“Coba liat langit diatas sana. Bulan
sedang tersenyum padaku”
Kata
mu dengan seraut wajah bahagia yang terlihat dari sedikit remang remang cahaya
bulan. Itulah pertama kalinya aku mengagumi sosok dirimu. Bukan seorang puitis,
hanya saja mencoba bergaul dengan kehidupan, apapun, siapapun, dimanapun. Itu penilaian
ku pada mu.
Hingga
saat ini, kata kata itu masih terkenang begitu jelas dalam ingatanku. Meskipun ingatanku
dalam hafalan begitu buruk, ku akui. Tetapi kalimat kalimat yang pernah kau
ucapkan tidak pernah terlupakan begitu saja seperti halnya aku menghafal
pelajaran.
“Entah kenapa, dia begitu sering
melihatku. Padahal aku kerap kali melupakannya di malam hari. Hari hari di
waktu malam ku lebih banyak ku habiskan di kamar bersama lampu lampu. Padahal di
luar sini ada cahaya bulan yang begitu indah. Yang selalu menatapku. Aku pikir
selama ini dia menunggu ku keluar kamar untuk menatapnya juga. Hal yang selama
ini ia lakukan untukku.”
Aku
kembali terpana mendengar kata katanya. Entah kenapa aku seperti tersihir
begitu saja. Untuk waktu yang lama aku tidak menatapnya. Seperti dia. Kami hanya
menatap sang rembulan yang juga menatap kami. Bahkan aku bisa mendengar detak
jantungnya yang begitu berirama pelan, benar benar sedang menikmati malam
dengan cahaya bulan, pikirku.
“Coba kamu lihat, bulan sedang
menatap kamu. Sepertinya ia begitu menyukai kamu.” Katanya
beberapa menit kemudian membuat jantungku berhenti untuk beberapa saat.
“Iya, dia sedang menatap kita
berdua. Sepertinya ia bahagia melihat kita juga menatapnya seperti ia menatap
kita.” Kataku dengan seribu ketololan yang ku sadari
akhirnya.
Setelah
itu tidak ada pembicaraan lagi antara kami.
Aku
jatuh cinta padanya. Pada sang bulan yang terus menatapku. Meskipun pada
akhirnya ia lelah, ia akan pergi. Tetapi aku tahu, ia akan kembali esok malam,
kembali menantikan ku, menatapku.
Aku
juga jatuh cinta pada dia. Dia yang sedang duduk tepat di sebelahku sambil
menatap bulan yang sama. Meskipun ia juga sama seperti bulan. Pergi. Tetapi aku
juga sama yakinnya seperti bulan, dia akan kembali, dan kami bisa menatap bulan
bersama sama lagi.
Tidak pernah
ada cinta yang salah, yang ada hanyalah orang yang salah dan waktu yang salah.
Aku
tidak salah jika jatuh cinta padanya bukan. Aku bisa saja menyalahkan waktu malam
yang membuat ku jatuh cinta padanya. Tetapi itu tidak akan berarti apa apa
bagiku. Bahkan aku akan terlihat lebih bodoh jika menyalahkan sang malam.
Aku
benar benar jatuh cinta padanya. Bukan karena bagaimana cara ia menatapku. Percayalah,
ia tidak pernah benar benar menatapku. Hanya cahaya remang bulan yang benar
benar dapat kami tatap. Bahkan aku sendiri pun sama, tidak pernah benar benar
menatapnya. Entahlah bagaimana bentuk bola matanya, ia mempunyai warna lensa
mata yang seperti apa. Percayalah, aku dan dia benar benar tidak pernah saling
menatap satu sama lain.
Aku benar benar jatuh cinta padanya. Bukan karena
ia selalu berkata layaknya seorang penyair. Bahkan aku pun sendiri tidak pernah
berpikir bahwa ia seorang penyair meskipun setiap kata kata yang ia ucapkan
seperti penyair penyair. Yang aku tahu, aku hanya jatuh cinta pada kalimat
pertamanya yang mengatakan bahwa bulan sedang menatapnya. Entahlah, aku pikir
itu hanya sebuah kalimat yang begitu simpel dan hanya terlontarkan begitu saja.
Tetapi percayalah, kalimat itu yang membuat ku jatuh cinta padanya. Mungkin ia
menyihir ku dengan kalimat itu.
Aku
benar benar jatuh cinta padanya. Bukan karena ia yang pertama kali mengajakku
menatap sang bulan dan berkata seperti itu padaku. Itu terlalu mudah saja. Tetapi
karena ia adalah orang terakhir yang ku yakini, bisa berkata dengan begitu
polosnya sehingga membuat ku jatuh cinta padanya sambil menatap bulan.
Aku benar benar jatuh cinta
padanya.
Tidak
ada yang salah bukan dengan cara ku jatuh cinta padanya. Bukankah cinta tidak
pernah salah?
Jangan
salah kan aku atau pun cinta, juga waktu. Jika memang aku jatuh cinta padamu. Tidak
ada yang perlu disalahkan.
No comments:
Post a Comment