Friday, March 23, 2018

Ima-jinasi


“Berhari-hari, tapi sepi tak kunjung berganti”

Tubuhku mulai lunglai. Sinar matahari yang masuk ke mata semakin redup. Padahal sore belum terlalu larut. Tapi rasanya tak ada lagi daya yang mampu membuka mata ini menjadi sedikit lebih lebar.

Langkahnya tiba di puncak tangga terakhir. Perlahan menapaki lantai yang entah terbuat dari bahan apa. Tak ada deskripsi yang tepat. Mata ini terlalu lelah. Ia menghempaskan jaket abu-abu berbahan, aah sudah ku katakan, mata ini benar-benar lelah. Tak tau bahan jaket apa yang ia gunakan. Yang terlihat dari pelupuk mata yang lelah ini hanya seuntai jaket berwarna abu-abu. Itu pun jika benar.

Jaketnya tergeletak di atas tas ransel biru muda kesukaanku. Ya, warna tas nya adalah warna favorit ku. Entah itu menjadi warna favoritnya juga atau tidak.

Lamunanku pecah. Ternyata kehadirannya benar-benar ada. Ku pikir, ini sama seperti beberapa saat lalu. Imajinasi-imajinasiku yang nakal, membayangkan kehadirannya. Menyuguhkan secangkir teh hangat. Tidak, bukan teh hangat. Sebungkus eskrim cokelat dan vanilla.

Ini benar. Bukan hanya imajinasi, apalagi khayalanku. Lantas apa bedanya? Aaah aku tidak peduli. Yang terpenting saat ini, dia nyata. Matanya menatapku iba. Iba? Tidak, bisakah tatapan itu digantikan dengan sebuah tatapan yang berarti “Kamu lelah? Sini, kamu pasti butuh sandaran”. Kemudian tersenyum, manis, manis sekali hingga aku lupa bahwa ini masih menjadi imajinasi.

No comments:

Post a Comment