Ini
adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada
seseorang yang seharusnya disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang
cinta sejati. Tentang kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang
kerinduan.
Ini merupakan saat Bonda Upe menanyakan perihal kehidupannya
pada Gurutta. Dan jawaban Gurutta adalah:
Bagian pertama, kita keliru sekali jika lari
dari sebuah kenyaatann hidup, Nak. Sungguh, kalau kau berusaha lari dari
kenyataan itu, kau hanya menyulitkan diri sendiri. Ketahuilah, semakin keras
kau berusaha lari, maka semakin kuat cengkeramannya. Semakin kencang kau
berteriak melawan, maka semakin kencang pula gemanya memantul, memantul, dan
memantul lagi memenuhi kepala.
Sayangnya, kau justru melakukan hal tersebut.
Kekeliruan paling mendasar yang dilakukan orang-orang saat menghadapi kenyataan
hidup, masa lalunya yang pedih. Kau ikut Enlai
pindah ke Palu. Buat apa? Lari. Kau menghindar bergaul dengan orang lain,
misalnya dengan waktu-waktu tertentu, seperti shalat, mengajar anak-anak
mengaji kau bisa menerimanya dengan lapang. Tapi itu sebentar saja. Sisanya kau
lari dari kenyataan.
Kita tidak bisa melakukan itu Upe. Tidak
bisa. Cara terbaik menghadapi masa lalu
adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa
lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat
terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau
menerimanya, perlahan-lahan dia akan
memudar sendiri. Disirami oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia.
Apakah mudah melakukannya? Itu sulit. Tapi
bukan berarti mustahil. Disebelah mu saat ini, ada seseorang dengan brilliant
berhasil melakukannya. Enlai. Dia
berhasil menerimamu apa adanya, Nak. Dia bahkan tidak menyerah meski kau telah menyerah. Dia bahkan tidak berhenti meski kau telah berhenti.
Bagian yang kedua, tentang penilaian orang
lain, tentang cemas diketahui orang lain siapa kau sebenarnya. Maka ketahuilah,
Nak, saat kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia
atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain
hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis
apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam
seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar. Maka, tidak relevan
penilaian orang lain.
Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu
kehidupan kita. Tidak perlu siapa pun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah
yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Karena sebenarnya
yang tahu persis apakah kita bahagia
atau tidak, tulus atau tidak, hanya diri kita sendiri. Kita tidak perlu menanggapi
seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia. Kita hanya perlu merengkuh
rasa damai dalam hati kita sendiri.
Kita tidak perlu membuktikan apa pun kepada
siapa pun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan
diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang lain
menganggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu persis apakah
kita memang sebaik itu.
Bagian yang ketiga, terakhir, apakah Allah
akan menerima kita? Jawabannya hanya Allah yang tahu. Kita tidak bisa menebak,
menduga, memaksa, merajuk, dan sebagainya. Itu hak penuh Allah.
Pahamilah ketiga hal ini, Nak. Semoga hati
kita menjadi lebih tenang. Berhenti lari
dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah
berbuat baik sebanyak mungkin.
Rindu, Tere Liye
No comments:
Post a Comment