Sunday, October 13, 2013

Awan Yang Menangis

Saat ini saat dahulu. Sepertinya tidak ada yang berubah. Aku tetap menjadi seseorang yang selalu mudah dilupakan. Sepertinya itu memang takdir aku. Mau tidak mau aku harus bisa menerimanya kalau masih ingin bertahan hidup.

Semalam hujan. Sudah lama tidak melihat hujan kembali. Entah karena hujan memang tidak pernah menghampiriki ku lagi atau aku yang terlalu sibuk ya? Tetapi, meskipun hujan sesaat itu datang dan mengguyur genting genting rumahku, aku tetap mendengarnya dengan penuh penghayatan hingga akhirnya aku  memutuskan untuk mengambil hp dan menyentuh tombol tombol di layar sentuh tersebut.

“Hujan itu awan yang menangis”

Aku jadi teringat langit, sang biru yang begitu perkasa di atas sana. Ia hanya bisa menatap sang awan yang sedang menangis. “Hai awan, bisakah kau berhenti menangis? Hujan mu terlalu membuatku dingin” mungkin kata itu yang bisa langit katakan. Entahlah.

Hai awan, apakah kamu sering dilupakan oleh orang orang? Ya misalnya seperti aku. Apakah kamu percaya? Aku adalah orang yang begitu mudah dilupakan loh. Kamu bisa lihat sendiri, aku selalu mencari cara untuk membuat diriku bahagia, tampak bahagia. Aku bisa dengan begitu mudah tertawa, bukankah tidak sulit untuk tertawa. Jadi aku tertawa tawa saja untuk bahagia. Apakah kamu percaya? Meskipun sudah sejauh ini, aku masih saja terlihat baik baik meskipun selalu saja di lupakan. Aku tidak mengeluh, tidak lagi. Aku mulai menerimanya sekarang.

Bagaimana denganmu awan? Apakah kamu senasib seperti ku? Menjadi sesuatu yang begitu mudah dilupakan?

Aku sering diabaikan, terlalu sering. Sepertinya aku benar benar seonggok daging yang berjalan di hadapan mereka. Aku ada, namun aku tiada. Seperti saat ini, aku ada. Tetapi aku tetap saja diabaikan. Andai saja mereka bisa melihat ku, melihat keberadaan ku saja cukup pikirku. Setidaknya mereka sadar bahwa ada aku loh diantara mereka saat ini. Tolong jangan mengabaikanku.

Hei. Kamu tidak perlu menatapku dengan tatapan kasihan seperti itu. Aku tak perlu dikasihani kok. Aku masih punya banyak cara untuk bisa  tertawa agar terlihat bahagia. Kamu perlu bukti? Kemari. Datanglah pada ku. Lihat tawaku. Masih terbuka dengan lebar kan. Jadi aku ulangi sekali lagi, kamu tak perlu mengasihaniku.

Hai awan, ku pikir kita berbeda. Aku selalu diabaikan dan terus saja dilupakan. Sedangkan kamu tidak. Langit selalu memerhatikanmu kan? Tak perlu malu malu menutupi senyummu. Aku tau. Langit selalu perhatian padamu. Ia selalu setia menjagamu awan. Tenang saja, langit terus berada diatasmu kok, tentu saja menjaga dan menyayangimu dengan caranya sendiri. Terkadang caranya ya seperti itu, tidak kamu ketahui. Kamu hanya perlu lebih peka lagi terhadap langit, awan. Ada hal hal yang ia tunjukan padamu karena ia begitu menyayangimu, tapi kamu tidak peka menanggapinya. Jadi, selamat ya. Kamu menjadi awan yang berbeda dari ku. Kamu bukanlah sesuatu yang mudah dilupakan seperti aku kok. Tenang saja.
Congrats awan.

***

Kemarin kemarin dan kemarin. Terlalu banyak kemarin. Aku sibuk, benar benar sibuk. Tetapi aku selalu menyempatkan diri untuk berbahagia. Tentu saja aku kan ingin bertahan hidup. Headset selalu jadi sasaran utamaku, tentu saja dengan sekumpulan lagu di playlist favorit ku. Apa jadinya headset tanpa lagu yang di putar. Hanya bising udara yang terdengar kalau begitu.

Selain itu, aku juga menyempatkan diri mencari kebahagiaan lain.  Kan sudah ku katakan. Aku ingin bahagia agar bisa bertahan hidup. Meskipun sibuk aku selalu bisa membuat diriku bahagia. Kamu juga ya.

Sekitar seminggu yang lalu, aku mengikuti salah satu acara jurusan di kampus ku. Ospek gitu. Jadi ya aku benar benar sibuk sepertinya. Pulang malam, banyak yang harus aku persiapkan untuk segala perlengkapannya. Jadi aku kehilangan banyak waktu. Kehilangan? Waktu itu bisa hilang ya? Haha lucu juga waktu bisa hilang. Terus sehari bukan 24 jam? Jadi?
Fokuslah. Sehari tetap 24 jam kok. Hanya saja aku kehilangan waktu istirahat dan waktu untuk bahagia. Itu saja mungkin.

Banyak yang ku dapatkan dari acara itu. Selain menambah teman teman baru juga, (yang kuharap tidak dengan mudah bisa melupakanku begitu saja) aku bisa lebih menghargai waktu waktu sekarang. Kenapa? Karena tentu saja ini adalah masa masa dimana aku merasakan menjadi seorang mahasiswa dan kuliah. Setelah beberapa tahun lagi, insyaAllah, masih diberikan umur mungkin statusku bukan sebagai mahasiswa lagi. Jadi ya, nikmatin saja masa masa kuliah ini. Jangan mengecewakan orang tua. Raih semua apa yang belum aku dapatkan. Ya kalau dipikir pikir banyak, banyak sekali hal yang belum bisa aku raih.

Apakah kamu tahu mimpiku? Harapanku?

Begitu banyak. Aku ingin mewujudkannya saat ini. Maukah kau menyemangatiku? Jangan lupakan aku ya, juga jangan abaiknan aku. Aku ada.

Hai, kamu pernah pergi meninggalkanku. Jujur saja. Aku terluka saat itu. Kamu tau bagaimana lukanya seorang perempuan yang ditinggal, pergi, oleh seorang laki laki yang disayanginya? Aku pikir kalimat “perempuan menggunakan 90% perasaannya dalam menghadapi sesuatu, sedangan laki laki hanya beberapa persennya saja” itu benar, dan terjadi padaku. Aku kehilangan rasa. Aku menutupi rasaku. Aku membencinya.

Apakah kau tau, rasa yang pernah menyergap seluruh jiwaku hingga lemah, seakan semua darah mengalir keluar dari tubuhku. Apakah kau tau, tawa tawa yang semenjak kau tinggalkan aku begitu sulit ku ciptakan seorang diri dengan terpaksa. Apakah kau tau, bagaimana perjuanganku untuk menutup ingatan memori tentang kepergian mu rapat rapat dalam kotak pengingatku? Apakah kau tau, kesedihan setiap kali aku menatap layar ponsel dan ucapan selamat tinggal darimu selalu saja bisa membuatku menangis.

Kamu pernah pergi meninggalkanku. Dan aku tahu itu.

Salahkah jika sekarang, untuk saat ini, aku hanya ingin membuang ingatan bahwa kamu pernah pergi?

Setelah waktu berlalu, aku mulai mengerti. Kamu tidak tau sakitnya ditinggalkan. Kamu tidak tau perasaan wanita seperti aku. Kamu melihat aku bahagia? Ya, tentu saja aku bahagia. Aku ingin bertahan hidup.

Aku perempuan yang aneh pasti. Aku tahu itu.

Mungkin kita bisa bertukar posisi. Aku yang jadi kamu, dan kamu yang akan menjadi diriku. Ceritanya tetap sama, tidak ada yang berubah. Aku akan pergi meninggalkanmu, sama seperti kamu. Dan kamu akan jadi perempuan aneh seperti ku. Jadi kita sama sama tahu bagaimana rasanya. Bagaimana rasanya meninggalkan wanita yang amat disayangi, bagaimana menjadi wanita yang aneh. Kita akan sama sama tahu.

Jadi kupikir, usaha ku untuk menutup rapat rapat kenangan kepergianmu itu sia sia saja. Aku selalu menutupnya, tetapi selalu juga terbuka kembali. Aku berpikir bahwa aku terlalu bodoh saat itu, saat kamu pergi. Seharusnya aku bisa membalas kembali ucapan selamat tinggal itu. Jadi aku tidak akan merasa bahwa hanya akulah yang ditinggalkan, seperti saat ini. Kasian sekali perempuan seperti ini ya.

“Good bye doesn’t mean to forever”

Ya, aku tahu itu. Tidak semua ucapan selamat tinggal benar benar untuk ‘selamat tinggal selamanya.’ Aku selalu mempercainya. Tentu saja karena aku ingin bahagia. Jadi aku mempercayai bahwa suatu saat nanti kamu yang meninggalkan ku akan kembali. Kita masih punya cerita disini. Ku harap.

Aku butuh udara segar saat ini. Hidupku terasa hambar dan hampa. Aku tidak kekurangan oksigen yang selalu kuhirup dan kuhembuskan itu, hanya saja aku kekurangan oksigen yang bisa membuatku merasa benar benar menghirup udara dan menghembuskannya kembali. Apa bedanya? Tentu saja beda. Oksigen yang ku butuhkan ini harus benar benar bisa membuatku merasa hidup. Kenapa? Sepertinya selamanya ini aku hanya sekedar untuk mencukupi kebutuhan hidup, paru paruku, darahku, semuanya. Aku tidak benar benar menghirup dan menghembuskan. Sudah lama aku tidak pernah berdiam diri, kemudian menghayati satu persatu setiap tarikan dan hembusan nafasku sehingga aku merasa hidup, benar benar hidup. Sudah lama sekali.

Bring back my soul, your soul, together.

Ini bukan sebuah penyesalan. Ini hanyalah upaya untuk menyembuhkan diri dari luka. Luka lama, luka baru, semua luka.

Ada luka, pasti.
Seperti ada pertemuan dan ada perpisahan. Semuanya ada dan tiada, meskipun kamu berharap ada walaupun takdir mengharuskan tiada. We are not God. Hanya tuhan yang bisa menentukan takdir kita. Jika suatu saat nanti aku ataupun kamu terluka, Tuhan telah menentukan takdir kita untuk terluka. Kita tidak memilih, pun tak ingin. Tuhan yang memilih. Seperti pertemuan ini. Apakah aku dan kamu pernah memilih untuk dipertemukan?

Apapun, kita harus bersiap siap pada takdir yang telah di tentukan Tuhan. Kita tidak pernah memilih untuk hidup kan? Tuhanlah yang meniupkan roh dalam tubuh kita sehingga kita bisa hidup. Bagaimana mereka mereka yang telah meninggal? Pernahkah mereka memilih untuk pergi dari dunia ini?

Destiny belongs to God, who knows.


Seperti takdir kita, bagaimana kita dipertemukan. Semuanya adalah benar benar takdir Tuhan.

No comments:

Post a Comment