“Alina
tercinta,
Bersama
surat ini kukirimkan padamu sepotong senja–dengan angin, debur ombak, matahari
terbenam, dan cahaya keemasan.”
Itulah bait pertama dari Trilogi
Alina, Sepotong Senja untuk Pacarku.
Well,
kali ini saya bukan ingin menulis referensi buku, apalagi mengupas tuntas isi
buku Sepotong Senja untuk Pacarku karyanya Seno Gumira Ajidarma. Tetapi saya
hanya ingin berbagi sedikit pengalaman setelah membaca buku ini.
Harus dimulai dari mana ya? Mungkin dari
pertama kali terinspirasi? Atau keinginan untuk membeli buku ini?
Ya, jadi beberapa bulan lalu saya
menonton sebuah video, Dian Sastro membacakan bagian kedua dari Trilogi Alina
ini, dan seketika saya jatuh cinta. Jadi saya memutuskan untuk membeli buku
ini. Rasanya ingin terbuai oleh cerita-ceritanya dengan membaca sendiri dari
buku. Tentu saja, terbuai oleh potongan senja dari seorang pacar, seperti
Sukab, pada cerita tersebut. Dan pada akhirnya, buku tersebut berhasil saya
beli pada bulan Februari. Entah saya yang masih terlalu sibuk, atau sok sibuk,
buku tersebut benar-benar belum terbaca dibulan Februari. Nah, karena kebetulan
minggu lalu saya sakit, ingat ya ‘kebetulan’ saya sakit, saya pun jadi punya
waktu untuk membaca buku karya Seno tersebut.
Dan benar saja, dalam keadaan sakit
saya justru terbuai oleh ceritanya. Membaca sambil berimajinasi bagaimana sepotong
senja bisa dipotong oleh seorang Sukab dan dimasukkan dalam sebuah amplop untuk
dikirimkan pada Alina.
“Alina
yang manis, Alina yang sendu.
Akan
kuceritakan padamu bagaimana aku mendapatkan senja itu untukmu. Sore itu aku
duduk seorang diri di tepi pantai, memandang dunia yang terdiri dari waktu.
Memandang bagaimana ruang dan waktu bersekutu, menjelmakan alam itu untuk
mataku. Di tepi pantai, di tepi bumi, semesta adalah sapuan warna keemasan dan
lautan adalah cairan logam meski buih pada ombak yang menghempaskan itu tetap
saja putih seperti kapas dan langit tetap saja ungu dan angin tetap saja lembab
dan basah dan pasir tetap saja hangat ketika kususupkan kakiku ke dalamnya.
Kemudian
tiba-tiba senja dan cahaya gemetar. Keindahan berkutat melawan waktu dan aku
tiba-tiba teringat padamu. “Barangkali senja ini bagus untukmu,” pikirku. Maka
kupotong senja itu sebelum terlambat, kurekat pada empat sisi lantas kumasukkan
ke dalam saku. Dengan begitu keindahan itu bisa abadi dan aku bisa
memberikannya padamu.”
Bisa kau bayangkan, bagaimana
seseorang memotong senja hingga senja telah hilang dan cakrawala berlubang
sebesar kartu pos? Bagaimana seorang Sukab lari dari polisi karena telah
berbuat kriminal, memotong senja. Bagaimana Sukab bersembunyi di gorong-gorong
hingga ia menemukan dunia lain yang juga memiliki senja. Ia potong senja dari
dunia tersebut dan memasangnya pada cakrawala yang telah berlubang sebesar
kartu pos. Bagaimana Sukab pada akhirnya mengirimkan sepotong senja dalam
sebuah amplop melalui tukang pos.
“Sukab
yang malang, goblok, dan menyebalkan. Kamu tahu apa yang terjadi sepuluh tahun
kemudian? Tukang pos itu tiba di depan rumah kami. Ya, rumah kami. Setelah
sepuluh tahun banyak yang terjadi dong Sukab, misalnya bahwa aku kemudian
kawin, beranak pinak, dan berbahagia. Jangan kaget. Dari dulu aku juga tidak
mencintaimu kamu Sukab. Dasar bego. Dikasih isyarat tidak mau mengerti. Sekali
lagi, aku tidak mencintaimu. Kalau aku toh kelihatan baik selama ini
padamu, terus terang harus kukatakan sekarang, sebetulnya aku cuma kasian.”
Bait terfavorit dari bagian 2 Trilogi
Alina, “Jawaban Alina”.
Bisa kau bayangkan, bagaimana keadaan
saat Alina menerima sepotong senja dari Sukab? Bagaimana senja tersebut keluar
dari dalam amplop lengkap dengan langit biru bercampur keemas-emasan, pantai
yang terhampar seperti permadani, juga laut yang membanjiri bumi. Bisa kau
bayangkan bagaimana orang-orang tidak panik dengan gelombang raksasa yang tidak
datang dari pantai tapi dari atas bukit? Bisa kau imajinasikan seandainya kau menjadi Alina?
Bagian ketiga dari Trilogi ini
menceritakan bagaimana surat (sepotong senja) tersebut bisa terlambat sampai pada
Alina padahal itu adalah sebuah amplop Federal Express. Menceritakan tentang
seorang tukang pos yang begitu unik, melakukan perjalanan panjang dengan sebuah
sepeda untuk mengirimkan surat-surat tersebut. Ia telah mengantarkan surat ke
berbagai pelosok bumi. Mengantar surat pada seorang pedati yang terus mengelilingi
bumi. Mengantar surat kepada seorang pengemis yang paling susah dicari karena
tidak memiliki alamat, hingga pada akhirnya pengemis itu sendiri yang menyapa
tukang pos dan bertanya ‘kau bawa surat untukku?’. Dan juga beberapa surat yang
lainnya, termasuk surat untuk Alina.
“Aku
tidak ingin masuk, tapi aku tersedot ke dalamnya. Seperti mimpi saja rasanya,
tiba-tiba aku sudah berada di dalam amplop dan berenang seperti ikan. Ternyata
amplop ini memang berisi senja, sepotong senja dimana terdapat matahari yang
sudah terbenam separuh di cakrawala. Tetapi di dalam amplop semesta adalah
dunia air dan aku menjadi ikan yang bisa bernapas dengan insang. Aku menjadi
manusia ikan. Sekarang, aku tahu bahasa ikan. Di dalam dunia air aku mendengar
banyak sekali suara-suara, yang setelah kuperhatikan ternyata adalah kata-kata.
Ikan-ikan adalah para penyair. Mereka bertukar kata dengan puisi yang tak
terjemahkan dalam bahasa manusia.”
Itu sebabnya amplop Federal Express
bisa terlambat sampai 10 tahun lamanya kepada Alina, karena tukang pos tersebut
telah terbuai oleh cahaya keemas-emasan yang muncul dari dalam amplop.
Bisa kau bayangkan bagaimana dunia air
di dalam amplop tersebut? Bagaimana tukang pos tersebut bisa terjebak
di dalamnya selama 10 tahun namun ia tidak menua sama sekali di dalam sana. Bisa
kau bayangkan bagaimana pada akhirnya amplop tersebut sampai pada Alina.
Sepotong Senja untuk Pacarku. Sebuah
cerita yang begitu luar biasa. Bahkan sampai saat ini otak saya masih belum
sampai pada titik bagaimana Sukab memotong senja hingga cakrawala
berlubang. Bagaimana kehidupan dunia air dalam amplop. Bagaimana senja dan
seperangkat pemandangannya keluar dari dalam amplop dan membanjiri dunia.
Cerita ini benar-benar punya warnanya
sendiri, dunianya sendiri. Saya rasa, jika kau akan membaca ini, maka
bersiap-siaplah untuk masuk dalam dunia yang Seno imajinasikan.
Selamat membaca.
Sepotong Senja untuk Pacarku |
No comments:
Post a Comment