Tuesday, March 5, 2019

Could You Stay?


Rasanya saya seperti akan gila.

“Saya macam anak gila sebentar lagi, memandang profil WA dia kapan online. Ngetik, hapus, ngetik, hapus. Kalau nanti saya benar-benar gila, tolong bantu pulihkan ingatan saya lagi ya, vi.”

Curhat saya disebuah laman chat WA pada seorang teman.

Saat menulis ini, saya sedang mendengarkan lagu nya Fourtwnty - Bukan Untukku. Tentu saja sambil menahan diri untuk tidak benar-benar menjadi gila. Jadi saya memutuskan membuka laptop dan menulis tulisan ini.

Pasalnya adalah, saya dilanda perasaan ‘aneh’ semenjak tadi pagi. Ada sesuatu yang terus mengganggu pikiran saya. Beberapa usaha kecil sudah saya lakukan dari pagi, tetapi hingga malam ini, ketik-hapus-ketik-hapus masih saja saya lakukan tanpa berani menekan tombol ‘send’.

Seorang teman.
Ini semua bermula dari beberapa tahun silam. Sebuah kedekatan, sebuah pertemanan, sebuah kehilangan. Alurnya memang demikian. Saat tiba di titik kehilangan seperti ini, saya kembali flashback dengan keadaan beberapa tahun lalu. Bagaimana kami berbincang, bercerita tentang masa SMA. Saling membantu, menutupi tugas satu sama lain. Bercerita tentang planning kedepan, tentang sepenggal masa lalu. Hingga tiba disuatu hari, saya patah hati.

Saat itu, saya dan dia sedang mengikuti sebuah kegiatan. Kami duduk sambil berbagi cerita, hingga ia menyeletuk.
“Sibukkin diri, ikut-ikut acara dan kegiatan, ketemu orang-orang. Rasa patah hati itu akan hilang seiring waktu.” Ucapnya setelah saya bercerita tentang sebuah rasa patah hati. Saya hanya terdiam saat itu sambil merenungi kalimatnya.
“Ya, kayak acara hari ini. Apalagi kita duduk di meja paling depan, ketemu orang-orang terus. Pasti rasa galaunya hilang.” Sambungnya kembali.

Sebuah nasihat darinya yang sampai saat ini masih begitu terkenang, masih begitu melekat. Karena kalimatnya benar-benar saya buktikan selama 2 hari dalam kegiatan tersebut. Sibuk atau menyibukkan diri, hingga tidak ada waktu untuk memikirkan rasa galau, juga bertemu orang-orang baru. Selama 2 hari dalam kegiatan tersebut, saya merasakan efek yang cukup besar dalam hidup saya. Bisa dikatakan, dia termasuk salah satu yang mengubah hidup saya.

“Bisakah saya mengembalikan sesuatu yang telah hilang? Tidak. Bukan telah hilang. Tetapi, mengembalikan yang belum benar-benar hilang. Dia belum benar-benar hilang.”

Dan sekarang, setelah menulis ini, saya memutuskan untuk memilih tombol ‘send’.

“Apa kabar?”

Could you stay to be my friend? I mean, my best friend?

No comments:

Post a Comment