Wednesday, June 17, 2015

Hari

Lebih baik memilih hitam putih dalam hidup atau memilih abu-abu? Hanya ada dua pilihan –kem.

Akhir-akhir ini saya sudah jarang menulis. Bukan hanya akhir-akhir ini saja, tetapi semenjak sebulan dua bulan yang lalu saya rasa. Entah kenapa. Saya pikir, saya sedang kehilangan separuh jiwa saya, entah itu untuk mengejar cita-cita atau sebatas menggenggam angan kosong. Dan sampai sekarangpun, separuh jiwa saya masih belum kembali utuh pada raga yang terlalu lelah ini. Saya pikir, saya benar-benar lelah. Apa itu lelah untuk membantu diri saya bangkit atau lelah untuk membantu angan-angan kosong saya mencapai sebuah tujuan. Lucunya, sampai hari ini saya masih bertanya pada diri sendiri. Apa tujuan saya?

Berbicara sebulan dua bulan lalu atau bahkan tiga bulan lalu –tanpa separuh jiwa– banyak hal yang saya lalui. Dan setiap kali saya melewatinya, saya selalu berusaha untuk tidak meninggalkan sedikitpun momen tanpa mengambil hikmahnya. Percayalah, sampai sejauh ini saya masih dan terus belajar terhadap hidup sebagaimana orang-orang sebelum saya belajar.

Ini cerita-cerita tentang kehidupan saya, tentang apa yang saya pelajari. Bahwa ternyata kehilangan sebuah pulpen tidak akan membuat ide kreatifmu berkurang terhadap sebuah kertas. Selagi kertas itu ada kenapa tidak kau pergunakan untuk membuat sesuatu yang berbeda –selain untuk menulis–? Seperti membuat  burung, kapal dan bintang (ya, akhir-akhir ini saya suka melipat-lipat kertas dan membuat bintang).

***
Dear 20 mei 2015

Hari itu rabu, matahari sedang bersinar dengan percaya diri begitupun saya dan separtai teman-teman sejurusan (seolah-olah kami ikut bersinar seperti matahari). Tepat tanggal 19 mei lalu, Ketua Jurusan di mana tempat saya kuliah saat ini sedang berulang tahun. Seminggu dua minggu sebelum itu saya dan temans (sebut saja partai-partai teman saya yang begitu tak terhitung itu dengan ‘temans’) sibuk memikirkan surprice seperti apa yang akan kami lakukan untuk membahagiakan (setidaknya sedikit saja) ketua prodi kami pada ulang tahunnya. Hitung menghitung membayar janji kekompakan kami pun membayar sedikit kenakalan kami. Btw, nama ketua prodi kami adalah Dr. Saiful Mahdi. Kami menyebutnya Pak Saiful.

Jadi beradalah saya dan seorang teman bernama ‘pia’ di sebuah kursi panjang dengan wanita cantik yang sering dipanggil “Mommy” oleh anak bungsu dari Pak Saiful bernama “Dek Awa”, yang tak lain adalah istrinya. Satu menit, dua menit, 10 menit. Strategi pun berhasil kami susun, yaitu mengadakan belated birthday surprice untuk Pak Saiful. Mengapa? Karena tepat 19 mei Pak Saiful tidak berada di tempat alias sedang tidak di banda aceh. Jadi begitulah bentuk kerja sama yang kami lakukan dengan wanita cantik tersebut, yang sering kami panggil “Bu dian”.

2 hari sebelum hari H, saya bersama Pia dan Reza pergi mengelilingi beberapa toko kue untuk melihat birthday cake. Toko pertama yang kami kunjungi adalah salah satu toko kue ternama di daerah. Harganya? Jangan ditanya, sebanding dengan rasa kue kok. Tetapi, sekalian cuci mata (sungguh?!) kami mengunjungi toko-toko kue lainnya. Setelah menimbang-nimbang dampak positif negatif dari setiap toko kue kami pun memutuskan untuk memesan kue pada toko pertama. Seketika itu saya langsung terbayang cerita “Raditya Dika” –seorang komedian. Ia pernah cerita bahwa cewek itu terlalu ‘ribet’. Dia menemani sang cewek berbelanja di mall. Melihat sebuah barang cantik di sebuah toko, cewek tersebut berkata “lucu ya, bagus”. Setelah berputar berkeliling lantai demi lantai di mall tersebut, akhirnya si cewek memutuskan untuk membeli barang yang pertama dilihatnya. Itu lah cewek. Dan saya tertawa sendiri ketika hal tersebut sedang saya alami bersama Pia dan Reza saat membeli kue.

Usai membeli kue, ralat, kami memesannya terlebih dahulu, motor kamipun melaju pada sebuah toko pernak pernik yang cukup ternama juga. Kami mengambil satu plastik balon –setelah melewati serangkaian tanya jawan antara saya, Pia dan Reza tentang balon mana yang bagus– dan 2 buah hiasan gantung berwarna merah biru. Selesai membayar kami bergegas kembali menuju kampus. Waktu yang kami punya hanya sekitar 30 menit lagi untuk shalat dan makan sebelum kelas siang yang tidak cukup membosankan itu kembali hadir mewarnai kelelahan kami.

Hari H
Pagi menjelang siang dan juga menjelang party (sebut saja demikian) ada kelas yang saya ikuti. Singkat cerita, beberapa menit sebelum kelas selesai saya harus membolos karena mengambil cake yang beberapa hari lalu dipesan. Ya seharusnya sudah ada pembagian tugas untuk mengambil cake-nya, tetapi karena satu dan lain hal saya harus merelakan sedikit waktu.

Singkat cerita kembali, segala persiapan untuk party sudah kami siapkan. Saat ini yang kami lakukan hanya berdiri dan mengambil beberapa foto sambil menunggu kehadiran Pak Saiful diruang party tersebut. Ruang yang kami gunakan adalah sebuah ruang seminar dengan ukuran yang cukup untuk menampung hampir 100 orang yang tengah berdiri menanti kehadiran seseorang, siapa lagi kalau bukan Pak Saiful.
“Thub..thuub..tbuub..”
Terdengar suara langkah kaki dari arah luar, sedetik kemudian Pak Saiful muncul dari balik pintu dengan wajah terkejut dan bingung. Entah siapa yang terlebih daluhu memberi kode, kami langsung menyanyikan lagu “Happy Birtdhay” untuk Pak Saiful. Ia kemudian hanya tersenyum dan tertawa sambil menatap satu persatu wajah kami dengan bahagia.

Selesai menyanyikan lagu, saya menekan tombol enter pada sebuah laptop yang sudah terhubung dengan LCD. Sebuah video yang berdurasi 1.59 menit tersebut berputar indah pada pantulan dinding berwarna putih. Itu hasil video yang membuat saya dan Sela harus membolos kuliah pada senin sore, juga meluangkan lebih banyak waktu pada hari selasa demi menyelesaikan video tersebut. Tidak cukup sampai disitu, ternyata rabu pagi juga membuat waktu saya dan Sela terkuras kembali karena harus mengedit beberapa bagian foto dan tulisan dalam video. Akhirnya, di sinilah video itu berputar dalam suasana bahagia yang tentu saja kita ciptakan bersama. Ini benar-benar kebahagiaan yang berhasil kita perjuangkan, tidak hanya sekedar mimpi.

Video berakhir. Pemotongan kue yang didahului peniupan lilin oleh Pak Saiful diwarnai sebuah canda tawa. Pak saiful terkejut dengan angka yang tertera pada lilin tersebut, 47. “Sudah setua inikah saya?”. Bagi saya, semakin bertambah (atau berkurang) usia itu adalah hal yang sangat wajar, dengan syarat ada kebahagiaan disetiap itu semua serta ketaqwaan yang terus bertambah untuk mempersiapkan diri menghadapi apakah masih ada hari esok?

Menyanyikan lagu sudah, memutar video sudah, meniup dan memotong kue sudah, sekarang adalah saatnya memberikan hadiah. Salah satu teman saya, Joe mewakili leting kami dan adik leting, memberikan sebuah kado berbungkus kertas cokelat bercorak batik. Sekian detik kemudian Pak Saiful membuka kado tersebut dan menemukan sebuah bingkisan figura wajahnya dan istrinya. Namun, wajah tersebut bukanlah hasil foto studio, foto candid atau pun foto-foto lainnya. Wajah dalam figura tersebut adalah hasil sketsa dari seorang teman saya bernama Aldi. Katanya (Aldi) ia menghabiskan waktu luangnya selama 4 hari untuk menyelesaikan sketsa wajah tersebut. Ia memang masih pemula, tetapi hasil sketsa karyanya mampu membuat orang lain berpikir bahwa hadiah sketsa wajah pak saiful bersama istrinya tersebut adalah hasil pesanan sketsa kami pada orang-orang hebat. Ya, begitulah adanya. Bermodalkan 5 pensil yaitu 6H, 2B, 4B, 6B dan 8B, Aldi berhasil membuat orang-orang (selain saya dan temans) berpikir demikian. Dengan raut kebahagiaan, Bu dian berkata “Ini sekaligus menjadi hadiah pernikahan kami” kemudian bertatapan penuh suka cita dengan Pak Saiful.

Hari itu, kami sudah bahagia dan bercita-cita ingin terus bahagia.

***
So, here I am.
Duduk menatap blog saya yang sudah disarangi laba-laba karena lama tidak menulis. Banyak alasan, banyak waktu sempit, dan juga banyak kekecewaan (sebenarnya tidak juga).

Besok adalah hari pertama puasa pada Bulan Ramadhan. Saya mohon maaf atas segela kesalahan serta kekhilafan saya selama ini baik dalam setiap perkataan maupun tulisan. Semoga mimpi saya untuk kembali menulis bisa terealisasi. Dan semoga sebuah proker di bulan puasa ini, yaitu menulis setiap hari selama satu bulan juga bisa terwujud.

Hey kamu, kalian, siapa saja. Bantu saya untuk membakar rasa malas saya ya. Akhir-akhir ini gara-gara separuh jiwa saya hilang rasa malas semakin menjadi-jadi. Semangati saya ya.
#kode

Marhaban yaa ramadhan

No comments:

Post a Comment