Sunday, July 24, 2016

Rindu, Tere Liye

Ini adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada seseorang yang seharusnya disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang kerinduan.

Menulis quotes Rindu, Tere Liye. Tentu saja bagian-bagian yang saya anggap terlalu membuat saya jatuh hati.

Ini merupakan saat Bonda Upe menanyakan perihal kehidupannya pada Gurutta. Dan jawaban Gurutta adalah:

Bagian pertama, kita keliru sekali jika lari dari sebuah kenyaatann hidup, Nak. Sungguh, kalau kau berusaha lari dari kenyataan itu, kau hanya menyulitkan diri sendiri. Ketahuilah, semakin keras kau berusaha lari, maka semakin kuat cengkeramannya. Semakin kencang kau berteriak melawan, maka semakin kencang pula gemanya memantul, memantul, dan memantul lagi memenuhi kepala.

Sayangnya, kau justru melakukan hal tersebut. Kekeliruan paling mendasar yang dilakukan orang-orang saat menghadapi kenyataan hidup, masa lalunya yang pedih. Kau ikut Enlai pindah ke Palu. Buat apa? Lari. Kau menghindar bergaul dengan orang lain, misalnya dengan waktu-waktu tertentu, seperti shalat, mengajar anak-anak mengaji kau bisa menerimanya dengan lapang. Tapi itu sebentar saja. Sisanya kau lari dari kenyataan.

Kita tidak bisa melakukan itu Upe. Tidak bisa. Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan dia akan memudar sendiri. Disirami oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia.

Apakah mudah melakukannya? Itu sulit. Tapi bukan berarti mustahil. Disebelah mu saat ini, ada seseorang dengan brilliant berhasil melakukannya. Enlai. Dia berhasil menerimamu apa adanya, Nak. Dia bahkan tidak menyerah meski kau telah menyerah. Dia bahkan tidak berhenti meski kau telah berhenti.

Bagian yang kedua, tentang penilaian orang lain, tentang cemas diketahui orang lain siapa kau sebenarnya. Maka ketahuilah, Nak, saat kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar. Maka, tidak relevan penilaian orang lain.

Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita. Tidak perlu siapa pun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Karena sebenarnya yang tahu persis apakah kita bahagia atau tidak, tulus atau tidak, hanya diri kita sendiri. Kita tidak perlu menanggapi seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia. Kita hanya perlu merengkuh rasa damai dalam hati kita sendiri.

Kita tidak perlu membuktikan apa pun kepada siapa pun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang lain menganggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang sebaik itu.

Bagian yang ketiga, terakhir, apakah Allah akan menerima kita? Jawabannya hanya Allah yang tahu. Kita tidak bisa menebak, menduga, memaksa, merajuk, dan sebagainya. Itu hak penuh Allah.

Pahamilah ketiga hal ini, Nak. Semoga hati kita menjadi lebih tenang. Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin.


Rindu, Tere Liye

No comments:

Post a Comment