Saya tak pernah membencinya,
tidak pula berusaha menghindar darinya.
Sebut saja namanya “Sendiri”.
Ada rasa yang berbeda.
Mungkin jika boleh saya berhiperbola,
sendiri itu seperti air tetesan embun dalam salju.
Sendiri
Saya tidak pernah menyangkalnya
dan berpura-pura terlihat bodoh, atau berpura-pura membutuhkannya.
Saya hanya merasa bahwa pada
satu detik, sendiri memanggil saya, mencoba menghibur diri dalam kesunyian.
Pada detik lain, sendiri
melambaikan tangan dan mengucapkan perpisahan.
Saya sempat bingung.
Terkadang, sendiri mengiris
hati, menyisakan pilu. Tapi sendiri, terkadang menciptakan tawa, meraih senyum.
Kata orang sendiri itu berarti
sepi.
Kata orang sendiri itu
menyenangkan.
Kata orang sendiri itu menolah
keributan.
Mereka benar.
Tetapi bagi saya sendiri itu abstrak.
Banyak yang bisa saya ceritakan pada sendiri.
Dimulai dari langit yang tak
berwarna biru hari ini, sampai ketukan jemari dengan nada yang berbeda dari
kemarin saat saya termenung. Sendiri, seperti punya banyak telinga untuk mendengar,
juga mata untuk melihat. Terkadang sendiri juga membuat sesimpul senyum kecil,
dan kemudian saya ikut tersenyum.
Sendiri seperti kebahagiaan,
meski yang lain melihatnya sebagai derita.
Karena setiap kesenderian bukan
berarti kehilangan warna hidup, dia hanya berusaha melihat kehidupan dari sisi
yang berbeda.
Saya suka sendiri, kadang.
Karena ramai, tidak selalu
menyimpan kebahagiaan.
Saya juga suka sendiri, kadang.
Karena pada sendiri, saya bisa
bercerita tanpa harus melihat dan mendengar.![]() |
Caption |
No comments:
Post a Comment