Tuesday, March 19, 2019

Tujuan dan Pilihan


Halo apa kabar?

Saya ingin mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan simpel.
“Benarkah tujuan hidup yang sudah kau pilih saat ini?”
Silahkan dijawab sendiri. Tak perlu tanya orang lain.

Tulisan kali ini, saya akan sharing tentang sesuatu yang terjadi pada saya. Entah, apa ini wajar disebut sharing, tetapi semoga menjadi sebuah pelajaran.

Bicara pedas, saya seorang maniak pedas, kali! Atau kalau kata anak milenial, banget! Entah itu makan nasi, mie atau bakso, apapun deh. Yang bisa dipedas-in, harus pedas kalau bisa. Sempat berhenti sebentar saat itu, karena tiba-tiba kondisi lambung saya drop. Tetapi setelah berobat, kecintaan akan “PEDAS” selalu singgah. Bahkan tidak hanya singgah, ia memilih untuk menetap. Jadi saya sudah terbiasa lagi makan makanan pedas. Salah satu contoh makanan pedas yang akhir-akhir ini begitu sering saya makan adalah nasi ayam geprek. Tidak tanggung-tanggung, saya sering memesan level 5, level tertinggi. Dimana jika disediakan level 10, maka akan saya pastikan bahwa saya akan memesan level 10.
 
Ayam Geprek Level 5
Singkat cerita, akhir-akhir ini saya juga sedang tertarik makan eskrim kerok pinggiran jalan, eskrim masa kecil. Hampir setiap hari jadi jajanan rutin. Alasannya simpel, enak. Dengan varian rasa yang berbeda, cokelat, vanila blue, alpokat, durian, benar-benar hampir setiap hari saya makan deh.

Eskrim
Eskrim corong

Well
, jumat sebelumnya, perut saya tiba-tiba berangin. Cukup banyak. Sabtu nya, perut mulai keram. Ditambah siang harinya saya keceplosan makan nasi padang. Ya, bayangkan saja isi nasi padang itu, cabai, cabai dan cabai. Minggu hari, saya keluar dari pagi, siangnya pulang. Alasannya karena kondisi perut sudah semakin tidak bersahabat. Jadi saya putuskan untuk istirahat dirumah. Senin pagi, saya tidak masuk kerja. Keram perut tidak hilang sama sekali, bahkan semakin menjadi-jadi. Sorenya, bersama Mamak, sayapun kedokter praktek spesialis penyakit dalam.

Kata dokternya, kondisi lambung sudah mulai parah. Keram perut ini disebabkan radang yang akut. Jadi, wajar saja jika sakit sudah mulai tak tertahankan. Setelah mendapatkan obat, kami pulang, dan saya beristirahat sambil menahan rasa sakit. Keesokan hari, keram belum juga pulih. Saya memilih istirahat di rumah. Keesokan harinya, kondisi juga belum membaik, meskipun perlahan keram sudah mulai menghilang. Tapi tetap saja, untuk melakukan aktifitas pekerjaan seperti biasa, saya masih belum punya kekuatan. Malamnya, tubuh saya dilanda rasa dingin yang luar biasa. Memang, kemarin-kemarin gejala demam ada, tetapi tidak sampai hampir menggigil seperti malam itu. Begitupun besok malamnya, demam kembali menerjang ditengah malam. Saya harus memeluk diri sendiri sekencang-kencangnya saat pukul 1, antara khawatir membangunkan orang tua dan tidak punya tenaga lagi untuk membangunkan mereka. Sekitar pukul 2, Mamak pun terbangun dan langsung memeluk saya erat. Mengolesi minyak kayu putih, menyuruh saya minum air putih, dan lain-lain. Hingga saat subuh hampir tiba baru saya mulai tertidur kembali.

Setelah dilanda demam yang cukup tinggi, akhirnya saya melakukan tes darah. Dokter khawatir, bahwa saya terserang tipes atau DBD. Dan ternyata dugaan dokter tersebut benar, saya positif DBD.
Mendengar hal tersebut, saya hanya bengong. Hah DBD? Benarkah? Saya belum pernah kena DBD, kenapa harus terkena DBD? Mana sih nyamuk-nyamuk nakal itu, berani menggigit saya? Belum pernah saya gigit ya?

Dan, ternyata selain fakta bahwa demam-demam yang saya alami dikarenakan DBD, ada sebuah fakta baru yang cukup mengejutkan saya.

Kau ingin tau?
Yakin?
Tidak menyesal?
Kalau nanti menyesal, jangan minta saya untuk tanggung jawab ya. Perasaan ini mudah terluka, jika kau menyesal karena saya, saya bisa kembali terluka. Apalagi sampai harus tanggung jawab.
Ok, lupakan.

Ok, faktanya adalah bahwa saya SUDAH PERNAH TERKENA DBD sebelum ini.

Bukan. Saya tidak bohong mengenai saya yang belum pernah kena DBD. Memang dari dulu saya belum pernah, atau sebenarnya dari dulu saya tidak pernah tau.

Hasil:
Anti Dengue IgG positif.
Anti Dengue IgM positif.

Kata dokternya, jika dua-duanya positif itu menandakan bahwa ini bukan lagi DBD pertama yang saya alami. Bisa jadi yang kedua, ketiga atau kesekian kali.

Mendengar itu, saya terkejut sih. Sempat merespon, tetapi ya begitulah hasilnya. Dan alhamdulillah, trombosit saya cukup normal, tidak di bawah rata-rata. Jadi saya hanya perlu perbanyak minum air. Namun dokternya berpesan untuk melakukan tes darah rutin esok hari, untuk melihat perkembangan trombosit. Dan alhamdulillah kembali, meskipun masih dilanda demam, trombosit saya terus meningkat.

Jadi, sekitar 1 minggu (lebih) saya menahan rasa keram dan perih dilambung sekaligus demam DBD. Sekitar 1 minggu, saya menghabiskan waktu dirumah. Dari pagi sampai pagi lagi. Jika diingat-ingat, kegiatan saya dari awal tahun 2019, saya hampir tidak pernah berada di rumah selain malam hari. Weekend? Jangan tanya, tidak pernah ada sejarah berada di rumah sebelum mulai sakit. Terapi, selama sakit, saya benar-benar di rumah. Dari bosan hingga bosan kembali, saya tetap di rumah. (Sakit) ini rasanya jadi melunasi waktu hari minggu saya yang sudah lewat.

Berbicara sakit, saya jadi teringat diri saya di 2 – 3 tahun lalu. Saya merasa saat itu, saya sudah menjadi orang yang kuat. Saya pernah jatuh sakit sampai harus opname tengah malam. Menjelang siang hari, saya pulang, dan setelahnya saya pergi ke kampus, meskipun bukan untuk belajar. Saya merasa, waktu itu saya sudah menjadi orang yang kuat, tidak lemah seperti saat ini, yang sering dilanda sakit. Dan jika saya ingat-ingat lagi, terakhir saya sakit sebelum ini adalah bulan November 2018. Hanya berselang 3 bulan, saya sudah drop lagi.

Mungkin, harus ada yang saya ubah dalam hidup. Setidaknya, saya bisa kembali kuat seperti dahulu. Ya, walaupun sebenarnya memang tidak kuat, setidaknya tidak gampang sakit lagi lah, sampai harus disuruh mengkonsumsi vitamin.

Apa yang harus saya ubah?

Pola pikir.
Menurut saya, kalau ada sedikit masalah jangan langsung dibebankan ke pikiran. Apalagi sampai harus menangis dan memikirkan jalan keluar seorang diri. Make it simple. Setidaknya, saya selalu punya tempat bercerita, jadi tidak meletakkan semua beban pada diri sendiri. Ada tempat dimana saya bisa berbagi duka, bukan hanya suka.

Pola hidup.
Pola hidup saya memang abstrak sekali semenjak akhir tahun lalu, saya akui itu. Ceplos sana ceplos ini. Ambil kegiatan ini ikut kegiatan itu. Benar-benar pola hidup sembarangan dan menderita deadline. Jadi senikmat-nikmat saya tertawa, itu rasanya belum benar-benar sebuah tawa. Begitulah.

Pola makan.
Kenapa haru pola makan? Karena saya punya riwayat penyakit lambung (yang mulai parah). Dan jika terus-terusan mengikuti hawa nafsu untuk makan pedas, sampai kapan lambung saya bisa bertahan? Lagi pula, saya akui, lidah saya seperti sudah kebal dengan rasa pedas. Bayangkan saja, ketika orang disamping saya kepedasan makan nasi ayam geprek level 2, saya masih begitu sangat santai makan level 5. Tetapi jangan tanya lambung saya. Ia jauh berbeda dengan lidah saya. Sayanya saja yang baru sadar sekarang.

Ok, itu sih yang menurut saya perubahan-perubahan yang harus saya lakukan. Karena, balik lagi deh, pada pertanyaan “Benarkah tujuan hidup yang sudah kau pilih saat ini?”
Kalau jawabannya iya, tapi sering sakit-sakitan, ya untuk apa?

Jadi mulai sekarang, saya harus mengubah 3 pola dalam hidup, yaitu; pola pikir, pola hidup, dan pola makan. Semoga pengalaman saya ini bisa membuat kau menemukan jawaban “apakah pola hidup mu selama ini sudah benar?”
Find the answer!

No comments:

Post a Comment