Wednesday, December 11, 2013

Hujan Desember

11-12-2013

Dear hujan

Aku tahu, pada akhirnya kau akan datang setelah aku melalui penantian yang begitu panjang. Kau akan datang di sela sela kesunyian yang sedang ku rasakan, disetiap pola kehidupan yang sudah lelah ku bentuk, di sudut sudut ruang tawa yang sudah jarang tuk ku temui, dibelahan samudra yang terlalu sulit untuk ku sebrangi. Sekarang, aku mulai yakin kau benar benar hadir. Mengalir, jatuh, disetiap helaan nafas hidup ku, merasuki benih benih kepercayaan yang sempat redam, memendam sebuah kesejukan yang selama ini hilang dari rasa yang pernah ku miliki.

Aku bisa mendengar embun embun yang bergerak jatuh dari ranting daun ke ranting daun lainnya pada pohon cemara. Sejuk. Membasahi permukaan daun daun lebar, pun daun talas, disetiap helaiannya.

Aku berjumpa pagi yang dingin, pagi yang baru ketika kau datang. Membawa sepucuk angin yang sudah lama, sudah terkenang. Aku memelukmu, seolah bisa menyentuh mu saat itu juga karena rasa kerinduan yang begitu terpendam. Aroma pagi ini ternyata berhasil mengubah pandanganku, tentang hujan. Aku tahu, pada akhirnya meskipun kau sudah berulang kali mencoba membuat ku menepis segalanya tentang dirimu, meyakinkan bahwa kau tidak akan kembali menyejukanku, itu tidak akan berhasil, sayang. Lihatlah, Desember ini, meskipun aku hampir putus asa mengharapkanmu, kau hadir. Lihatlah.

Ini desember yang indah. Aku tahu.

Bukan masalah tentang akhir tahun dibulan desember ini. Tetapi tentang sebuah kerinduan. Desember. Hujan.

Ketika aku mulai ragu pada musim, yang pernah mencederai ingatan kecilku, ternyata desember kini benar benar hadir membawa hujan yang ku rindukan. Tidak tidak. Aku tidak pernah menyalahkan bulan lainnya, aku hanya merasakan kehilangan, kesakitan.

Aku menyibak rantai rantai yang menutupi kehidupanku selama ini. Tetapi hanya kekosongan, lagi lagi kesakitan, sesuatu yang kelam. Namun kini berbeda. Aku melihat rintikan hujan jatuh membasahi bumi, membahasahi jiwa ku yang telah tercabik cabik, mengguyur semua kasih sayang yang begitu sulit kudapati. Aku melihat cakrawala indah dilangit sana, bersama hujan. Pelangi. Ia seperti sepenggal matahari yang sedang tenggelam dilangit sore, melengkapi keindahan alami. Seperti pelangi saat ini. Yang membantuku memulihkan potongan cerita cerita indah masa lalu sehingga menjadi sebuah cerita, yang utuh, kembali. Aku mulai tersenyum melihatnya, memandangnya seolah membangkitkan semangat jiwaku yang pernah pudar seperti badai yang menerbangkan genting genting rumah. Jiwaku pulih. Tentu saja, ini benar benar desember yang indah.

Aku telah berdoa sepanjang ini,selama ini, sepenantian yang kupikir tidak akan mampu ku lewati. Aku berhasil melewatinya. Lihatlah. Ini desember dengan hujannya dalam doaku setiap malam. Pandangilah.

Aku mencintai hujan. Dalam rintikan butir butir airnya aku menemukan potongan potongan cerita masa lalu, menemukan secuil kebahagiaan yang pernah ku lalui. Dalam setiap kesejukan angin yang dibawanya, aku mendapati ingatan ingatan yang sudah hampir terlupakan, tertanam, oleh kepahitan. Dalam suaranya yang memenuhi genting genting rumah, aku menyadari kebodohan kebodohan yang pernah membawa dampak buruk bagiku, baginya.

Aku mencintai hujan. Terlebih lagi ketika hujan mampu membuka pikiran ku untuk bahagia.

Bagiku, hujan adalah air mata ketika aku menangis. Maka, izinkan aku, pertemukan aku dengan hujan ketika aku sedang menangis. Setidaknya aku tidak menangis sendirian. Aku rela menjemput hujan, meskipun ditengah hujan. Aku ingin hujan. Hujan, seperti desember ini.

Lihatlah, aku sedang menarikan jemariku pada rintik hujan. Aku merasakan kebahagiaan lain desember ini, kebahagiaan akan hujan. Kau tahu, inilah bulan yang selalu ku nanti. Karena aku berharap dapat menjemputmu, menjemput hujan dalam kerinduan, dalam penantian, dalam tatapan kesejukan yang selalu ku nantikan.

Karena pada akhirnya, aku benar benar terbangun untuk desember ini. Untuk hujan. Untuk cintaku yang sekian lama telah berlabuh dalam gelombang mimpi, mempermainkan imajinasiku yang terus bergerak tanpa arah. Melewati setiap tikungan sempit tanpa seberkas cahaya. Aku benar benar melepas rindu pada hujan desember ini.

No comments:

Post a Comment