Wednesday, November 27, 2019

Circle of Life


Listening Fiersa Besari – Samar
“Lupakah kau cara tersenyum
Apa sayapmu patah
Jika begitu tak mengapa
Izinkan ku memapah
Berhentilah memaki
Semua yang telah dicuri
Buka sedikit hati
Agar kau tau kau tidak sendiri”

Kenapa saya mengawali tulisan kali ini dengan lagu Samar? Karena lagunya seperti bait-bait puisi, yang ingin pulang ke rumah. Bait-bait puisi yang seakan butuh tempat pulang.

Di awal November, saya sedang senang - senangnya mendengar lagu Bung Fiersa yang terbaru, judulnya “Pelukku untuk Pelikmu”. Jujur, kata pelik membuat saya membuka kamus online dan mencari arti kata pelik. Bukan saya jarang dengar kata pelik, memang tidak pernah. Tapi, tenang saja, saya tidak akan membahas arti kata pelik di tulisan kali ini. Pelukku untuk Pelikmu hanyalah sebuah intro acak, yang sengaja saya tulis untuk membuat mu bingung dan berpikir, “K, kamu nulis apaan, sih.”
Wkwkwkwkwk…
Sudah.
Enggak perlu diterusin kalau kamu merasa dirugikan. Kita manusia memang gitu, tau nya cuma kebahagiaan diri sendiri.

Seseorang pernah cerita sama saya tentang hubungannya dengan teman-temannya. Dulu, beberapa tahun lalu, mereka berteman. Kemana-mana pergi bareng, ngerjain tugas kampus bareng, makan siang bareng, dan semuanya. Namanya juga hidup. Ada yang bilang kita enggak selamanya berada di roda atas, akan ada masanya kita berada di roda bawah. Atau ada yang bilang, hidup kayak roda, terus bergelinding, terus maju. Sebut saja, seseorang yang cerita ke saya ini Namanya A. Suatu waktu, hidup A jatuh dari lantai kesekian, ketimpa tangga, ketimpa reruntuhan, ketimpa masalah yang bertubi-tubi. Lucunya, dengan masalah yang sedang A hadapi, teman-temannya justru menjauh. Bukan pergi perlahan, mereka justru pergi dengan cepat dan tiba-tiba. Dari sana A mulai menyadari bahwa lingkaran pertemanan mereka salah. Mereka hanya akan ada ketika A berada di puncak gedung tertinggi, di atas sana.  Dari sana, A banyak belajar hal baru. Dan tentu saja banyak hal yang mengubah pribadi A menjadi orang lain. A percaya, bahwa Ia tidak perlu percaya pada teman.

Kalau saya jadi A, saya bingung, mau nyalahin siapa atas semua kejadian ini. Mau nyalahin teman-teman yang enggak setia, tapi gimana? Bukannya salah diri sendiri ya? Karena memilih lingkar pertemanan yang mau bareng – bareng ketika senang saja. Tapi kan, di awal ketemu mereka enggak tau kalau sifatnya gitu. Salah mereka dong, manis di awal. Tapi ya salah diri sendiri juga sih, enggak teliti milih teman. Seharusnya tau, teman kalau enggak baik, ya jahat.

Tuh kan, manusia memang gitu. Tau nya mencari kesalahan. Siapapun. Ujung-ujungnya, enggak tau mau nyalahin siapa ya nyalahin diri sendiri. Miris.

Beberapa hari lalu, sebuah video dari Analisa Channel muncul di beranda youtube saya. Judulnya Berdamai dengan Diri Sendiri. Padahal, waktu itu saya sudah ngantuk dan ingin segera tidur. Tapi, judul dari postingan video tersebut seakan memanggil dan berteriak keras di telinga saya, menyuruh saya untuk menontonnya. Ok, baik, saya turuti.

Ngomon-ngomong tentang Analisa Channel, saya enggak tau kenapa youtube ngerekomendasiin video itu. Seakan-akan, youtube tau bahwa saya sedang membutuhkan jalan terang dan titik balik dari sesuatu yang tengah saya alami. Analisa Channel adalah sebuah channel dari seorang psikiater, yang isinya banyak membahas tentang psikologi. Oh iya, saya belum bilang, bahwa setelah malam itu, saya jadi ketagihan menonton beberapa videonya.

Jadi, di MengAnalisa - Berdamaidengan Diri Sendiri, saya jadi belajar tentang lingkar pertemanan.

Dari video tersebut saya jadi tau, bahwa ternyata ada ilmu tentang: Dinamika Psikologis, Pertemanan level yang berbeda. Contohnya, saat SMP ada pertemanan seperti kepompong, saat SMA seperti AADC, dan saat kuliah mulai individualis, meskipun tetap ada yang akrab sekali. Tetapi itu semua akan berubah ketika dunia kita mulai berbeda. Saat kita mulai memasuki dunia pada tahap yang baru, seperti mulai bekerja, mulai menikah, atau bahkan mulai punya anak. Tingkat pertemanan itu akan berubah. Dan itu akan selalu terjadi pada manusia.

Apa yang harus kita lakukan?
Pertama, kita harus menganalisis dan merefleksi, apa yang kira kira salah? No, bukan maksudnya untuk mencari kesalahan, dia atau saya yang salah. Tetapi kita harus tau, bahwa dalam hidup ini ada lingkaran-lingkaran yang terjadi dengan sendirinya, dan ada pula lingkaran – lingkaran yang bisa kita atur.

Paham?
Begini.
Pernah dengar gak;
“Kita enggak bisa memaksakan semua orang suka sama kita. Kita juga enggak bisa membuat semua orang bahagia sama kita.”

Kenapa?
Karena dalam hidup, kita punya beberapa lingkaran. Misalnya:
Lingkaran pertama; keluarga, orang tua, anak, saudara, sahabat.
Lingkaran kedua; teman kuliah/SMA, teman kerja
Lingkaran ketiga; dll
Tentu saja, lingkaran setiap orang bisa berbeda-beda.

Nah, kita punya kewajiban untuk membahagiakan orang – orang yang kita letakkan di lingkaran pertama ini. Kenapa? Karena mereka juga membahagiakan kita. Jelaskan!

Kalau ada pertemanan yang tidak bisa membuat kita bahagia dan membuat dia bahagia dengan kita, yasudah, letakkan pertemanan itu di lingkaran kedua. Yang salah apa? Ketika kita tetap memaksakan diri untuk meletakkan pertemanan itu di lingkaran pertama. Ini jadi tugas buat diri kita masing-masing. Kita harus bisa menganalisis dan merefleksikan, kira-kira siapa yang kita letakkan di lingkaran pertama, kedua, dan ketiga. Bisa jadi, kita tidak perlu memaksakan teman kita untuk berada di lingkaran pertama pertemanan hidup kita. Letakkan saja di lingkaran kedua, atau bahkan lingkaran ketiga.

“Teman baik itu akan datang dengan sendirinya, kita tidak perlu memaksa untuk berbuat baik kepada mereka.” – Analisa

Thank You Mba Analisa, sudah menghadirkan video ini. Saya jadi belajar sesuatu, tentang lingkaran orang-orang dalam hidup kita. Yang paling penting adalah, kita harus berbuat baik terlebih dahulu kepada diri sendiri, baru kemudian baik kepada orang lain. Kemudian, tentukan lingkaran orang-orang dalam hidup kita. Berusaha, Oke. Memaksakan, jangan!

No comments:

Post a Comment