"Sebagian orang menilaimu dengan sebelah
mata, sebagiannya lagi dengan menutup mata”
Selalu ada
perbedaan dalam hidup ini. Selalu ada penilaian penilaian juga tentunya,
misalnya penilaian tentang perbedaan itu sendiri. Dan apakah kau tahu? Aku lelah
menghadapinya.
“Sebagian orang bisa memahamimu, sebagiannya
lagi hanya bermulut besar”
Aku merasakah
lelah yang seperti lelah saat ini. Lelah.
Hanya lelah saja. Aku seperti berhenti menjadi sosok yang tegar. Aku kerap kali merasakannya. Lelah menghadapi situasi yang tidak seperti
dulu. Terkadang aku pernah berpikir, benar benar ingin kembali pada waktu
dahulu. Dan tapi ternyata, aku baru menyadari, semakin aku berharap menjadikan
waktu yang sekarang seperti waktu yang dulu, berharap semua keadaan seperti
dulu akan tetap ada sekarang, berharap sosok sosok yang selalu ku rindukan
dapat kembali hadir menemani canda dan tawa, semakin aku terlihat menjadi sosok
anak anak. Sosok anak anak yang takut kehilangan permen lolipopnya. Seharusnya jika
anak anak sudah beranjak dewasa tidak perlu mengkhawatirkan permen lolipopnya
lagi bukan? Tidak perlu gelisah ketika permen lolipop itu hilang, apalagi
merindukannya, seperti aku sekarang. Seharusnya aku tidak perlu
mengkhawatirakan dan merindukan waktu waktu yang dulu itu, waktu yang seharusnya
aku jalani sekarang adalah waktu sekarang.
Ya,
seharusnya aku tidak perlu bertindak bodoh lagi sekarang. Seharusnya.
Tetapi,
apakah kau tahu bagaimana rasa lelah? Rasa lelah ketika aku mulai kehilangan sesuatu yang pernah menjadi
bagian hari hari ku dahulu. Rasa lelah ketika aku mulai mengganti kekosongan yang hilang itu dengan yang
baru. Dan rasa lelah ketika aku baru menyadari bahwa kekosongan yang telah ku
ganti tersebut tidak pernah benar benar
bisa mengganti ataupun mengubah semuanya.
Rasa lelah seperti itu. Menghadapi segala hal yang barunya sendiri,
menjalaninya dengan bantuan indra luar, meskipun berulang kali ku coba
melakukannya juga dengan indra perasaan. Tetapi ternyata, semuanya tetap sama. Tidak
ada yang pernah benar benar bisa mengubah apa yang pernah menjadi bagian dari
hari hari ku dahulu. Lebih tepatnya semu.
Hey,
sadarkah kamu. Aku sepertinya masih menjadi anak anak seusia yang kerap kali
minta dibelikan eskrim kemudian memakannya dengan penuh belepotan diseluruh
wajah dan juga baju. Sadarkah kamu? Aku masih sering memikirkan hal hal yang
seharusnya sudah berlalu dan aku harus bisa menerimanya. Aku sendiri bingung. Kapan
aku pernah menjadi dewasa? Kapan aku bisa menyelesaikan suatu masalah sendiri?
Kapan aku bisa menghadapi situasi rumit tanpa di temani oleh siapapun? Kapan
aku bisa bangkit dan belajar untuk menerima semua keadaan yang sudah ada di
depan mata? Kapan?
Terkadang
semua hal yang baru mudah saja diterima, tetapi bagiku itu hal yang tentu saja
tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak semudah bagaimana caranya pergi
dari kandang harimau yang akan menerkammu kapan saja. Tidak semudah kau
menutupkan mata ketika terlintas sebuah cahaya yang begitu menyilaukan di depan
matamu. Tidak semudah itu bagiku.
Hidup ini seperti memilih satu diantara ya dan tidak
Sebagian
besar untuk memilih itu adalah sulit, terlebih lagi ketika memilih, artinya
harus berkorban. Baik kita yang berkorban ataupun pilihan itu yang akan menjadi
korban. Benar begitukan bukan. Dan sampai saat ini pilihan pilihan itu masih
bergantungan dilangit langit pikiranku, merayap dari satu pikiran ke pikiran
lain, mencari udara dari kesepian sepanjang perjalanan menuju proses pemilihan,
dan tentu saja jika lelah, merusak pikiran pikiran lain.
Ada yang
tidak pernah benar benar menganggap suatu keberadaan di dunia ini. Seperti
kebahagiaan, ataupun kesepian. Yang teranggap hanyalah kesenangan yang seperti
layaknya bukan sebuah kebahagiaan. Hanya kesenangan semata wayang, untuk kenikmatan,
meski tanpa kemakmuran, pun kesejahteraan hidup.
Ada yang
benar benar menganggap bahwa kebahagiaan adalah segalagalanya dalam hidup ini.
Tanpa bahagia, tujuan dari hidup belum benar benar sepenuhnya terpenuhi.
Sebenarnya
tidak ada yang salah dengan memanfaatkan, benar begitu? Meskipun diuntungkan
atau dirugikan?
Menjadi
sosok yang dianggap ketika dibutuhkan itu baik. Menjadi sosok yang tidak
dianggap ketika dibutuhkan ataupun tidak itu juga baik. Tetapi, menjadi sosok
yang dianggap ketika dibutuhkan dan dicampakkan ketika tidak dibutuhkan, itu
yang tidak baik. Adakah yang pernah merasakan hal demikian? Inilah hal baru,
hal yang biasa saja untuk sebagian orang, pun diriku. Lebih tepatnya, aku bukan
peran yang bisa memilih untuk bisa menganggap seseorang dibutuhkan ataupun
tidak. Tetapi aku adalah peran yang akan dipilih bisa dianggap ketika
dibutuhkan ataupun dicampakkan ketika tidak. Itu peran yang biasakan bagiku? Tentu
saja. Biasa. Karena peran seperti itu sudah biasa ku dapatkan. Masalahnya sekarang
adalah, sampai saat ini aku masih belum terbiasa mendapatkan peran seperti itu
meskipun sudah biasa mendapatkannya. Sama sekali belum terbiasa.
Tahu bagaimana
rasanya ketika sesuatu yang seharusnya sudah biasa karena kebiasaan namun belum
juga terbiasa dan dipaksakan untuk terbiasa.
Sepertinya
jalan keluar satu satunya ya hanya dengan terbiasakan?
Disana selalu ada jalan buat kamu yang sedang
berusaha bukan. Jadi berusahalah. Dan mungkin juga terbiasalah.
No comments:
Post a Comment