Thursday, February 18, 2016

Solo

Saya tak pernah membencinya, tidak pula berusaha menghindar darinya.
Sebut saja namanya “Sendiri”.
Ada rasa yang berbeda.
Mungkin jika boleh saya berhiperbola, sendiri itu seperti air tetesan embun dalam salju.

Sendiri
Saya tidak pernah menyangkalnya dan berpura-pura terlihat bodoh, atau berpura-pura membutuhkannya.
Saya hanya merasa bahwa pada satu detik, sendiri memanggil saya, mencoba menghibur diri dalam kesunyian.
Pada detik lain, sendiri melambaikan tangan dan mengucapkan perpisahan.

Saya sempat bingung.
Terkadang, sendiri mengiris hati, menyisakan pilu. Tapi sendiri, terkadang menciptakan tawa, meraih senyum.

Kata orang sendiri itu berarti sepi.

Kata orang sendiri itu menyenangkan.

Kata orang sendiri itu menolah keributan.

Mereka benar.

Tetapi bagi saya sendiri itu abstrak.
Banyak yang  bisa saya ceritakan pada sendiri.
Dimulai dari langit yang tak berwarna biru hari ini, sampai ketukan jemari dengan nada yang berbeda dari kemarin saat saya termenung. Sendiri, seperti punya banyak telinga untuk mendengar, juga mata untuk melihat. Terkadang sendiri juga membuat sesimpul senyum kecil, dan kemudian saya ikut tersenyum.

Sendiri seperti kebahagiaan, meski yang lain melihatnya sebagai derita.
Karena setiap kesenderian bukan berarti kehilangan warna hidup, dia hanya berusaha melihat kehidupan dari sisi yang berbeda.

Saya suka sendiri, kadang.
Karena ramai, tidak selalu menyimpan kebahagiaan.

Saya juga suka sendiri, kadang.
Karena pada sendiri, saya bisa bercerita tanpa harus melihat dan mendengar.

Caption

No comments:

Post a Comment