![]() |
Bajrangi Baijaan |
Cerita
tentang dua negara yang terpisah oleh berbagai macam rasa. Mulai dari agama,
kebencian, dan masalah-masalah yang silih berganti. Pawan, atau yang akrab
disapa Bajrangi, seorang pemuda asal India yang mengorbankan kehidupannya demi
kehidupan gadis kecil asal Pakistan yang tanpa sengaja tertinggal dari Ibunya. Menonton
kisahnya hingga ending membuat saya gemetaran,
harus merasakan seper-bagian feeling
dari setiap aktornya. Shahida, gadis cilik berumur 6 tahun tersebut mengukir
jejak jatuh bangun pada kehidupan Pawan. Bukan hanya Pawan, bahkan hampir
seluruh ke-2 negeri tersebut merasakan perbedaan yang kian mulai menyatu (dalam
film).
Jatuh
bangun yang membuat saya harus mengacungan kedua jempol adalah beberapa bagian
dimana Pawan melewati serentetan ujian yang tak kunjung tamat. Misalya saat
ingin menyebrangi perbatasan India – Pakistan tanpa passport maupun visa
(setelah ditipu oleh orang yang ingin mengambil keuntungan). Pertama dipulangkan
oleh para penjaga perbatasan setelah berhasil melewati jalan pintas bawah tanah
untuk mencapai daerah Pakistan. Kedua, ia kembali melalui jalan pintas lain dan
bertemu dengan para penjaga yang sama lagi. Karena penganut dewa Bajrangi,
Pawan pun memiliki sifat jujur sejujurnya, ia tidak ingin pergi melewati
perbatasan tanpa izin dari mereka. Kemudian, Ia dipukul oleh para penjaga,
sedangkan Munni (nama lain Shahida yang diberikan oleh Pawan karena ia tidak
bisa berbicara dan mengatakan nama aslinya) hanya melihat dari sudut pasir lain
dengan linangan air mata. Dengan wajah bahagia dan hati mulia, Pawan berkata
pada Munni “Munni, jangan khawatir, kami hanya bersenang-senang“ kemudian ia
kembali di tendang oleh para penjaga lainnya.
Dalam
hati saya bergetar, dan ingin berteriak (dramatis) ‚“Apanya yang sedang
senang-senang? Nyaris babak belur dikatakan senang-senang?“ kemudian saya
menafsirkan sendiri, kalimat tersebut guna menghapus kesedihan Munni agar tidak
menangis melihat Pawan terus dipukuli, lebih kurangnya saya pikir begitu. Dan lagi,
Pawan kembali tersenyum kepada Munni yang terus saja menangis karena sedih
melihat penderitaan Pawan, sosok pemuda yang sedang (sudah) menyelamatkan
hidupnya. Mungkin karena rasa iba dan secuil rasa kasihan pada Munni yang terus
saja menangis, sang komandan menyuruh para penjaga untuk berhenti memukul dan
menendang Pawan.
“Aku
telah berjanji pada bajrangi untuk tidak berhenti menemukan orang tuanya.“ Kata
Pawan sambil menatap lekat-lekat mata komandan tersebut. Singkat cerita, komandan
memberikan izin kepada Pawan dan Munni setelah 3 kali kedapatan berada pada
perbatasan India – Pakistan. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dengan
syarat bahwa Pawan akan kembali ke perbatasan dan pulang ke India setelah
menemukan orang tua Minna.
Sampai
disuatu tempat, mereka ditangkap polisi. Cukup buruk nasib Pawan, si pemilik
hati berjiwa tulus. Untuk melakukan satu kebaikan saja –memulangkan Munni pada
orang tuanya– harus melewati sederet cobaan yang dahsyat.
Mulai
dari harus bermalam di mesjid, yang dalam agamanya Pawan sendiri dilarang,
sampai harus berpenampilan menggunakan cadar seperti wanita muslimah untuk bisa
lolos dari pengawasan polisi, ditemani sang ustadz.
Di
akhir pertemuan mereka, ustadsz tersebut memberi salam. Namun ketika sadar
bahwa Pawan tidak beragama islam, ustadz pun memberi salam perpisahan dengan
bahasa Pawan, “Jai Sri Ram“. Kalimat tersebut menjadi trending topic hingga
cerita berakhir, Jai Sri Ram.
Hingga
ditangkap dan dituduh sebagai mata-mata India untuk menghancurkan Pakistan,
Pawan tetap saja bersitekad ingin menemukan orang tua Munni. Dalam film ini,
yang membuat saya merasakan getar amarah juga kebahagiaan adalah ketika seorang
pejabat yang bersikeras untuk tetap membuktikan bahwa Pawan adalah seorang
mata-mata, di sana pula ada seorang polisi yang berjiwa patriot. Ia mengatakan
bahwa tidak ingin merusak nama baik negaranya demi suatu kebohongan yang tidak
pernah dilakukannya, ketika dipaksa oleh atasannya untuk membuktikan suatu
kesalahan menjadi benar. Saya salut, hal ini menceritakan bahwa diluar sana
masih ada orang-orang yang bisa menegakkan kebenaran, meski harus melewati
sekotak resiko.
Dengan
bantuan sang wartawan, yang telah menemani hari-hari Pawan bersama Minna
(Shahida) ia merekam seluruh jejak perjalanan mereka dan mengunggahnya di
youtube. Ribuan bahkan jutaan orang menontonnya dan berpartisipasi untuk
menolong mereka. Hingga akhirnya setelah dilepaskan dari tahanan, Pawan kembali
ke India, negara asalnya. Dari kejauhan ,Shahida (akhirnya Pawan tau nama
asli Munni), berlari menemui Pawan di perbatasan. Pada detik-detik yang
sangat menegangkan ini, saya kembali menitikkan air mata melihat perjuangan
Shahida memanggil nama Pawan. Namun tidak disangka-sangka, tiba-tiba saja
Shahida memiliki suara dan meneriakkan nama Pawan sambil menangis bahagia.
Pawan berbalik, dan mereka saling berlarian menghampiri satu sama lain.
Ending.
Saya
terkesan. Campur aduk perasaan dalam film ini mengajari saya beberapa hal,
bahwa Pawan, seorang pemuda nonmuslim memiliki hati selembut sutra untuk
menolong gadis kecil muslim. Ia tidak pernah menyerah, tidak pernah putus asa. Meski
tekadnya untuk bersifat jujur pada akhirnya harus sedikit melenceng demi
kebaikan. Tapi bagaimanapun, penilaian orang tidak akan pernah habis. Hidup hanya
terus berjalan satu kali, dan itulah yang dilakukan oleh Pawan. ![]() |
Saat Shahida bertemu Ibunya |
![]() |
Detik-detik Shahida meneriakkan nama Pawan dan mereka saling berlarian menghampiri bagian paling TOP yang saya sukai |
No comments:
Post a Comment