Saturday, July 15, 2017

Mine

Dear S^3.

Jika kelak akan ada jarak, saya harap itu hanyalah sebuah ujian. Bagaimana kita dapat mengimplementasikan sebuah bentuk “persahabatan” menjadi suatu realita arti sahabat, bukan hanya sekedar tinta tinta kosong dalam lembaran hari-hari kita.
Jika memang kelak akan ada jarak, saya harap tidak pernah ada tirai tipis yang memisahkan ‘jarak’ kita. Agar sesuatu yang kita sebut karunia terbaik dari Tuhan, sahabat, tidak akan mampu mengubah memori-memori indah menjadi sebuah penyesalan, sebuah kekecewaan.

7 Juni
8 Juni
12 Juli
Selamat, tanggal-tanggal tersebut telah tergantung indah dilangit-langit mimpi kalian.
Saya?
Tanggal tersebut masih bergantungan jauh, entah dilangit yang mana. Berkali-kali saya gapaipun, tanggal tersebut tak kunjung hadir.

“Tidak ada persahabatan yang sempurna di dunia ini, yang ada hanyalah orang-orang yang berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankannya.” – Winna Efendi, Refrain

Can we did it? Mempertahannya

Tahun pertama.
Semuanya masih biasa saja, bahkan kita tidak sekelas. Hanya ada tegur sapa layaknya sebuah pertemuan. Hari demi hari, beranjak hingga bulan demi bulan. Kamu, kamu, kamu dan saya perlahan menjadi kita. Saat itu, kita sering pulang istirahat dari kampus disalah satu kos/rumah, kemudian mengerjakan tugas-tugas kalkulus yang begitu rumit, atau hanya sekedar menonton film di laptop.

Tahun kedua.
Pada tahun ini, kita semua mengambil mata kuliah di kelas yang sama. Kita selalu senang duduk beriringan. Tidak pernah absen mengerjakan tugas bersama-sama. Pergi ke kantin bersama, ke perpustakaan bersama, boncengan motor bersama, dan sekian-sekian kegiatan lainnya. Hingga, pada suatu titik kita mulai merasakan sesuatu yang berbeda, dipenghujung tahun kedua. “Persahabatan” kita diuji oleh sesuatu. Saya dan kamu, mencoba mengimbangi langkah kita bersama, meskipun saat itu kamu dan kamu bahkan tidak lagi terlihat beriringan. Mengingat memori tersebut, seakan mengerjakan tugas kalkulus integral pangkat 3. Benar-benar rumit. Hanya kita yang memahami apa yang sedang kita jalani, apa yang telah kita lewati, dan apa yang akan kita lalui. Pada akhirnya, kamu, kamu, kamu, dan saya tetap menjadi kita. Kita berhasil memecahkan integral pangkat 3 tersebut, saya bangga.

Tahun ketiga.
Setelah melewati tahun kedua yang sedikit berat, kita sampai di tahun ke tiga. Dimana semua mata kuliah terasa lebih berat, praktikum yang cukup banyak, dan tugas yang lebih luar biasa. Tahun itu, pertama kalinya kita menjadi kakak asisten J. Saya dan kamu diterima menjadi asisten mata kuliah ini, sedangkan kamu dan kamu diterima menjadi asisten di mata kuliah lainnnya. Kita ber4 berpasangan di mata kuliah yang sama. Kemudian dengan wajah begitu berseri, diakhir tahun kita  mengambil honor asisten pertama. Semester selanjutnya kita kembali menjadi asisten, meskipun tidak di mata kuliah yang sama. Tahun ketiga ini juga menjadi tahun yang sedikit berat untuk saya. Sebelum akhir tahun ke tiga, saya sempat mengalami kecelakaan (padahal saya tidak suka balapan -_-). Saya harus bolak balik tempat urut beberapa hari sekali. Bahkan saya harus selalu diantar ke kampus, karena tidak bisa membawa motor lagi. Dan kalian, yang selalu memperhatikan saya waktu itu. Mulai dari menjemput saya dari parkiran pagi hari ketika diantar oleh Mamak, duduk disekitar kiri kanan saya agar dapat menjaga saya dari serangan-serangan tak terduga, misalnya seseorang tanpa sengaja menyenggol tangan saya yang terkilir. Kemudian saya akan berteriak dikelas ketika serangan tak sangaja mendarat di tangan saya yang belum pulih itu, tak peduli ada dosen atau tidak. Siang hari, kalian akan memboncengi saya menuju tempat makan atau kos-kosan salah satu dari kalian. Memerhatikan pola makan siang saya, jika bisa kalian juga akan menyuapi saya (hehe). Sore hari, seperti biasa, kalian senantiasa menunggu saya dijemput oleh Mamak selepas perkuliahan. Begitu mengharukannya 1 bulan lebih itu. Benar, 1 bulan lebih saya tidak menyatukan jiwa dan raga dengan motor abu-abu favorite itu L

Tahun keempat.
Tahun keempat ini, terasa begitu banyak duka. Ada saja duka yang silih berganti. Sebelum masuk ke bagian dukanya, kita melalui masa-masa KKP (Kerja Kuliah Praktek). Lagi lagi, karena kita berempat, kita menyusun strategi “dua-dua”. Saya dan kamu melaksanakan KKP di tempat A, sedangkan kamu dan kamu melaksanakan KKP di tempat B. Sesekali, kita akan bertemu dan bertukar cerita mengenai KKP tersebut. Dan detik-detik masa duka pun dimulai. Saat itu, saya sedang, hmm bagaimana menyebutnya ya, intinya saya dilanda masa-masa down oleh kenangan buruk. Saya sering membawa motor sambil melamun, sesekali nyaris menyenggol pengendara disekitar, atau bahkan nyaris merenggut nyawa gara-gara hilang kendali. Bagian yang terkadang masih menjadi favorite saya sampai saat ini adalah mengendarai motor melewati jembatan A menuju jembatan B, kemudian kembali ke jembatan A sambil menikmati pemandangan sekitar (read: sambil mencari ketenangan). Bila masih bosan, saya akan kembali ke jembatan B kemudian kembali lagi ke jembatan A, begitu seterusnya. Masa-masa itu, terasa benar-benar berat. Sesekali saya suka bolos kuliah (meskipun mata kuliah tidak banyak lagi). Bahkan berkali-kali saya memilih tidak fokus dengan kuliah. Saya memilih kegiatan-kegiatan aktif diluar perkuliahan, misalnya ikut kegiatan ini, penampilan itu, membuat projek ini, melaksanakan itu. Hingga saya tiba dititik menjadi orang yang nyaris terlambat menyerahkan laporan KKP akhir semester. Tetapi, apapun yang terjadi dengan saya waktu itu, kalian selalu ada. Belum selesai berita duka yang akan berhasil saya lalui, berita duka lainnya datang dari kamu. Saya masih ingat dari seberang sana, suara serakmu berkata bahwa kamu telah kehilangan orang yang kamu sayangi. Saya hanya bisa diam saat itu, kemudian menangis. Tidak ada kata-kata ‘harapan’ yang keluar dari mulut saya. Satu penyesalan terburuk, saya tidak bisa ada disisi kamu di saat saat seperti itu, saya begitu menyesal. Padahal, kamu selalu ada untuk saya.

Semester awal tahun keempat sudah kita lewati. Saya selalu bersyukur, bahwa kamu, kamu, kamu dan saya masih menjadi kita sampai saat ini. Tahun ini kita bermimpi bahwa ini akan menjadi tahun terakhir kita bersama dibangku kuliah. Kita akan lulus bersama, meskipun kamu, kamu dan kamu sudah lebih dulu memulai apa yang sudah seharusnya dimulai, sedangkan saya baru saja memulainya. Baru beberapa saat memulai, saya sadar bahwa saya sudah ‘terjebak’ dilingkungan yang berbeda. Lingkungan yang tidak akan pernah kalian rasakan. Karena sudah terjebak didalamnya, saya berusaha mencari jalan keluar, namun terlalu beresiko. Saya pun memilih bertahan. Saya sadar, waktu itu hubungan kita seperti sedikit renggang. Mungkin karena kita (saya) merasa bahwa jalan kita sudah berbeda. Ada hal-hal yang selalu coba saya sampaikan, tetapi tidak pernah ada ruang. Pada akhirnya saya memilih mundur dari mimpi kita bersama. Saya pikir, begitu lebih baik, akan ada ruang yang lebih untuk kalian melanjutkan mimpi-mimpi tersebut.

Dan disinilah saya, sedang menulis kalimat-kalimat ini sambil sesekali menghapus embun-embun yang membuat kabur pandangan saya. Terkadang saya selalu menyesal dengan pilihan-pilihan yang sudah saya pilih. Tetapi, beginilah hidup adanya bukan. Hidup, ya tentang pilihan-pilihan itu, tentang segala sesuatu yang harus kita terima segala resikonya. Dan saya masih di sini, menerima segala resiko-resiko itu, sambil mengganti dan menunggu mimpi-mimpi lainnya. Jadi, tak perlu khawatir. Saya bukan (lagi) tipikal orang yang mudah menyerah pada sebuah kegagalan mimpi. Karena seseorang pernah berkata pada saya, “Ketika mimpi mu hilang, gantilah mimpi tersebut dengan mimpi lainnya, jangan biarkan ia menguap begitu saja”.

Jadi, selamat untuk kalian, orang yang pernah ada dan akan selalu ada di saat saya bahagia maupun terjatuh sekalipun. Mungkin, tulisan tahun keempat saya akan berakhir disini. Karena tidak ada lagi cerita kita bersama ditahun kelima bukan? Tidak apa-apa. Biar saya yang menikmati tahun kelima ini sendirian, meski tanpa kalian. Tunggu saya dimimpi-mimpi yang akan saya ciptakan kembali ya S^3.

Tahun kelima.
Ada yang ingin saya katakan sebelum saya benar-benar melalui tahun kelima ini sendirian. Berapa 4-1? atau berapa 4-3? Tak masalahkan 3 atau 1, bila dijumlahkan 4 juga. Semoga, angka 3 dan 1 ini bisa selalu kita jumlahkan bersama tanpa ada pengurangan. Do’a kan saya, semoga tanggal seperti yang sudah tergantung indah dilangit-langit mimpi kalian bisa segera saya gapai.

Dan, entahlah. Apa suatu hari nanti saya akan menulis bagian “Tahun kelima” ini, tanpa kalian.

Terima kasih, sudah benar-benar melengkapi masa 4 tahun perkuliahan saya. Sahabat sampai mati, sampai surga, Aamiin.

Salam Rindu, K, yang masih bingung ingin melalui tahun kelimanya seperti apa.


No comments:

Post a Comment