Tuesday, July 1, 2014

Belajar Menerima



Seberapapun kamu pernah sakit, sembuh adalah hal paling berharga yang menjadi harapanmu. Karena bagaimanapun sakit, semua luka pasti terasa tidak menyenangkan. Siapa yang ingin sakit? Tentu saja tidak ada. Kecuali jika hidup sudah tidak berarti lagi, jika berjalan dengan baik hanya menambah luka, jika memandangpun hanya kegelapan yang terlihat, sakitlah harapan menuju akhir.
Ini tentang bagaimana menghargai diri sendiri. Bahwa diripun patut diberikan harga yang tak ternilai. Ini tentang bagaimana kamu tetap menjadi diri sendiri, dimana dunia berubah, setiap orang berlomba-lomba untuk menjadi orang lain.

Apa susahnya menjadi diri sendiri?
Khawatir tidak diterima oleh orang sekitarmu? 
Hidup memang bergantung pada orang-orang disekitarmu, tetapi hidup tidak hanya untuk bergantung pada mereka. 

Lantas kenapa masih ingin menjadi orang lain? Karena kamu merasa menjadi seperti 'dia' jauh lebih baik dari pada apa adanya dirimu?
Lantas kenapa masih tetap ingin berubah menjadi sosok orang lain yang jelas-jelas bukan kamu? Karena pada akhirnya semua orang melihat 'dia' yang (paling) baik?

Memang ada yang lebih baik didunia ini. Seperti hidungnya lebih mancung, matanya lebih belok, kulitnya lebih bersih, badannya lebih ideal. Semua adalah tentang kelebihan-kelebihan yang (terlihat) sempurna. Lantas apa karena hal tersebut yang membuatmu ingin berubah menjadi (seperti) dia? Lalu akan kemana kamu yang (seperti) sekarang jika kelak berubah?

Hey, setiap orang harus belajar menerima. Menerima bagaimana hidungnya tidak semancung dia, matanya tidak sebelok dia, kulitnya tidak sebersih dia, badannya tidak seideal dia. Semua harus bisa menerima. Karena seperti itulah nikmat Tuhan untuk hamba-Nya. Kenapa harus berdusta untuk membenci?

"Dia punya sesuatu yang tidak saya miliki"
Lantas kenapa? Itu sebabnya kamu ingin menjadi seperti dia?
Setiap orang harus bisa menerima. Inilah hidup. Bahwa KESEMPURNAAN bukanlah tujuan hidup. Lihat ke atas dan ke bawahmu, semuanya berbeda beda. Jika kamu ingin seperti 'dia' lalu yang lain juga ingin seperti 'dia', maka untuk apa lagi kamu melihat keatas dan ke bawah jika semuanya (terlihat) sama?



Ini tentang bagaimana menjadi diri sendiri. Mengikhlaskan diri sendiri bahwa inilah kamu apa adanya. Bahwa sakit akan penolakan orang-orang terhadapmu –karena kamu tidak seperti dia– akan mulai membaik ketika kamu mulai ikhlas menerima dirimu apa adanya. Karena jika tidak bisa berhenti memikirkan cara untuk menjadi (seperti) dia, dan hanya dia, sedikit demi sedikit hidup akan mulai membencimu. Bukan berarti setelah kamu menjadi (seperti) dia kamu bisa dikenal orang banyak dan menjadi populer kan? Berhentilah. Ikhlaskan dirimu apa adanya. Karena bagaimanapun, 'apa adanya' akan menjadi sesuatu yang luar biasa kelak ketika kamu ikhlas menerima.

***
Saya pernah bilang bahwa saya tidak tertarik nonton bola; piala dunia. Tetapi bukan berarti saya membencinya. Tidak tertarik dan benci berbeda bukan? Jadi jangan paksa saya untuk tertarik nonton bola. Karena bagaimanapun paksaan yang datang, saya akan tetap menjadi diri saya apa adanya, yang tidak tertarik nonton bola (atau paling tidak sekali dua sekali saya bisa mengganti channel TV untuk melihat pertandingan bola yang seru tersebut –kata orang). Bagi saya, tontonan itu hanya melelahkan mata, melihat bola yang ditendang ke sana ke mari, memastikan goal atau tidak, kemudian berseru dan teriak sekencang-kencangnya membuat gempar seluruh tetangga. Tetapi bagi pecinta dan penikmat bola hal tersebut justru menjadi suatu daya tarik tersendiri yang sulit saya pahami. Bagaimanapun, saya tetaplah saya. Bukan tipekal yang suka ikut ini ikut itu, ingin seperti dia yang hobi nonton bola (termasuk rela bergadang sampai pagi), atau ingin seperti dia yang membenci tontonan bola. This is me. Kalian harus menerimanya.

Karena untuk menjadi ‘sempurna’ sekalipun banyak pengorbanan yang harus dilakukan. Dan setelah berkorban sekali pun, tidak ada hal yang bisa se-sempurna bayanganmu layaknya di novel-nevel ataupun dongeng. Meskipun dunia sudah secanggih ini, tipekal sempurna juga tidak akan pernah ada. Jadi, belajarlah menerima setiap orang. Belajarlah menerima dirimu sendiri. 

No comments:

Post a Comment