Ketika sebuah
alasan hilang, maka lenyaplah sebuah harapan. Ketika itu (mungkin) kamu akan
sadar, betapa dunia pernah membuatmu lupa akan sebuah janji.
Sendiri,
bisa membuat kita sadar bahwa seseorang yang pernah membuat janji dengamu bisa
dengan begitu cepat melupakannya –hal yang mungkin saat ini bukan apa apa
baginya.
Bahwa sendiri,
bisa membuat kita lupa bahwa kita pernah membuat janji itu.
Menarik,
saya pernah berjanji dengan begitu banyak orang. Hasilnya? Saya jadi begitu
sulit untuk memulai ‘berjanji’ kembali. Kenapa? banyak hal yang sudah saya
lewati dengan janji janji itu. Sebagian hanya “sebuah kata janji” sebagiannya
lagi adalah “sebuah janji’.
Terkadang saya
takut menaruh sebuah janji kepada orang orang baik. Kenapa? takut menyakitinya,
menyakiti janji yang ia letakkan di hati saya. Orang orang baik itu, tidak akan
di kekecawakan oleh sebuah janji bukan? Jadi, saya tidak akan menghancurkan
janjinya. Bukankah seharusnya janji seperti itu?
Tetapi,
kenapa lagi dan lagi ‘sebuah janji’ membuat saya sulit untuk bernafas? Apakah ini
karena Tuhan memberikan udara tanpa cuma-cuma agar bisa dibalas dengan membuat
sebuah kebaikan? Tentu saja.
Janji…
Saya pernah
terluka karenanya. Tetapi, terluka bukan akhir dari sebuah janji bukan?
Haruskah saya
memulai kembali? Atau menunggu janji itu kembali?
No comments:
Post a Comment