“Aku hanya ingin menangis, kemudian kembali tertawa" - Kem
Ada sepenggal kecewa, namun ku memilih diam. Pada rumput yang terus mengelokkan tubuhnya lantas berusaha mencari cakap. Pada angin yang hembusnya mulai kehilangan arah kemudian memilih pecah.
Dear Masa Lalu
Pantaskah aku memanggilmu “Masa Lalu”? Ah sudah berakhirkah ini? Begitu cepat. Ku pikir, kita baru saja bertemu 2 hari lalu, kemudian bertepi cerita dalam gelembung tawa. Sudah berlalukah 2 hari tersebut? Sepertinya.
Kepalaku masih ingat bagaimana tawamu mampu mengubah cerita sedihku menjadi tawa. Bahkan cerita gokilmu mengubah warna pelangiku menjadi lebih berwarna. Percayakah kamu? Aku berkata jujur.
2 hari lalu (sebut saja tahun-tahun itu sebagai 2 hari) menjadi pelajaran terbaik ku selama hidup. Kenapa? Mungkin karena tawamu mampu mengubah deru emosiku. Atau mungkin karena sedihmu mampu menciptakan aura keibuanku. Entahlah. 2 hari itu terlalu menceritakan sisi lemahku saat ini. Bahwa aku begitu berat melepaskan segalanya.
Kau tau, “segalanya” bagiku apa. Aku pernah menceritakan disalah satu waktu dalam 2 hari itu.
Sekarang, lagu Jikustik - Puisi, terus saja mengalir dalam playlist laptopku, bahkan saat aku sedang menulis ini. Kau tau, kisah lagu tersebut seperti apa yang sedang ku alami saat ini.
Dulu, aku begitu menyukai tulisan kebahagiaanku tentangmu, tentang 2 hari bersama kita, puisi-puisi tentangmu. Bagaimana waktu-waktu yang pernah ku lalui menunggumu kembali bercerita banyak hal padaku. Lalu, itu semua akan lenyap begitu saja.
“Kapan lagi ku tulis untukmu, tulisan-tulisan indahku yang dulu. Pernah warnai dunia, puisi terindahku hanya untuk mu. Mungkinkah kau kan kembali lagi menemaniku menulis lagi. Kita arungi bersama, puisi terindahku hanya untukmu...” Jikustik - Puisi
Jika aku boleh meminta
Bisakah untuk tidak menjadi masa lalu ku?
No comments:
Post a Comment