Haloo,
sudah lama saya tidak pernah menulis tentang resensi buku bacaan. Hmm
sebenarnya bukan resensi juga sih, apa ya namanya? Pokoknya sebuah tulisan
tentang opini saya terhadap sebuah buku.
Dan
kali ini, buku yang akan saya ceritakan adalah sebuah buku terbaru karya Brian
Khrisna, yang berjudul KUDASAI. Tapi, tulisan ini akan punya intro yang
sedikit panjang. Karena menurut saya, untuk kasus kali ini, menceritakan asal
mula membaca Kudasai jadi sesuatu yang terbilang penting -meskipun ini hanyalah
sebuah alibi. Pasalnya, Kudasai sendiri sudah saya buat thread di
twitter. Tapi, karena merasa kurang puas, saya memilih menulisnya di sini
dengan versi yang lebih panjang. Ah, manusia selalu begitu, merasa kurang puas.
Ok,
lanjut ya.
Buku
ini rilis sekitar Bulan Desember 2019. Dan seingat saya, sejak rilis, buku
tersebut sering menjadi best sellers di Gramedia. Beberapa kali, review
singkat tentang buku ini muncul di beranda twitter saya. Ya, selain cuitan dari
beberapa teman yang tentu saja telah membacanya, saya sendiri memang mem-follow
@briankhrisna, sang penuli buku Kudasai ini.
Nah,
singkat cerita, awal April 2020, entah topik apa yang sedang saya bahas di
twitter, 2 orang teman merekomendasi buku Kudasai ini. Menurut mereka, saya
wajib membaca Kudasai, karena ceritanya sangat bagus. Tidak tanggung tanggung,
salah satu dari mereka mengirimi saya postingan mengenai free ongkir dari
Penerbit Media Kita via DM Instagram. Saya pun sempat kepo, dan mengulik laman
website untuk pemesanan. Benar saja, ada buku Kudasai dan sederet buku penulis
media kita, seperti Fiersa Besari, Boy Candra, Wira Nagara dan lain lain. Sempat
tergiur, ingin memesan. Tapi, karena jiwa saya sudah sangat bergejolak ingin
mengunjungi Gramedia, saya memutuskan untuk tidak memesan dulu. Alhasil, 2 hari
setelahnya saya pergi ke Gramedia bersama beberapa teman. Pandangan saya jatuh
di rak best sellers, dan Kudasai masih menduduki posisi nomor 1. Setelah
puas melihat sekeliling, saya memutuskan mengambil buku Kudasai yang masih
tersampul rapi langsung dari rak yang bertuliskan best sellers tersebut.
Ke
Gramedia sudah, beli buku Kudasai pun sudah, tinggal membacanya. Tapi, hingga
bulan April berlalu, saya sama sekali belum menyentuh buku tersebut. Alasannya
sederhana, saya sedang membaca sederet buku lainnya. Hingga tibalah pada selasa
yang cukup cerah pada tanggal 5 Mei 2020. Saya memutuskan untuk menyentuh
halaman pertama buku tersebut. Dan,
langsung diselipkan dengan sebait tulisan yang seketika membuat saya jatuh cinta.
“Kau terus melangkah untuk menyembuhkan luka orang lain,
ketika sebenarnya kau juga terluka, dan berharap salah satu yang kau sembuhkan mampu
menyembuhkanmu juga.”
Ah,
Kudasai.
Brian
Khrisna sangat pintar mengambil hati para pembaca. Ia memiliki model tulisan
yang unik. Dengan mudahnya ia membuat saya punya ketertarikan tersendiri dalam
tulisannya, seakan akan menghipnotis. Bagaimana tidak? Suguhan percakapan
sehari hari yang lazim kita dengar, ditulisnya dengan guyonan receh. Seakan,
karakter dalam buku bukunya berbicara langsung dihadapan kita. Belum lagi, ada
banyak percakapan yang ditulisnya dengan CAPS LOCK. Sungguh,
menerjemahkan watak tokoh dalam cerita ini.
Ada
3 tokoh dengan karakter yang sangat berbeda yang menjadi energi dalam Kudasai
ini. Chaka. Seorang laki laki, yang hanya memiliki 2 keahlian dalam
hidupnya yaitu bernafas dan memasak. Karena satu kondisi, ia terjebak untuk
menikah dengan alpha female, Twindy. Kesempurnaan wanita ini,
membuat Chaka tidak pernah sekalipun membantah perkataannya. Ibaratnya, Twindy
adalah istri mudanya Firaun. Ketebak dong, siapa yang menghabiskan berlembar
lembar halaman dengan percakapan tulisan caps lock? Dan satu lagi, Anet.
Ia adalah mantannya Chaka, yang terpaksa ia tinggalkan karena harus menikahi
Twindy.
Ada
banyak drama kecil yang muncul dalam cerita ini. Sepintas, terlihat bahwa Cakha
adalah orang yang paling tersakiti. Hingga cerita ini tiba di sepertiga akhir
buku. Disanalah satu persatu konflik mulai muncul. Bahkan, akhir sinopsis dibelakang
buku tersebut, mematahkan ending yang saya terka-terka. Percayalah, saya menulis
apa yang saya rasakan terhadap Kudasai. Saya hanya bisa tertegun dan bergumam: “belum
tiba di akhir cerita, kisah Kudasai sudah seperti ini sedihnya. Bagaimana
endingnya?”
Saya
jadi ingat. Bulan lalu, saya bahkan sempat memaksa 2 teman yang
merekomendasikan buku ini, untuk membocorkan ending dari Kudasai seperti
apa. Tetapi dengan kompak mereka menolak, dengan alasan yang juga sederhana, no
spoiler. Mereka menyuruh saya membacanya, perasaan pasti akan tercampur
aduk. Dan benar, cerita belum berakhir, perasaan saya sudah bercampur aduk. Tiba
di detik detik menuju ending cerita, perasaan semakin bercampur aduk. Tetapi kali
ini bukan hanya perasaan, emosi dan harapan saya seperti di acak acak begitu saja.
Kalau
bulan lalu, saya berharap Kudasai punya akhir cerita yang sedih, dengan versi
saya sendiri, ternyata itu tidak ada apa apanya. TIDAK ADA APA APANYA! Yang
terjadi justru diluar ekspektasi ‘sedih’ harapan saya. “Sejak kapan pemeran
utama punya ending yang seperti ini???” tanya saya, berharap Brian Khrisna
sedang berdiri dihadapan saya. Miris.
Bahkan
saya tidak punya hak untuk mengubah alur ceritanya. Toh, bukan saya penulis Kudasai
ini. Sekalipun saya diberi kesempatan untuk mengubah cerita Kudasai, saya akan
tetap menulis kembali seperti yang Brian tuliskan, dengan ending yang persis
sama. Kenapa? Well, jujur saja, sudah sejak lama saya menanti sebuah
cerita yang sad ending, tragis seperti ini. Tidak semua pembaca
mengharapkan kisah yang selalu happy ending, saya salah satunya untuk
kali ini.
Dan,
tentu saja, saya pun tidak akan menulis dengan rinci akhir Kudasai pada tulisan
ini. Kalau sedang merasa butuh cerita yang berakhir tragis, saya rekomendasikan
Kudasai ini. Jangan tertipu dengan perawakan tulisan pada bagian awal. Semua
lelucon itu hanyalah bumbu bumbu manis sebelum mengecap kepahitan yang luar
biasa. Puncak ke-tragis-an yang paling menohok dari kisah ini terdapat
dihalaman 431. Ketika satu persatu isi pesan Twindy untuk Chaka dijabarkan oleh
Brian Khrisna tanpa peduli reaksi para pembaca akan seperti apa.
Selamat
Brian. Kau cukup hebat membuat akhir cerita Kudasai menjadi seperti ini.
Kudasai,
tolong kembalilah.
No comments:
Post a Comment