Aku membuka gagang pintu perlahan “cekreeek”,
berjalan pelan, menapaki satu persatu langkah dengan hati-hati. Jantungku
semakin berdebar, berharap sosok yang akan ku pandang dalam sekian detik ke
depan menebarkan sebuah senyuman. Langkah ku tiba di pintu ruangan kecil yang
tak tertutup. Aku menatapnya, duduk sambil memandang layar laptop dihadapannya.
Wajahnya tak berpaling, meski langkahku semakin mendekat.
Ku netralkan kembali degup jantung. Meletakkan tas yang terasa begitu
berat, padahal hanya kertas-kertas kosong. Atau memang beban hidup yang sudah
begitu kental, terbawa kemana kakiku melangkah. Aah, seharusnya ku letakkan
saja di tanah dekat sungai yang ku lewati tadi, agar pergi terbawa arus. Biar
saja bermuara ke lautan, aku tak lagi peduli. Sebab yang ku hadapi saat ini,
adalah sesuatu yang telah mengubah hidupku.
“Lelah?” tanyanya.
Aku mengumpulkan energi, mencari sisa oksigen diruangan.
“Begitulah. Kau sedang apa?”
Ia memamerkan senyumnya. Memberi kode dengan mata dan alis bergerak, agar
aku melihat langsung di layar laptop.
Aku mendekatkan diri. Semakin mendekat, semakin aku kehilangan oksigen.
Sejenak aku berhenti bernafas, menuruti permintaannya. Beberapa detik,
aku tersenyum. Kemudian menarik diri, sebisa mungkin ingin menjauh. Rasanya aku
bisa. Tetapi, akhirnya aku hanya duduk di sampingnya. Memandang butir butir
oksigen yang ku harap bisa segera ku peluk.
THE END
No comments:
Post a Comment