Beberapa
hari lalu saya memutuskan untuk segera membeli buku karya Aan Mansyur yang
berjudul “Tidak ada New York Hari Ini”.
Sebuah buku kumpulan puisi dalam film Ada Apa Dengan Cinta2? Dan juga potret
jalanan Kota New York.
Kenapa?
Karena
suatu hari, kepala saya terpentol dengan sepenggal puisi dari buku tersebut:
Cinta
“Hari hari membakar habis diriku
Setiap kali aku ingin mengumpulkan
Tumpukan abuku sendiri, jari-jariku
Berubah jadi badai angin
Dan aku mengerti mengapa cinta diciptakan”
So, karena saya sudah selesai membacanya, menikmatinya,
memahaminya, saya ingin menulis beberapa puisi favorit saya dari buku tersebut.
Jika berkenan, belilah di toko buku. Tidak begitu mahal.
Ok,
mulai membaca ya. Tapi janji, jangan nangis di hadapan tulisan ini ya!
Tidak ada New York hari ini
Tidak ada New York
hari ini
Tidak ada New York
kemarin
Aku sendiri dan
tidak berada di sini
Semua orang adalah
orang lain
Bahasa Ibu adalah
kamar tidurku
Kupeluk tubuh
sendiri
Dan cinta – kau
tak ingin aku
Mematikan mata
lampu
Jendela terbuka
Dan masa lampau
memasukiku sebagai angin
Meriang. Meriang.
Aku meriang.
Kau yang panas di
kening. Kau yang dingin di kenang.
Pukul 4 pagi
Tidak ada yang bias diajak berbincang. Dari jendela kau lihat
bintang-bintang sudah lama tanggal. Lampu-lampui kota bagai kalimat selamat
tinggal. Kau rasakan seseorang di kejauhan menggeliat dalam dirimu. Kau berdoa:
semoga kesedihan memperlakukan matanya dengan baik.
Kadang-kadang, kau piker, lebih mudah mencintai semua orang daripada
melupakan satu orang. Jika ada seorang terlanjur menyentuh inti jantungmu,
mereka yang dating kemudian hanya akan menemukan kemungkinan-menungkinan.
Dirimu tidak pernah utuh. Sementara kesunyian adalah buah yang menolak dikupas.
Jika kau coba melepas kulitnya, hanya akan kau temukan kesunyian yang lebih
besar.
Pukul 4 pagi. Kau butuh kopi segelas lagi.
Bahasa Baru
Di bawah langit
yang sama, ada dua dunia berbeda. Jarak yang membentang di antaranya
menciptakan bahasa baru untuk kita. Tiap kata yang kau ucapkan selalu berarti kapan. Tiap kata yang ku kecupkan melulu
berarti akan.
Kesedihan
Puisi
Puisi ini butuh satu kata
Yang belum pernah menyentuh
Pikiran dan lidah siapa pun – tapi
Kau mengerti artinya. Hanya kau.
Aku ingin hidup di jantung kata itu
Sebagai kesedihan hampa yang jauh
Lebih berat dari seluruh kebahagiaan
Yang mampu manusia terima
Di jalan menuju rumah
Di jalan menuju
rumah, aku tidak mampu membedakan antara pagi yang lumrah dan sore yang merah
bagai kesedihan pecah di sepasang matamu.
Aku tidak mampu
membedakan: kilau lampu-lampu merkuri di tepi jalan dan perkara yang tidak
bernama dalam diriku.
Aku tidak mampu
membedakan: suara yang memanggil-manggil dari hari lalu dan beku udara yang
menggigil di tulang-tulang ku.
Aku tidak mampu
membedakan, apakah bayanganmu yang dating atau tubuhku yang pulang.
Itu beberapa puisi karya Aan Mansyur dalam buku “Tidak ada New York Hari Ini” yang
berhasil membuat saya memberi tanda lipatan kecil di setiap lembar bukunya untuk puisi-puisi favorit saya.
Agar suatu saat jika ingin membacanya kembali, saya tau di mana halaman puisi
favorit saya.
Satu jam setelah dari Gramedia |
No comments:
Post a Comment