Saturday, February 13, 2021

It's Normal

Beberapa waktu lalu, saya baru menyelesaikan membaca buku keduanya Gita Savitri, A Cup Of Tea. Agak sedikit berbeda dengan buku pertamanya. Jika di Rentang Kisah lebih banyak menuliskan perjalanan hidupnya hingga ia kuliah di Jerman, di buku ini selain kelanjutan kehidupannya setelah menyelesaikan S1, juga menceritakan banyak aspek sisi hidupnya yang lain.
 
Dari semua isi ceritanya -dengan pemikiran kritisnya- ada salah satu bagian yang saya rasa “I can't explain it. I feel, yes it's me”.
 
“Gue sering merasa seperti sedang berdiri di lapangan yang luas. Lapangannya kosong nggak ada apa-apa di sekitarnya. Di lapangan tersebut gue mudah terlihat, nggak punya tempat untuk bersembunyi ataupun berlindung ketika panas dan hujan atau ketika ada musuh, merasa telanjang dan dilihat orang-orang. Seperti itu satu-satunya alasan yang bisa gue pakai, yang kiranya bisa menjelaskan obsesi gue melepaskan diri dari apapun itu di luar sana. Entah itu manusia ataupun barang. Hal ini semakin parah ketika gue patah hati. Pengalaman tersebut seperti meyakinkan gue untuk tanpa ragu membangun dinding setinggi-tingginya di lapangan tempat gue berdiri sebagai bentuk pertahanan akan kejamnya dunia dan tentunya manusia.
….
Dari sana gue sadar bahwa gue sendiri di lapangan yang sekarang sudah ada dinding yang tinggi yang mengelilingi gue dan di dalam benteng ini hanya boleh ada diri gue sendiri. Bentengnya sempit, gelap, tapi nyaman dan yang jelas, memberikan keamanan.”
 
Beberapa waktu lalu, saya merasa berada di titik ini, membangun dinding yang tinggi agar orang lain tidak bisa melihat diri saya sama sekali. Hanya hitungan jari yang saya izinkan untuk masuk dalam dinding tersebut. Itu berhasil membuat diri saya menjadi lebih baik. Tetapi justru, saya jadi nyaman berada di dalamnya, tanpa merasa ‘ditelanjangi’ oleh tatapan dan omongan orang. Mungkin, jurus jitu yang saya miliki disaat merasa terpuruk adalah menjauh dari orang-orang. Dengan begitu, saya tetap bisa bertahan hidup.
 
Tetapi, setelah beberapa waktu yang cukup lama, dinding tersebut tetap berdiri kokoh di sekitar saya. Pernah beberapa kali mencoba meruntuhkan salah satu sisi dinding tersebut, tetapi yang terjadi berikutnya adalah saya justru membangun dinding yang lebih tinggi dari sebelumnya. Terkadang saya merasa ‘ini tidak normal’. Tetapi, apalagi yang saya lakukan selain membuat diri sendiri merasa lebih nyaman? Meski kini dinding tersebut tidak setinggi dahulu, saya tetap memilih untuk mempertahankannya.
 
It’s normal, K. Meski tidak semua orang melakukannya, 1 atau bahkan 2 orang disekitar mu pasti pernah melakukannya. Mungkin kamu juga. Iya, kamu pernah terpuruk, kan? Dan merasa bahwa hanya dirimu yang berhak mengetahuinya. Because not everyone around you care what happened to you. They just want to know.

No comments:

Post a Comment