Saturday, September 24, 2016

Tak Terganti

Hai sahabat. Jika aku masih memiliki waktu bersamamu, apakah kau akan kembali seperti dulu?

Aku rindu. Pernah berada di sampingmu, bersender pada bahu kecil yang terlihat begitu kokoh. Kemudian kita akan bercerita. Tentang tawa mu hari ini, sedihmu beberapa jam lalu, atau bahkan mimpi indah mu nanti malam. Bahkan sesekali kita akan membuka bungkusan cokelat dan mengemutnya perlahan. Atau mungkin bungkusan chiki rasa rumput laut kesukaanmu.

Aku ingat, saat itu langkah gontaimu membuat perasaan ku kalang kabut. Apa yang terjadi? Aku bertanya dalam teriakan. Tawa mu kemudian mekar sambil memamerkan sederet gigi putih terawat yang ku sukai. Hanya terpeleset kecil dalam kamar mandi, katamu. Aku hanya menepuk-nepuk jidad.

Aku juga ingat. Aura sepi yang muncul dari balik pintu kamarmu. Kau mendekam dalam selimut. Ku pikir demam tinggi menguap disekujur tubuhmu. Tapi ternyata, aku menemukan tetes-tetes luka disana. Hanya ada rangkulan hangat yang ku berikan. Matamu terbuka, menatap bilik mataku yang menjadi sendu. Kau berteriak, menghempaskan kepenatan. Aku hanya berkata, biarlah,aku sedang disisimu.

Hai sahabat. Jika aku masih memiliki waktu bersamamu, bisakah kau berada disisiku saat ini?

Aku sedang rindu. Membelai ujung-ujung rambutmu yang wangi dan lurus. Kemudian kau memutar lagu-lagu sendu yang kita sukai. Aku menatap wajah bahagiamu, kemudian aku ikut bahagia.

Aku sedang rindu. Sebutan namaku yang kau panggil dengan manja. Meskipun orang-orang sekitar selalu menyebutmu anak manja, aku tetap menyukaimu, bahkan teriakan minta tolongmu yang terkesan sebagai tingkah anak-anak. Aku begitu mengenalmu.


Hai sahabat. Aku sedang rindu. Seperti beberapa waktu lalu. Bisakah kau temani aku? Melewati kepahitan ini.

No comments:

Post a Comment