Wednesday, March 31, 2021

A Comfortable Place

Hi
Ini penghujung Maret. Dan rasanya sudah lama sekali tidak memberi sentuhan di blog ini. How are you? Good? Or do you need more time?
 
Bicara soal waktu, 2 hari ini, saya mendengar cerita sedih dari 2 orang yang berbeda. Ditambah cuaca yang mendung tak beraturan, suasana duka jadi terasa semakin lengkap. Bukan hanya kali ini, saya menyadari bahwa disaat-saat tersulit, manusia butuh sebuah “tempat”. Tempat yang membuat dirinya nyaman, aman, merasa diterima dan didengarkan.
 
Saya jadi teringat sebuah pesan yang dikirimkan oleh seorang teman. “Pelatih tidak bermain”. And I said, yes.
 
Bergerak dari pengalaman-pengalaman mendengarkan, saya jadi terbiasa memberi solusi disetiap cerita-cerita mereka, tanpa pernah mengalami hal yang serupa. Kenapa? Karena ada banyak cerita manusia di dunia ini yang nyaris sama. Meskipun, tak dipungkiri bahwa alasan dan solusi tersebut juga berasal dari pengalaman pribadi. Bukankah kita hidup untuk berbagi pengalaman dan memberi pelajaran untuk orang lain? Rasanya menyenangkan, ketika berhasil membantu mereka mengeluarkan unek-unek dan segala keresahannya.  
 
Ada sebuah quote dari Film The Perfect Date yang masih menyentuh isi kepala dan menyegarkan ingatan saya. “We are all just figuring it out as we go along. So, the best you can do is reflect on who you were in the past and compare that to who you wanna be in the future and you split the difference. That's who you are now.”
 
Karena beberapa pengalaman pahit yang telah berlalu dikehidupan saya, rasanya sekarang jadi lebih bersyukur. Saya jadi membandingkan diri sendiri di masa lalu dan masa sekarang. Apa hal yang buruk yang sudah berhasil hilang di kehidupan saya, dan apa hal baik yang berhasil membuat saya menjadi seperti hari ini. Benarkan?! Hal terbaik dari membandingkan diri sendiri adalah dengan diri sendiri di masa lalu, bukan dengan orang-orang sekitar, bukan teman kecil, tetangga, ataupun sahabat terbaik sekalipun.
 
Jika diputar beberapa tahun lalu, saya adalah teman yang buruk. Yang lebih sering mementingkan ego sendiri. Karena pada waktunya, saya pernah merasa lelah dengan mendengarkan orang-orang. Seakan-akan isi dunia hanya cerita-ceritanya. Bukankah kita juga memiliki keinginan membangun cerita sendiri? Tanpa diintimidasi oleh pandangan-pandangan orang?! Tetapi semakin ke sini, hal yang saya sadari adalah menjauh dari circle yang membuat kita menjadi seorang teman yang buruk. Kita bisa kok, mengatur ego. Mulai mendengarkan. Karena dari mendengar, justru ada banyak insight baru untuk kehidupan kita sendiri. Jadi, setelah membandingkan diri sendiri saat ini, saya merasa bersyukur telah mendengar banyak cerita, belajar lebih banyak hal dari kemarin.
 
Seperti salah satu cerita dari 2 teman yang saya sebutkan di awal.
“Aku pulang naik ojek, duduk di belakang, nangis di dalam helm.” Ucapnya.
Saya terdiam. Lalu langsung menyodorkan sebuah pertanyaan.
“Hasil tes MBTI kamu apa?” secara random setelah ceritanya mencapai titik menuju ending.
“****” ucapnya.
Really? Sama, aku juga. Pantes, aku langsung ngeuh dan nanyain ini ketika kamu bilang waktu pulang dan nangis dibalik helm. Dulu aku sering ngelakuin hal itu.”
Hasil MBTI kami adalah tipikal orang yang memiliki kecenderungan untuk menahan diri dari mengekspresikan emosi secara verbal, selain itu juga mampu memahami orang lain dan menjadi pendengar yang baik.
See, bahkan seorang pendengar juga butuh didengarkan.
 
Jadi, apa yang sudah kamu bandingkan dengan dirimu di beberapa tahun lalu?

No comments:

Post a Comment