Lebih baik memilih hitam putih dalam hidup
atau memilih abu-abu? Hanya ada dua pilihan –kem.
Akhir-akhir ini saya sudah jarang menulis. Bukan hanya akhir-akhir ini
saja, tetapi semenjak sebulan dua bulan yang lalu saya rasa. Entah kenapa. Saya
pikir, saya sedang kehilangan separuh jiwa saya, entah itu untuk mengejar
cita-cita atau sebatas menggenggam angan kosong. Dan sampai sekarangpun,
separuh jiwa saya masih belum kembali utuh pada raga yang terlalu lelah ini. Saya
pikir, saya benar-benar lelah. Apa itu lelah untuk membantu diri saya bangkit
atau lelah untuk membantu angan-angan kosong saya mencapai sebuah tujuan.
Lucunya, sampai hari ini saya masih bertanya pada diri sendiri. Apa tujuan
saya?
Berbicara sebulan dua bulan lalu atau bahkan tiga bulan lalu –tanpa
separuh jiwa– banyak hal yang saya lalui. Dan setiap kali saya melewatinya,
saya selalu berusaha untuk tidak meninggalkan sedikitpun momen tanpa mengambil
hikmahnya. Percayalah, sampai sejauh ini saya masih dan terus belajar terhadap
hidup sebagaimana orang-orang sebelum saya belajar.
Ini cerita-cerita tentang kehidupan saya, tentang apa yang saya
pelajari. Bahwa ternyata kehilangan sebuah pulpen tidak akan membuat ide
kreatifmu berkurang terhadap sebuah kertas. Selagi kertas itu ada kenapa tidak
kau pergunakan untuk membuat sesuatu yang berbeda –selain untuk menulis–?
Seperti membuat burung, kapal dan
bintang (ya, akhir-akhir ini saya suka melipat-lipat kertas dan membuat
bintang).
***
Dear 20 mei 2015
Hari
itu rabu, matahari sedang bersinar dengan percaya diri begitupun saya dan
separtai teman-teman sejurusan (seolah-olah kami ikut bersinar seperti
matahari). Tepat tanggal 19 mei lalu, Ketua Jurusan di mana tempat saya kuliah
saat ini sedang berulang tahun. Seminggu dua minggu sebelum itu saya dan temans
(sebut saja partai-partai teman saya yang begitu tak terhitung itu dengan
‘temans’) sibuk memikirkan surprice
seperti apa yang akan kami lakukan untuk membahagiakan (setidaknya sedikit
saja) ketua prodi kami pada ulang tahunnya. Hitung menghitung membayar janji
kekompakan kami pun membayar sedikit kenakalan kami. Btw, nama ketua prodi kami adalah Dr. Saiful Mahdi. Kami
menyebutnya Pak Saiful.
Jadi
beradalah saya dan seorang teman bernama ‘pia’ di sebuah kursi panjang dengan wanita
cantik yang sering dipanggil “Mommy” oleh anak bungsu dari Pak Saiful bernama
“Dek Awa”, yang tak lain adalah istrinya. Satu menit, dua menit, 10 menit. Strategi
pun berhasil kami susun, yaitu mengadakan belated
birthday surprice untuk Pak Saiful. Mengapa? Karena tepat 19 mei Pak Saiful
tidak berada di tempat alias sedang tidak di banda aceh. Jadi begitulah bentuk
kerja sama yang kami lakukan dengan wanita cantik tersebut, yang sering kami
panggil “Bu dian”.
2
hari sebelum hari H, saya bersama Pia dan Reza pergi mengelilingi beberapa toko
kue untuk melihat birthday cake. Toko
pertama yang kami kunjungi adalah salah satu toko kue ternama di daerah. Harganya?
Jangan ditanya, sebanding dengan rasa kue kok. Tetapi, sekalian cuci mata (sungguh?!) kami mengunjungi toko-toko
kue lainnya. Setelah menimbang-nimbang dampak positif negatif dari setiap toko kue
kami pun memutuskan untuk memesan kue pada toko pertama. Seketika itu saya
langsung terbayang cerita “Raditya Dika” –seorang komedian. Ia pernah cerita
bahwa cewek itu terlalu ‘ribet’. Dia menemani sang cewek berbelanja di mall.
Melihat sebuah barang cantik di sebuah toko, cewek tersebut berkata “lucu ya,
bagus”. Setelah berputar berkeliling lantai demi lantai di mall tersebut,
akhirnya si cewek memutuskan untuk membeli barang yang pertama dilihatnya. Itu
lah cewek. Dan saya tertawa sendiri ketika hal tersebut sedang saya alami
bersama Pia dan Reza saat membeli kue.
Usai
membeli kue, ralat, kami memesannya terlebih dahulu, motor kamipun melaju pada
sebuah toko pernak pernik yang cukup ternama juga. Kami mengambil satu plastik balon
–setelah melewati serangkaian tanya jawan antara saya, Pia dan Reza tentang
balon mana yang bagus– dan 2 buah hiasan gantung berwarna merah biru. Selesai
membayar kami bergegas kembali menuju kampus. Waktu yang kami punya hanya
sekitar 30 menit lagi untuk shalat dan makan sebelum kelas siang yang tidak
cukup membosankan itu kembali hadir mewarnai kelelahan kami.
Hari H
Pagi
menjelang siang dan juga menjelang party
(sebut saja demikian) ada kelas yang saya ikuti. Singkat cerita, beberapa menit
sebelum kelas selesai saya harus membolos karena mengambil cake yang beberapa hari lalu dipesan. Ya seharusnya sudah ada
pembagian tugas untuk mengambil cake-nya,
tetapi karena satu dan lain hal saya harus merelakan sedikit waktu.
Singkat
cerita kembali, segala persiapan untuk party
sudah kami siapkan. Saat ini yang kami lakukan hanya berdiri dan mengambil
beberapa foto sambil menunggu kehadiran Pak Saiful diruang party tersebut. Ruang yang kami gunakan adalah sebuah ruang seminar
dengan ukuran yang cukup untuk menampung hampir 100 orang yang tengah berdiri
menanti kehadiran seseorang, siapa lagi kalau bukan Pak Saiful.
“Thub..thuub..tbuub..”
Terdengar
suara langkah kaki dari arah luar, sedetik kemudian Pak Saiful muncul dari
balik pintu dengan wajah terkejut dan bingung. Entah siapa yang terlebih daluhu
memberi kode, kami langsung menyanyikan lagu “Happy Birtdhay” untuk Pak Saiful.
Ia kemudian hanya tersenyum dan tertawa sambil menatap satu persatu wajah kami
dengan bahagia.
Selesai
menyanyikan lagu, saya menekan tombol enter pada sebuah laptop yang sudah
terhubung dengan LCD. Sebuah video yang berdurasi 1.59 menit tersebut berputar
indah pada pantulan dinding berwarna putih. Itu hasil video yang membuat saya
dan Sela harus membolos kuliah pada senin sore, juga meluangkan lebih banyak
waktu pada hari selasa demi menyelesaikan video tersebut. Tidak cukup sampai
disitu, ternyata rabu pagi juga membuat waktu saya dan Sela terkuras kembali
karena harus mengedit beberapa bagian foto dan tulisan dalam video. Akhirnya,
di sinilah video itu berputar dalam suasana bahagia yang tentu saja kita
ciptakan bersama. Ini benar-benar kebahagiaan yang berhasil kita perjuangkan,
tidak hanya sekedar mimpi.
Video
berakhir. Pemotongan kue yang didahului peniupan lilin oleh Pak Saiful diwarnai
sebuah canda tawa. Pak saiful terkejut dengan angka yang tertera pada lilin
tersebut, 47. “Sudah setua inikah saya?”. Bagi saya, semakin bertambah (atau
berkurang) usia itu adalah hal yang sangat wajar, dengan syarat ada kebahagiaan
disetiap itu semua serta ketaqwaan yang terus bertambah untuk mempersiapkan
diri menghadapi apakah masih ada hari esok?
Menyanyikan
lagu sudah, memutar video sudah, meniup dan memotong kue sudah, sekarang adalah
saatnya memberikan hadiah. Salah satu teman saya, Joe mewakili leting kami dan
adik leting, memberikan sebuah kado berbungkus kertas cokelat bercorak batik. Sekian
detik kemudian Pak Saiful membuka kado tersebut dan menemukan sebuah bingkisan
figura wajahnya dan istrinya. Namun, wajah tersebut bukanlah hasil foto studio,
foto candid atau pun foto-foto lainnya. Wajah dalam figura tersebut adalah
hasil sketsa dari seorang teman saya bernama Aldi. Katanya (Aldi) ia
menghabiskan waktu luangnya selama 4 hari untuk menyelesaikan sketsa wajah
tersebut. Ia memang masih pemula, tetapi hasil sketsa karyanya mampu membuat
orang lain berpikir bahwa hadiah sketsa wajah pak saiful bersama istrinya tersebut
adalah hasil pesanan sketsa kami pada orang-orang hebat. Ya, begitulah adanya. Bermodalkan
5 pensil yaitu 6H, 2B, 4B, 6B dan 8B, Aldi berhasil membuat orang-orang (selain
saya dan temans) berpikir demikian. Dengan raut kebahagiaan, Bu dian berkata
“Ini sekaligus menjadi hadiah pernikahan kami” kemudian bertatapan penuh suka
cita dengan Pak Saiful.
Hari
itu, kami sudah bahagia dan bercita-cita ingin terus bahagia.
***
So,
here I am.
Duduk menatap blog saya yang sudah disarangi
laba-laba karena lama tidak menulis. Banyak alasan, banyak waktu sempit, dan
juga banyak kekecewaan (sebenarnya tidak juga).
Besok adalah hari pertama puasa pada Bulan
Ramadhan. Saya mohon maaf atas segela kesalahan serta kekhilafan saya selama
ini baik dalam setiap perkataan maupun tulisan. Semoga mimpi saya untuk kembali
menulis bisa terealisasi. Dan semoga sebuah proker di bulan puasa ini, yaitu
menulis setiap hari selama satu bulan juga bisa terwujud.
Hey kamu, kalian, siapa saja. Bantu saya untuk
membakar rasa malas saya ya. Akhir-akhir ini gara-gara separuh jiwa saya hilang
rasa malas semakin menjadi-jadi. Semangati saya ya.
#kode
Marhaban
yaa ramadhan
No comments:
Post a Comment