Dear S^3.
Jika kelak akan ada
jarak, saya harap itu hanyalah sebuah ujian. Bagaimana kita dapat
mengimplementasikan sebuah bentuk “persahabatan” menjadi suatu realita arti
sahabat, bukan hanya sekedar tinta tinta kosong dalam lembaran hari-hari kita.
Jika memang kelak akan
ada jarak, saya harap tidak pernah ada tirai tipis yang memisahkan ‘jarak’
kita. Agar sesuatu yang kita sebut karunia terbaik dari Tuhan, sahabat, tidak
akan mampu mengubah memori-memori indah menjadi sebuah penyesalan, sebuah
kekecewaan.
7
Juni
8
Juni
12
Juli
Selamat,
tanggal-tanggal tersebut telah tergantung indah dilangit-langit mimpi kalian.
Saya?
Tanggal
tersebut masih bergantungan jauh, entah dilangit yang mana. Berkali-kali saya
gapaipun, tanggal tersebut tak kunjung hadir.
“Tidak ada persahabatan yang
sempurna di dunia ini, yang ada hanyalah orang-orang yang berusaha sebisa
mungkin untuk mempertahankannya.” – Winna Efendi, Refrain
Can we did it? Mempertahannya…
Tahun
pertama.
Semuanya
masih biasa saja, bahkan kita tidak sekelas. Hanya ada tegur sapa layaknya
sebuah pertemuan. Hari demi hari, beranjak hingga bulan demi bulan. Kamu, kamu,
kamu dan saya perlahan menjadi kita. Saat itu, kita sering pulang istirahat
dari kampus disalah satu kos/rumah, kemudian mengerjakan tugas-tugas kalkulus
yang begitu rumit, atau hanya sekedar menonton film di laptop.
Tahun
kedua.
Pada
tahun ini, kita semua mengambil mata kuliah di kelas yang sama. Kita selalu
senang duduk beriringan. Tidak pernah absen mengerjakan tugas bersama-sama.
Pergi ke kantin bersama, ke perpustakaan bersama, boncengan motor bersama, dan
sekian-sekian kegiatan lainnya. Hingga, pada suatu titik kita mulai merasakan
sesuatu yang berbeda, dipenghujung tahun kedua. “Persahabatan” kita diuji oleh
sesuatu. Saya dan kamu, mencoba mengimbangi langkah kita bersama, meskipun saat itu
kamu dan kamu bahkan tidak lagi terlihat beriringan. Mengingat memori tersebut,
seakan mengerjakan tugas kalkulus integral pangkat 3. Benar-benar rumit. Hanya
kita yang memahami apa yang sedang kita
jalani, apa yang telah kita lewati, dan apa yang akan kita lalui. Pada
akhirnya, kamu, kamu, kamu, dan saya tetap menjadi kita. Kita berhasil
memecahkan integral pangkat 3 tersebut, saya bangga.
Tahun
ketiga.
Setelah
melewati tahun kedua yang sedikit berat, kita sampai di tahun ke tiga. Dimana
semua mata kuliah terasa lebih berat, praktikum yang cukup banyak, dan tugas
yang lebih luar biasa. Tahun itu, pertama kalinya kita menjadi kakak asisten J.
Saya dan kamu diterima menjadi asisten mata kuliah ini, sedangkan kamu dan kamu
diterima menjadi asisten di mata kuliah lainnnya. Kita ber4 berpasangan di mata
kuliah yang sama. Kemudian dengan wajah begitu berseri, diakhir tahun kita mengambil honor asisten pertama. Semester
selanjutnya kita kembali menjadi asisten, meskipun tidak di mata kuliah yang
sama. Tahun ketiga ini juga menjadi tahun yang sedikit berat untuk saya.
Sebelum akhir tahun ke tiga, saya sempat mengalami kecelakaan (padahal saya
tidak suka balapan -_-). Saya harus bolak balik tempat urut beberapa hari
sekali. Bahkan saya harus selalu diantar ke kampus, karena tidak bisa membawa
motor lagi. Dan kalian, yang selalu memperhatikan saya waktu itu. Mulai dari menjemput
saya dari parkiran pagi hari ketika diantar oleh Mamak, duduk disekitar kiri
kanan saya agar dapat menjaga saya dari serangan-serangan tak terduga, misalnya
seseorang tanpa sengaja menyenggol tangan saya yang terkilir. Kemudian saya
akan berteriak dikelas ketika serangan tak sangaja mendarat di tangan saya yang
belum pulih itu, tak peduli ada dosen atau tidak. Siang hari, kalian akan
memboncengi saya menuju tempat makan atau kos-kosan salah satu dari kalian. Memerhatikan
pola makan siang saya, jika bisa kalian juga akan menyuapi saya (hehe). Sore hari,
seperti biasa, kalian senantiasa menunggu saya dijemput oleh Mamak selepas
perkuliahan. Begitu mengharukannya 1 bulan lebih itu. Benar, 1 bulan lebih saya
tidak menyatukan jiwa dan raga dengan motor abu-abu favorite itu L
Tahun
keempat.
Tahun
keempat ini, terasa begitu banyak duka. Ada saja duka yang silih berganti.
Sebelum masuk ke bagian dukanya, kita melalui masa-masa KKP (Kerja Kuliah
Praktek). Lagi lagi, karena kita berempat, kita menyusun strategi “dua-dua”.
Saya dan kamu melaksanakan KKP di tempat A, sedangkan kamu dan kamu
melaksanakan KKP di tempat B. Sesekali, kita akan bertemu dan bertukar cerita
mengenai KKP tersebut. Dan detik-detik masa duka pun dimulai. Saat itu, saya
sedang, hmm bagaimana menyebutnya ya, intinya saya dilanda masa-masa down oleh kenangan buruk. Saya sering
membawa motor sambil melamun, sesekali nyaris menyenggol pengendara disekitar,
atau bahkan nyaris merenggut nyawa gara-gara hilang kendali. Bagian yang
terkadang masih menjadi favorite saya
sampai saat ini adalah mengendarai motor melewati jembatan A menuju jembatan B,
kemudian kembali ke jembatan A sambil menikmati pemandangan sekitar (read: sambil mencari ketenangan). Bila
masih bosan, saya akan kembali ke jembatan B kemudian kembali lagi ke jembatan
A, begitu seterusnya. Masa-masa itu, terasa benar-benar berat. Sesekali saya
suka bolos kuliah (meskipun mata kuliah tidak banyak lagi). Bahkan berkali-kali
saya memilih tidak fokus dengan kuliah. Saya memilih kegiatan-kegiatan aktif diluar
perkuliahan, misalnya ikut kegiatan ini, penampilan itu, membuat projek ini,
melaksanakan itu. Hingga saya tiba dititik menjadi orang yang nyaris terlambat
menyerahkan laporan KKP akhir semester. Tetapi, apapun yang terjadi dengan saya
waktu itu, kalian selalu ada. Belum selesai berita duka yang akan berhasil saya
lalui, berita duka lainnya datang dari kamu. Saya masih ingat dari seberang
sana, suara serakmu berkata bahwa kamu telah kehilangan orang yang kamu
sayangi. Saya hanya bisa diam saat itu, kemudian menangis. Tidak ada kata-kata ‘harapan’
yang keluar dari mulut saya. Satu penyesalan terburuk, saya tidak bisa
ada disisi kamu di saat saat seperti itu, saya begitu menyesal. Padahal, kamu
selalu ada untuk saya.
Semester
awal tahun keempat sudah kita lewati. Saya selalu bersyukur, bahwa kamu, kamu,
kamu dan saya masih menjadi kita sampai saat ini. Tahun ini kita bermimpi bahwa
ini akan menjadi tahun terakhir kita bersama dibangku kuliah. Kita akan lulus
bersama, meskipun kamu, kamu dan kamu sudah
lebih dulu memulai apa yang sudah seharusnya dimulai, sedangkan saya baru
saja memulainya. Baru beberapa saat memulai, saya sadar bahwa saya sudah ‘terjebak’
dilingkungan yang berbeda. Lingkungan yang tidak akan pernah kalian rasakan.
Karena sudah terjebak didalamnya, saya berusaha mencari jalan keluar, namun
terlalu beresiko. Saya pun memilih bertahan. Saya sadar, waktu itu hubungan
kita seperti sedikit renggang. Mungkin karena kita (saya) merasa bahwa jalan kita sudah berbeda. Ada
hal-hal yang selalu coba saya sampaikan, tetapi tidak pernah ada ruang. Pada
akhirnya saya memilih mundur dari mimpi kita bersama. Saya pikir, begitu lebih
baik, akan ada ruang yang lebih untuk kalian melanjutkan mimpi-mimpi tersebut.
Dan
disinilah saya, sedang menulis kalimat-kalimat ini sambil sesekali menghapus
embun-embun yang membuat kabur pandangan saya. Terkadang saya selalu menyesal
dengan pilihan-pilihan yang sudah saya pilih. Tetapi, beginilah hidup adanya
bukan. Hidup, ya tentang pilihan-pilihan itu, tentang segala sesuatu yang harus
kita terima segala resikonya. Dan saya masih di sini, menerima segala
resiko-resiko itu, sambil mengganti dan menunggu mimpi-mimpi lainnya. Jadi, tak
perlu khawatir. Saya bukan (lagi) tipikal orang yang mudah menyerah pada sebuah
kegagalan mimpi. Karena seseorang pernah berkata pada saya, “Ketika mimpi mu
hilang, gantilah mimpi tersebut dengan mimpi lainnya, jangan biarkan ia menguap
begitu saja”.
Jadi,
selamat untuk kalian, orang yang pernah ada dan akan selalu ada di saat saya
bahagia maupun terjatuh sekalipun. Mungkin, tulisan tahun keempat saya akan
berakhir disini. Karena tidak ada lagi cerita kita bersama ditahun kelima
bukan? Tidak apa-apa. Biar saya yang menikmati tahun kelima ini sendirian,
meski tanpa kalian. Tunggu saya dimimpi-mimpi yang akan saya ciptakan kembali
ya S^3.
Tahun
kelima.
Ada
yang ingin saya katakan sebelum saya benar-benar melalui tahun kelima ini
sendirian. Berapa 4-1? atau berapa 4-3? Tak masalahkan 3 atau 1, bila dijumlahkan
4 juga. Semoga, angka 3 dan 1 ini bisa selalu kita jumlahkan bersama tanpa ada
pengurangan. Do’a kan saya, semoga tanggal seperti yang sudah tergantung indah
dilangit-langit mimpi kalian bisa segera saya gapai.
Dan,
entahlah. Apa suatu hari nanti saya akan menulis bagian “Tahun kelima” ini,
tanpa kalian.
Terima
kasih, sudah benar-benar melengkapi masa 4 tahun perkuliahan saya. Sahabat
sampai mati, sampai surga, Aamiin.
Salam Rindu, K, yang masih
bingung ingin melalui tahun kelimanya seperti apa.
No comments:
Post a Comment