Dear 27 Juli 2015
Entah
secepat apa waktu berlalu, akhirnya umur saya memasuki kepala dua (sebutan orang-orang)
yaitu 20 tahun. Umur yang semakin matang dan semakin dewasa. Semoga semuanya
akan berjalan lebih baik.
Saya
menerima kado istimewa tepat jam 12 malam. Katamu, lihat ke bawah kolong tempat
tidur saya, dan di sana saya menemukan sebuah bingkisan boneka dan seikat bunga
cantik. Kamu membuat saya harus speechless.
Bagaimanapun itu, saya benar-benat tidak biasa menguasai diri saya saat itu,
melihat kado pertama yang saya dapatkan. Ya, pada akhirnya saya sudah tau bahwa
kamu telah lebih dulu bersekongkol dengan keluarga saya untuk melakukan ini. Taktik
mu hebat, saya merasa terpesona.
Ya,
Agra.
Saya
pikir, setelah waktu berlalu sejauh ini, mungkin kita akan saling melihat ke depan,
menata sesuatu yang lebih indah. Entah itu masa depan, atau sekedar melupakan
masa lalu. Tetapi saya rasa, tidak ada yang lebih baik dari kedua hal tersebut.
Malam
menjelang pagi itu, kebahagiaan saya tidak berhenti. “The only one sister” saya mengupload sebuah video tentang foto-foto
kami dan membubuhkan doa-doa serta harapannya untuk sang adik yang sedang
berulang tahun ini. Selain itu, partai sepupu-sepupu kece saya (kaka yang,
nurul dan raja) mengetuk-ngetuk pintu sambil membawa cake dengan beberapa buah
lilin. Saya kembali harus speechless.
Kenapa? mungkin karena ini kali pertama saya mendapat kunjungan cake tengah
malam seperti ini, atau ini kali pertama saya mendapat kado-kad indah serta doa
tengah malam kemudian di susul cake cantik dari mereka. Apapun itu, saya
bersyukur karena Tuhan telah menitipkan orang-orang hebat seperti mereka, yang berkorban untuk membuat saya bahagia.
Keesokannya,
kata-katamu “kita jalan-jalan seharian” itu membuat saya merasa akan bahagia
hari itu. Ternyata benar. Mulai dari segelas ice cream favorite saya, kemudian di susul kejutan makan siang
dengan lilin indah yang seakan menari-nari dipiring, juga lilin angka 20 yang
bersinar redup dalam cahaya ‘glamor’ katamu. “Kita menghabiskan waktu bersama,
hanya kebahagiaan”.
Entahlah,
ada surprise ‘mengharukan’ seperti
apa lagi yang sedang atau telah kamu ciptakan. Hingga menjelang sore, hujan
yang tidak masuk dalam hitungan surprise
mu itu hadir, nyaris menggagalkan rencana-rencana indahmu itu. Katamu, kita
akan melihat ombak, tentu saja saya sangat senang (sebelum saya tau ada
gerangan apa di antara ombak-ombak itu). Tetapi, lagi-lagi setelat berteduh ria
dengan cipratan air hujan, ia pun tak kunjung berhenti, hingga kita shalat asar
di sebuah mesjid. Saya suka main feeling,
kamu sedang merencakan sesuatu ‘lagi’. Ternyata benar.
Usai
shalat kamu mengajak saya ke sebuah tempat, di mana sudah menanti
sahabat-sahabat indah saya di sana. Ela dan Raedi, pasangan sahabat yang terus
bersinar. Untuk sesaat, Ela terus menceramahimu. Bagaimana tidak, sekilas dari pembicaraan
mereka yang berhasil saya dengar, ia sudah menunggu kedatangan kita dari jam 2
di tempat yang kamu janjikan ‘melihat ombak’ namun hingga jam 5 kita tidak
muncul-mulcul. Kamu membalasnya, dengan mengatakan bahwa janjimu adalah sore
bukan jam 2, blablabla, . . .. Lagi pula hari hujan tanpa berhenti, perjalanan
kita mengalami kemacetan untuk melihat ombak itu. Ah, sudahlah. Mari rayakan
hari kebahagiaan saya ini, jangan bertengkar lagi.
Saya
dan Ela saling melepas rindu, berpelukan cipika cipiki. Kemudian Ela dan Raedi
membawa sekotak donat dengan lilin-lilin kembang api yang sudah terbakar dan sekantong
plastik berisi hadiah. Saya meniup lilin itu bersama agra, lucunya, sudah
berkali-kali lilin tersebut di tiap, ia tak kunjung padam. Lebih anehnya lagi,
setelah lilin-lilin tersebut mulai padam satu persatu, ketika hembusan angin
dari mulut saya dengan niat memadamkan api pada lilin yang lain, tiba-tiba
lilin yang sudah padam tersebut kembali hidup. Entahlah, saya kewalahan
sendiri meniup lilinya, sedangkan
mereka tertawa melihat tingkah konyol yang tidak saya ciptakan itu.
Kita
mengambil beberapa foto dengan pose yang berbeda-beda, kemudian memakan
donat-donat tersebut diiringi colet-colet cokelat sana sini. And now, I will stop talking nonsense about
them. They are the best story in my life.
Saya
merasa bersyukur. Terima kasih Tuhan untuk segala Rahmat dan kasih sayang –Mu untuk
saya hari ini, dan untuk hari-hari yang telah saya miliki pun yang akan saya
miliki.
Hei,
kamu.
Kau
tau? Sampai saat ini terkadang saya masih bingung dengan cara jalan pikiran mu.
Yang saya tau, kamu hanya ingin membuat saya bahagia, terima kasih. Karena ternyata,
setelah perjalan hingga sore hari itu, saya mendapat hadian ‘lagi’ dari mu, dengan
segala kebohongan yang telah kamu rencakan. Lagi-lagi, saya masih tidak bisa
mengerti jalan pikiranmu. Meskipun kita sudah pulang ke rumah masing-masing, surprise dari mu masih menggantung indah
dalam malam saya. Sebuah bingkisan hasil karyamu sendiri, katamu. Saya senang.
"Tuhan tidak pernah menitipkan seseorang pada tempat yang salah
Mungkin pada titik tertentu kita sering berbuat khilaf
Tetapi orang-orang itu akan tetap ada
Yang menyayangimu
Yang membuatmu bangkit
Jadi jika perjalanan yang telah kita tempuh sudah sejauh ini
Untuk apa melihat kembali kebelakang?
Apa guna menyerah terlalu cepat?
Biarkan waktu dan matahari terus berjalan beriringan
Hingga jemari kita tidak pernah saling melambaikan tangan untuk berpisah"
Harus
bagaimana lagi saya membalas semua ini, saya ingin menangis –bahagia.
Terimakasih.
No comments:
Post a Comment