"Hei,
pernah mengalami ’kehilangan’? Bagaimana rasanya? Apakah hidup terasa jauh
lebih berat dari kemarin? Ada berapa macam bentuk kehilangan yang pernah kamu
rasakan? Kalau harus merasakan kehilangan lagi, apakah kamu siap? Sudah sesiap
apa?"
“Kak, Mawar enggak kebayang gimana rasanya meninggal orang tua di hari-hari menjelang lebaran.”
Menerima pesan itu, saya merenung sejenak. Benar.
Kita bahkan mempersiapkan segala urusan yang bersangkutan dengan lebaran bersama mereka. Seperti memilih dresscode lebaran, jenis-jenis kue kering dalam toples, lontong/ketupat dihari lebaran, dekorasi rumah, dan segala bentuk per-lebaran-an lainnya. Tetapi, saat hari lebaran tiba, justru sosoknya sudah tidak bersama kita lagi untuk menikmati semua keriweuhan yang sudah dipersiapkan.
“Kak, Ayah Mawar meninggal, sekitar 21.50 tadi”. Saya membaca 2 kali pesan tersebut, untuk memastikan itu benar dari Mawar. Tanpa menunggu perintah siapapun, saya segera menekan tombol panggilan. Sambil menunggu suara diseberang sana mengangkat telfon, keresahan menyelimuti seluruh tubuh. Saya cemas, jika tiba-tiba lidah ini bisu, tidak ada satu katapun yang dapat keluar. Tak lama, terdengar suaranya.
“Halo kak.” ucapnya. Nada bicaranya memang berbeda dari yang biasa. Tapi saya tau, saat itu ia sedang tidak menangis (atau sudah selesai menangis sejak tadi).
Kami tak mengobrol lama, saya hanya tau sedikit kronologisnya. Sebab Mawar sedang menuju klinik untuk melakukan rapid tes dan akan pulang ke rumah esok pagi. Ia sedang berada diluar kota karena bekerja, jadi saat mendapat kabar duka tersebut, saya rasa ia sedang sendirian di kos nya. Saya menawari untuk menjemputnya di bandara esok hari ketika ia tiba. Setelah menunggu dan tidak ada kabar, pesan dari Mawar esok hari kembali masuk. Ia mengabarkan bahwa ia dijemput oleh saudaranya dan sudah di rumah mau melakukan shalat jenazah.
No comments:
Post a Comment