Monday, May 24, 2021

Kehilangan (kehilangan)

"Hei, pernah mengalami ’kehilangan’? Bagaimana rasanya? Apakah hidup terasa jauh lebih berat dari kemarin? Ada berapa macam bentuk kehilangan yang pernah kamu rasakan? Kalau harus merasakan kehilangan lagi, apakah kamu siap? Sudah sesiap apa?"
 
Beberapa waktu belakangan ini, circle pertemanan saya sedang banyak berduka. Dunia memang masih belum membaik, teman. Apakah harimu cukup baik untuk kamu lewatkan sendirian tanpa merasa perlu berbagi sedikit rasa sakit?
 
Beberapa hari menjelang Idul Fitri, notif di HP bertebaran ucapan berduka. Salah satu teman saya kehilangan ibunya. Tak berapa lama setelah notif digrub ramai, masuklah sebuah pesan pribadi, sebut saja namanya Mawar.
Kak, Mawar enggak kebayang gimana rasanya meninggal orang tua di hari-hari menjelang lebaran.”
Menerima pesan itu, saya merenung sejenak. Benar.
Kita bahkan mempersiapkan segala urusan yang bersangkutan dengan lebaran bersama mereka. Seperti memilih dresscode lebaran, jenis-jenis kue kering dalam toples, lontong/ketupat dihari lebaran, dekorasi rumah, dan segala bentuk per-lebaran-an lainnya. Tetapi, saat hari lebaran tiba, justru sosoknya sudah tidak bersama kita lagi untuk menikmati semua keriweuhan yang sudah dipersiapkan.
 
Selang seminggu setelah Mawar mengirimkan chat tersebut, malam hari pukul 22.30, notif dari Mawar kembali masuk.
Kak, Ayah Mawar meninggal, sekitar 21.50 tadi”. Saya membaca 2 kali pesan tersebut, untuk memastikan itu benar dari Mawar. Tanpa menunggu perintah siapapun, saya segera menekan tombol panggilan. Sambil menunggu suara diseberang sana mengangkat telfon, keresahan menyelimuti seluruh tubuh. Saya cemas, jika tiba-tiba lidah ini bisu, tidak ada satu katapun yang dapat keluar. Tak lama, terdengar suaranya.
Halo kak.” ucapnya. Nada bicaranya memang berbeda dari yang biasa. Tapi saya tau, saat itu ia sedang tidak menangis (atau sudah selesai menangis sejak tadi).
Kami tak mengobrol lama, saya hanya tau sedikit kronologisnya. Sebab Mawar sedang menuju klinik untuk melakukan rapid tes dan akan pulang ke rumah esok pagi. Ia sedang berada diluar kota karena bekerja, jadi saat mendapat kabar duka tersebut, saya rasa ia sedang sendirian di kos nya. Saya menawari untuk menjemputnya di bandara esok hari ketika ia tiba. Setelah menunggu dan tidak ada kabar, pesan dari Mawar esok hari kembali masuk. Ia mengabarkan bahwa ia dijemput oleh saudaranya dan sudah di rumah mau melakukan shalat jenazah.
 
Hanya berselang seminggu dari pernyataan Mawar. Kehilangan bisa secepat itu, tanpa memberi celah untuk kita bersiap. Saya jadi ingat salah satu pertanyaan saya pada seseorang beberapa waktu lalu. Ia baru saja mengalami salah satu bentuk kehilangan yang berbeda dari yang Mawar rasakan. Kehilangan membuatnya melakukan aktivitas tanpa rasa. Mati rasa. Lalu saya bertanya padanya. “Dari semua kehilangan yang sudah pernah kamu rasakan, kalau kamu harus kehilangan lagi, apa kamu siap?” Ia diam.
 
Enggak ada orang yang pernah siap dengan kehilangan. Bahkan ketika kita sudah melalui berbagai macam bentuk kehilangan, tetap saja, kehilangan bukan sesuatu yang harus kita syukuri seperti bentuk syukur lainnya. Tetapi, akan selalu ada hikmah dari kehilangan, hikmah itu yang perlu kita syukuri.”

No comments:

Post a Comment