Thursday, May 7, 2020

Kudasai (Tolong kembalilah)


Haloo, sudah lama saya tidak pernah menulis tentang resensi buku bacaan. Hmm sebenarnya bukan resensi juga sih, apa ya namanya? Pokoknya sebuah tulisan tentang opini saya terhadap sebuah buku.

Dan kali ini, buku yang akan saya ceritakan adalah sebuah buku terbaru karya Brian Khrisna, yang berjudul KUDASAI. Tapi, tulisan ini akan punya intro yang sedikit panjang. Karena menurut saya, untuk kasus kali ini, menceritakan asal mula membaca Kudasai jadi sesuatu yang terbilang penting -meskipun ini hanyalah sebuah alibi. Pasalnya, Kudasai sendiri sudah saya buat thread di twitter. Tapi, karena merasa kurang puas, saya memilih menulisnya di sini dengan versi yang lebih panjang. Ah, manusia selalu begitu, merasa kurang puas.

Ok, lanjut ya.
Buku ini rilis sekitar Bulan Desember 2019. Dan seingat saya, sejak rilis, buku tersebut sering menjadi best sellers di Gramedia. Beberapa kali, review singkat tentang buku ini muncul di beranda twitter saya. Ya, selain cuitan dari beberapa teman yang tentu saja telah membacanya, saya sendiri memang mem-follow @briankhrisna, sang penuli buku Kudasai ini.

Nah, singkat cerita, awal April 2020, entah topik apa yang sedang saya bahas di twitter, 2 orang teman merekomendasi buku Kudasai ini. Menurut mereka, saya wajib membaca Kudasai, karena ceritanya sangat bagus. Tidak tanggung tanggung, salah satu dari mereka mengirimi saya postingan mengenai free ongkir dari Penerbit Media Kita via DM Instagram. Saya pun sempat kepo, dan mengulik laman website untuk pemesanan. Benar saja, ada buku Kudasai dan sederet buku penulis media kita, seperti Fiersa Besari, Boy Candra, Wira Nagara dan lain lain. Sempat tergiur, ingin memesan. Tapi, karena jiwa saya sudah sangat bergejolak ingin mengunjungi Gramedia, saya memutuskan untuk tidak memesan dulu. Alhasil, 2 hari setelahnya saya pergi ke Gramedia bersama beberapa teman. Pandangan saya jatuh di rak best sellers, dan Kudasai masih menduduki posisi nomor 1. Setelah puas melihat sekeliling, saya memutuskan mengambil buku Kudasai yang masih tersampul rapi langsung dari rak yang bertuliskan best sellers tersebut.

Ke Gramedia sudah, beli buku Kudasai pun sudah, tinggal membacanya. Tapi, hingga bulan April berlalu, saya sama sekali belum menyentuh buku tersebut. Alasannya sederhana, saya sedang membaca sederet buku lainnya. Hingga tibalah pada selasa yang cukup cerah pada tanggal 5 Mei 2020. Saya memutuskan untuk menyentuh halaman pertama buku  tersebut. Dan, langsung diselipkan dengan sebait tulisan yang seketika membuat saya jatuh cinta.

“Kau terus melangkah untuk menyembuhkan luka orang lain, ketika sebenarnya kau juga terluka, dan berharap salah satu yang kau sembuhkan mampu menyembuhkanmu juga.”

Ah, Kudasai.
Brian Khrisna sangat pintar mengambil hati para pembaca. Ia memiliki model tulisan yang unik. Dengan mudahnya ia membuat saya punya ketertarikan tersendiri dalam tulisannya, seakan akan menghipnotis. Bagaimana tidak? Suguhan percakapan sehari hari yang lazim kita dengar, ditulisnya dengan guyonan receh. Seakan, karakter dalam buku bukunya berbicara langsung dihadapan kita. Belum lagi, ada banyak percakapan yang ditulisnya dengan CAPS LOCK. Sungguh, menerjemahkan watak tokoh dalam cerita ini.

Ada 3 tokoh dengan karakter yang sangat berbeda yang menjadi energi dalam Kudasai ini. Chaka. Seorang laki laki, yang hanya memiliki 2 keahlian dalam hidupnya yaitu bernafas dan memasak. Karena satu kondisi, ia terjebak untuk menikah dengan alpha female, Twindy. Kesempurnaan wanita ini, membuat Chaka tidak pernah sekalipun membantah perkataannya. Ibaratnya, Twindy adalah istri mudanya Firaun. Ketebak dong, siapa yang menghabiskan berlembar lembar halaman dengan percakapan tulisan caps lock? Dan satu lagi, Anet. Ia adalah mantannya Chaka, yang terpaksa ia tinggalkan karena harus menikahi Twindy.

Ada banyak drama kecil yang muncul dalam cerita ini. Sepintas, terlihat bahwa Cakha adalah orang yang paling tersakiti. Hingga cerita ini tiba di sepertiga akhir buku. Disanalah satu persatu konflik mulai muncul. Bahkan, akhir sinopsis dibelakang buku tersebut, mematahkan ending yang saya terka-terka. Percayalah, saya menulis apa yang saya rasakan terhadap Kudasai. Saya hanya bisa tertegun dan bergumam: “belum tiba di akhir cerita, kisah Kudasai sudah seperti ini sedihnya. Bagaimana endingnya?

Saya jadi ingat. Bulan lalu, saya bahkan sempat memaksa 2 teman yang merekomendasikan buku ini, untuk membocorkan ending dari Kudasai seperti apa. Tetapi dengan kompak mereka menolak, dengan alasan yang juga sederhana, no spoiler. Mereka menyuruh saya membacanya, perasaan pasti akan tercampur aduk. Dan benar, cerita belum berakhir, perasaan saya sudah bercampur aduk. Tiba di detik detik menuju ending cerita, perasaan semakin bercampur aduk. Tetapi kali ini bukan hanya perasaan, emosi dan harapan saya seperti di acak acak begitu saja.

Kalau bulan lalu, saya berharap Kudasai punya akhir cerita yang sedih, dengan versi saya sendiri, ternyata itu tidak ada apa apanya. TIDAK ADA APA APANYA! Yang terjadi justru diluar ekspektasi ‘sedih’ harapan saya. “Sejak kapan pemeran utama punya ending yang seperti ini???” tanya saya, berharap Brian Khrisna sedang berdiri dihadapan saya. Miris.

Bahkan saya tidak punya hak untuk mengubah alur ceritanya. Toh, bukan saya penulis Kudasai ini. Sekalipun saya diberi kesempatan untuk mengubah cerita Kudasai, saya akan tetap menulis kembali seperti yang Brian tuliskan, dengan ending yang persis sama. Kenapa? Well, jujur saja, sudah sejak lama saya menanti sebuah cerita yang sad ending, tragis seperti ini. Tidak semua pembaca mengharapkan kisah yang selalu happy ending, saya salah satunya untuk kali ini.

Dan, tentu saja, saya pun tidak akan menulis dengan rinci akhir Kudasai pada tulisan ini. Kalau sedang merasa butuh cerita yang berakhir tragis, saya rekomendasikan Kudasai ini. Jangan tertipu dengan perawakan tulisan pada bagian awal. Semua lelucon itu hanyalah bumbu bumbu manis sebelum mengecap kepahitan yang luar biasa. Puncak ke-tragis-an yang paling menohok dari kisah ini terdapat dihalaman 431. Ketika satu persatu isi pesan Twindy untuk Chaka dijabarkan oleh Brian Khrisna tanpa peduli reaksi para pembaca akan seperti apa.

Selamat Brian. Kau cukup hebat membuat akhir cerita Kudasai menjadi seperti ini.
Kudasai, tolong kembalilah.

No comments:

Post a Comment