Hay
Februari
Akhirnya
Januari terlewati juga. Banyak suka duka yang saya lalui disana, terutama hari
hari di akhir Januari. Mulai dari rasa rindu saya pada Desember. Ah ya itu dia,
akhirnya saya bisa melewati Januari ini dengan begitu banyak uap-uap kebahagiaan
pada Desember. Dan saya bersyukur, akhirnya bisa menjemput udara Februari ini.
Meskipun ini baru hari ke-4 pada bulan ini, tetapi saya harus memulainya dengan
baik. Saya tidak ingin Februari berakhir dengan buruk ketika saya mulai
menjemput sang Maret.
Akhir
akhir ini ada sesuatu yang janggal dibenak saya. Sebenarnya, mungkin ini bukan
sesuatu yang rumit. Hanya saja, hal tersebut terus mengganggu pikiran saya.
Lagi pula, kalau tidak saya pusingkan juga tidak apa apa. That’s not a big trouble. Saya bukan seseorang yang terlalu
membesar-besar kan sesuatu yang kecil, dan juga meremehkan sesuatu yang kecil.
Ini adalah tentang 2 buah gagasan, yang berhasil membingungkan saya.
“Bermimpilah setinggi langit, kalaupun kamu jatuh
setidaknya tidak jatuh-jatuh kali”
“Semakin besar harapan yang kita harapkan, semakin besar
pula kekecewaan yang kita dapatkan”
What do you think? Same with me?
Dulu,
kawan saya pernah bilang seperti gagasann kutipan yang pertama. Saya disuruh
bermimpi setinggi langit. Kenapa? Ya mimpi aja, tidak ada yang ngelarang kan
kita untuk bermimipi. Karena justru dari mimpi itulah lahir siapa kita yang
sesungguhnya. Kalau kita lagi dimasa-masa galau, setidaknya mimpi bisa
ngelepasin jeratan kita dari kegalauan. I
said ‘yes’ to my self. Saya pun bermimipi. Saya benar-benar bermimpi, everytime. Saya pun mengajak kawan
lainnya untuk bermimpi, dan akhirnya kami pun sama-sama bermimpi. And we believe, if we can get it. Saya
tidak pernah putus ada, begitupun mereka. Kami sama-sama menempati suatu ruang
mimpi masing-masing, yang hanya kami sendiri benar-benar tau bagaimana ruang
tersebut dari luar maupun dalam, sedangkan lainnya, mereka hanya bisa melihat
ruang tersebut dari luar. Kami saling menyemangati, membopoh teman-teman
‘pemimpi’ kami ketika mereka hampir terjatuh. Kami saling berpegangan erat satu
sama lain, berharap ketika kami bermimpi setinggi langit, dan bila terjatuh jarak kami tidak akan terlalu
jauh.
Baby
you’re all that I want
When
you’re lying here in my arms
I’m
finding it hard to believe
We’re
in heaven
And
love is all that I need
And
I found it there in your heart
It
isn’t too hard to see
We’re
in heaven
(Bryan Adams – Heaven)
The last, gagasan tentang kutipan “Semakin
besar harapan yang kita harapkan, semakin besar pula kekecewaan yang kita
dapatkan.” Saya bermimpi setinggi langit, dan sangat besar harapan saya untuk
dapat meraihnya, tetapi ketika saya jatuh ternyata bukan ‘tidak jatuh-jatuh
kali’ yang saya dapatkan, melainkan ‘kekecewaan yang besar’, bahkan bisa jadi
begitu besar. How to say that? It’s so
painful.
Do you feel that? Dari mimpi setinggi
langit yang selama ini berhasil mencetak rekor pembangkit semangat, tiba-tiba
yang didapat adalah sebuah kekecewaan. That’s
called stupid.
Tidak
ada kekecewan yang tidak sakit. Terlebih lagi ketika pegangan erat teman-teman
‘pemimpi’ lepas saat meraih mimpi setinggi langit. Dan seketika itu juga, tidak
ada lagi yang namanya ‘tidak jatuh-jatuh kali’. Yang ada hanya sebuah
‘kekecewaan’.
You’re
reaching out
And
no one hears your cry
You’re
freaking out again
Cause
all your fears remind you
Another
dream has come undone
You
feel so small and lost
Like
you’re the only one
You
wanna scream
Cause
you’re desperate
(David Archuleta – Desperate)
Bagaimana
dengan kamu? Pernahkan kamu merasa seperti itu? Yang kamu tau, kamu hanya
bermimpi setinggi langit, karena ketika kamu jatuh setidaknya tidak akan
jatuh-jatuh kali. Tetapi pada akhirnya tanpa kamu pernah tau, bahwa disana,
disetiap ada harapan ada pula kekecewaan yang mendampinginya.
Itulah
yang selama ini mengganggu pikiran saya. Sebenarnya memang bukan suatu masalah
yang besar, tetapi karena itulah pada akhirnya menjadi suatu masalah bagi saya,
meskipun tidak besar. Bukankah sudah saya katakan, saya tidak membesar-besarkan
suatu masalah yang kecil, pun tidak meremehkan suatu hal yang kecil. Because sometimes something small that can
make things bigger. Saya
peduli pada mimpi setinggi langit, pun peduli pada kekecewaan yang saya
dapatkan.
Jadi,
apa yang harus saya lakukan sekarang?
Haruskah
saya tetap bermimpi setinggi langit? Dengan berharap tidak akan jatuh-jatuh
kali ketika saya jatuh? Atau saya harus sedikit berharap, dengan kata lain
tidak bermimpi setinggi langit, agar kekecewaan yang saya dapatkanpun tidak
terlalu besar. Saya serius, saya benar-benar bingung harus memilih yang mana. Atau
mungkin, saya bisa menyatukan keduanya. Seperti . . .
“Bermimpilah setinggi langit, karena
ketika kamu jatuh setidaknya tidak jatuh-jatuh kali. Dan dimanapun kamu jatuh,
kamu harus siap menerima setiap kekecewaannya”
Kenapa?
Karena setiap harapan yang gagal pasti ada kekecewaan. Tetapi dibalik itu semua
setidaknya kebanggaan itu pasti ada, karena kamu telah berani bermimpi dan
menerimanya. Tidak banyak orang yang bisa melakukannya.
No comments:
Post a Comment