Friday, July 16, 2021

Juang Menyala

Suatu hari, sebuah instagram story yang membuat saya menulis ini muncul di layar HP. Tangkapan layar youtube dengan cover depan short movie “We” dan sebait kisah miliknya yang relate dengan karya short movie tersebut. Sebelum masuk ke short movie tersebut, saya ceritakan dulu isi kisah si pemillik story ini. Diawali dengan kalimat “Bapakku seorang supir minibus…”
 
Ia bercerita tentang sosok ayahnya yang bekerja sebagai supir, dan selalu mengantarnya ke bandara saat harus berpergian dengan pesawat. Hanya sampai batas luar bandara saja, tanpa tau isi dalamnya seperti apa. Hingga suatu hari, ia bersama anggota keluarga lain harus membaya ayahnya berobat ke luar negeri. Saat itulah pertama kali ayahnya mengetahu seperti apa isi bandara. Ayahnya terpana. Bayangkan, bertahun-tahun mengantar penumpang dan anaknya ke bandara, tapi baru kali ini ia memiliki kesempatan untuk melihat bandara yang sesungguhnya. Momen terindah, karena,…
(saya kembali menangis saat menulis kalimat ini)
Itu adalah kali pertama dan terakhir baginya melihat bandara.
 
Berawal dari kisah ini, saya memiliki sebuah ekspektasi sendiri terhadap Short Movie berjudul We tersebut. Singkat cerita, saya menjemput ekspektasi yang sudah bermanin-main di kepala saya dari channel youtube Riuh Records. Durasinya sekitar 12 menit, diawali dengan scene seorang anak yang menunggu ayahnya pulang membawa laptop lalu mengakses pengumuman kelulusan. Lalu ekspektasi saya perlahan mulai terjawab saat sebuah lagu yang berjudul “Juang Menyala” mulai terputar di detik 03.26. Perlahan, saya tak bisa membendung tangis. Ada rasa sesak yang mengalir di diri saya saat melihat sosok ayah di film tersebut.
 
“Di matamu menemui kami yang terang
segala swara membuncah doa
tumbuhlah ampuh dan mampu
 
Di senangmu menjumpai kami yang megah
setinggi langit membentang doa
tenang dan benamkan riuh
 
Kemana kau bermuara
semaumu di tanganmu
terang jalan kekal
kami menunggumu bertumbuh
menyanyi menari berlari
terus menunggumu bertumbuh
besar di pangkuan mendera”
Juang Manyala ft. Cholil Mahmud & Gardika Gigih
 
Dari sana, tidak ada dialog hingga beberapa menit. Tapi saya paham makna yang ingin disampaikannya. Tergambar jelas dari sosok sang ayah. Saat sedang makan, minum kopi, melihat anaknya berkemas, hingga saat menatap sosok anaknya dari belakang usai meletakkan koper dibagasi mobil. Ia diam beberapa detik. Perasaannya seperti tertahan. Hingga saat sang anak pamit pergi, matanya mulai berkaca, tapi masih ditahan. Puncaknya adalah ketika ia kembali pulang kerumah selepas mengantar anaknya pergi, ia melihat kue yang tadi diletakkan anaknya. Untuk sesaat ia terdiam sambil mengenang momen-momen bersama. Berusaha keras untuk tegar dan kuat. Tapi itu semua tidak bertahan. Gigitan pertama kue, air matanya menetes setelah berusaha keras.
 
Seperti apa rasanya melepas sang anak?
Mungkin seperti sosok ayah di short movie berjudul “We” ini. Sosok yang selalu terlihat tegar dan tidak ekspresif dalam mengungkapkan perasaannya.
 
Dan lagu “Juang Menyala” ini rasanya sangat cocok. Sangat! Mungkin jika soundtracknya musik yang lain, perasaan yang sampai saat saya menontonnya akan berbeda.
 
Saat menulis ini, saya kembali menontonnya sekali lagi. Dan rasanya tetap sama.
 
Saya jadi melihat karakter “bapak” yang sesungguhnya. Ending film ini ditutup dengan scene yang indah. Di mana saat bapak menelepon anaknya, lalu diberikan hp tersebut ke istrinya. Dan, ya. Silahkan ambil sendiri kesimpulannya. Bagi saya, ini masuk list short movie terbaik, setelah beberapa waktu lalu menonton “Tenang”.
 
Apakah kalian menemukan karakter “Bapak” di film ini?
 
Terima kasih telah membuat short movie ini.

No comments:

Post a Comment