nenek, mencium jidadnya yang sudah kembali normal tanpa keringat yang mengalir
seperti tadi. Ku tatap wajah nenek dalam-dalam. “Ani pulang dulu ya nek. Nenek cepat
sembuh ya, nanti ani balik lagi.” Nenek tersenyum padaku. Matanya sudah bisa
terbuka, keadaannya sudah lebih baik. Meskipun begitu, kami semua tetap
khawatir. Jika tiba-tiba keadaan nenek
kembali down.
Malam hari.
Mamak mendapat telpon dari salah satu saudara yang tak lain
anak nenek sendiri. Wajahnya begitu pucat mendengar percakapan dari ujung
penelpon sana. Aku dan Bapak ikut khawatir. Setelah pembicaraan singkat di
telpon itu usai, mamak langsung membuka mulut. “Ganti baju sekarang, kita ke
rumah nenek.” Mendengar hal tersebut, kekhawatiran ku mulai meningkat seiring
detak nafasku yang tak lagi beraturan. Tanpa menunggu perintah untuk kedua
kalinya aku langsung ke kamar mengganti pakaian, kemudian kami berangkat ke
rumah nenek.
Kaki ku gemetar menaiki anak tangga rumah nenek. Harap-harap
melihat nenek sedang duduk di tempat tidur sambil menonton atau melakukan
aktifitas lainnya, dari pintu masuk yang bisa ku dengar hanyalah lantunan Surat
Yaasin. Perasaanku langsung tidak enak, dan segera menghampiri nenek yang
berbaring di tempat tidur. Wajahnya tidak pucat, tidak berkeringat juga. Tetapi
lagi-lagi aku mengkhawatirkan hal yang sama. Ku lihat hembusan nafas nenek pada
hidung. Tidak ada gerakan naik turun di sana. Ku amati dada nenek, berharap ada
sedikit gerakan di sana. Tetapi hanya kediaman membisu yang menghiasi tubuh
nenek. Mataku mulai sakit, lelah. Ku dekati tubuh nenek, ku cium keningnya. Sama
sekali tidak ada gerakan apapun di sana. Mataku mulai menangis. Ku panggil
nenek pelan, tapi kemudian air mataku kembali jatuh. Lantunan Surat Yaasin itu
membuat mataku semakin basah. Nenek. Ia sudah tiada.
The End
#Fasting13
No comments:
Post a Comment