Wednesday, November 6, 2013

Apakah Kau Tahu Lelah?

"Sebagian orang menilaimu dengan sebelah mata, sebagiannya lagi dengan menutup mata”

Selalu ada perbedaan dalam hidup ini. Selalu ada penilaian penilaian juga tentunya, misalnya penilaian tentang perbedaan itu sendiri. Dan apakah kau tahu? Aku lelah menghadapinya.

“Sebagian orang bisa memahamimu, sebagiannya lagi hanya bermulut besar”

Aku merasakah lelah yang seperti lelah saat ini. Lelah. Hanya lelah saja. Aku seperti berhenti menjadi sosok yang tegar. Aku kerap kali merasakannya. Lelah menghadapi situasi yang tidak seperti dulu. Terkadang aku pernah berpikir, benar benar ingin kembali pada waktu dahulu. Dan tapi ternyata, aku baru menyadari, semakin aku berharap menjadikan waktu yang sekarang seperti waktu yang dulu, berharap semua keadaan seperti dulu akan tetap ada sekarang, berharap sosok sosok yang selalu ku rindukan dapat kembali hadir menemani canda dan tawa, semakin aku terlihat menjadi sosok anak anak. Sosok anak anak yang takut kehilangan permen lolipopnya. Seharusnya jika anak anak sudah beranjak dewasa tidak perlu mengkhawatirkan permen lolipopnya lagi bukan? Tidak perlu gelisah ketika permen lolipop itu hilang, apalagi merindukannya, seperti aku sekarang. Seharusnya aku tidak perlu mengkhawatirakan dan merindukan waktu waktu yang dulu itu, waktu yang seharusnya aku jalani sekarang adalah waktu sekarang.

Ya, seharusnya aku tidak perlu bertindak bodoh lagi sekarang. Seharusnya.

Tetapi, apakah kau tahu bagaimana rasa lelah? Rasa lelah ketika aku mulai kehilangan sesuatu yang pernah menjadi bagian hari hari ku dahulu. Rasa lelah ketika aku mulai mengganti kekosongan yang hilang itu dengan yang baru. Dan rasa lelah ketika aku baru menyadari bahwa kekosongan yang telah ku ganti tersebut tidak pernah benar benar bisa mengganti ataupun mengubah semuanya. Rasa lelah seperti itu. Menghadapi segala hal yang barunya sendiri, menjalaninya dengan bantuan indra luar, meskipun berulang kali ku coba melakukannya juga dengan indra perasaan. Tetapi ternyata, semuanya tetap sama. Tidak ada yang pernah benar benar bisa mengubah apa yang pernah menjadi bagian dari hari hari ku dahulu. Lebih tepatnya semu.

Hey, sadarkah kamu. Aku sepertinya masih menjadi anak anak seusia yang kerap kali minta dibelikan eskrim kemudian memakannya dengan penuh belepotan diseluruh wajah dan juga baju. Sadarkah kamu? Aku masih sering memikirkan hal hal yang seharusnya sudah berlalu dan aku harus bisa menerimanya. Aku sendiri bingung. Kapan aku pernah menjadi dewasa? Kapan aku bisa menyelesaikan suatu masalah sendiri? Kapan aku bisa menghadapi situasi rumit tanpa di temani oleh siapapun? Kapan aku bisa bangkit dan belajar untuk menerima semua keadaan yang sudah ada di depan mata? Kapan?

Terkadang semua hal yang baru mudah saja diterima, tetapi bagiku itu hal yang tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak semudah bagaimana caranya pergi dari kandang harimau yang akan menerkammu kapan saja. Tidak semudah kau menutupkan mata ketika terlintas sebuah cahaya yang begitu menyilaukan di depan matamu. Tidak semudah itu bagiku.

Hidup ini seperti memilih satu diantara ya dan tidak

Sebagian besar untuk memilih itu adalah sulit, terlebih lagi ketika memilih, artinya harus berkorban. Baik kita yang berkorban ataupun pilihan itu yang akan menjadi korban. Benar begitukan bukan. Dan sampai saat ini pilihan pilihan itu masih bergantungan dilangit langit pikiranku, merayap dari satu pikiran ke pikiran lain, mencari udara dari kesepian sepanjang perjalanan menuju proses pemilihan, dan tentu saja jika lelah, merusak pikiran pikiran lain.

Ada yang tidak pernah benar benar menganggap suatu keberadaan di dunia ini. Seperti kebahagiaan, ataupun kesepian. Yang teranggap hanyalah kesenangan yang seperti layaknya bukan sebuah kebahagiaan. Hanya kesenangan semata wayang, untuk kenikmatan, meski tanpa kemakmuran, pun kesejahteraan hidup.

Ada yang benar benar menganggap bahwa kebahagiaan adalah segalagalanya dalam hidup ini. Tanpa bahagia, tujuan dari hidup belum benar benar sepenuhnya terpenuhi.


Sebenarnya tidak ada yang salah dengan memanfaatkan, benar begitu? Meskipun diuntungkan atau dirugikan?

Menjadi sosok yang dianggap ketika dibutuhkan itu baik. Menjadi sosok yang tidak dianggap ketika dibutuhkan ataupun tidak itu juga baik. Tetapi, menjadi sosok yang dianggap ketika dibutuhkan dan dicampakkan ketika tidak dibutuhkan, itu yang tidak baik. Adakah yang pernah merasakan hal demikian? Inilah hal baru, hal yang biasa saja untuk sebagian orang, pun diriku. Lebih tepatnya, aku bukan peran yang bisa memilih untuk bisa menganggap seseorang dibutuhkan ataupun tidak. Tetapi aku adalah peran yang akan dipilih bisa dianggap ketika dibutuhkan ataupun dicampakkan ketika tidak. Itu peran yang biasakan bagiku? Tentu saja. Biasa. Karena peran seperti itu sudah biasa ku dapatkan. Masalahnya sekarang adalah, sampai saat ini aku masih belum terbiasa mendapatkan peran seperti itu meskipun sudah biasa mendapatkannya. Sama sekali belum terbiasa.

Tahu bagaimana rasanya ketika sesuatu yang seharusnya sudah biasa karena kebiasaan namun belum juga terbiasa dan dipaksakan untuk terbiasa.
Sepertinya jalan keluar satu satunya ya hanya dengan terbiasakan?

Disana selalu ada jalan buat kamu yang sedang berusaha bukan. Jadi berusahalah. Dan mungkin juga terbiasalah.

No comments:

Post a Comment