Monday, September 1, 2014

Sepasang Sepatu

Jika menghitung jumlah hari yang telah kau habiskan dalam hidup ini, mungkin bisa hanya dengan mengalikan setiap kelipatan minggu, bulan, ataupun tahun. Tetapi, bisakah menghitung jumlah hari yang telah kau habiskan bersama orang yang kau sayangi?

Teringat akan masa lalu yang kita lewati
Terasa indah sejuk merasa di dalam sanubari
Walau duka sempat singgah
Hadapi bersama
Bahagia selalu dihatiku
Kini hilanglah sudah kisah tinggallah kenangan
Saat dia datang menghampirimu dengan
segala janji
Berikan sudah semua
Atas nama cintanya hapuskan cerita kita
Ingatkah kamu saat kita bersedih
Ingatkah kamu saat kita bahagia
Ingatkah kamu janji bersatu
Demi kasih sayang kita berdua
Menempuh hari esok berdua
Asap – Ingatkah Kamu

Ini salah satu koleksi lagu favorite saya. Hanya dengan mendengarkan nada nada manisnya, hati saya selalu luluh. Rasanya lagu ini bukan hanya sekedar memiliki sebuah makna yang dalam, tapi juga mengajari saya bagaimana ‘mengenang’ dan ‘belajar’ tentang sebuah waktu; bahagia pun sedih.

 Kalau kemarin, saya bisa tertawa pulas dan bergerak bahagia sesuka hatinya di awal Agustus ini, namun pada akhir Agustus saya harus mulai menghargainya. Menghargai apa? Menghargai setiap canda juga tawa yang pernah saya lakukan bersamamu. Bukan selama ini saya tidak menghargai apaun, hanya saja mungkin kemarin-kemarin saya terlalu bahagia, terlalu tidak ingin mengambil pusing tentang seberapa banyak waktu yang berlalu, tidak ingin mengambil pusing seberapa banyak waktu yang tersisa, hingga pada akhirnya, saya juga kamu, kita sama-sama sadar bahwa waktu mulai merenggut kembali kebersamaan kita. Benarkah demikian?

Hari ini saya kembali menangis. Bukan karena langit tidak berbintang, pun pohon-pohon yang rindang mulai berguguran. Tetapi, karena waktu mulai berubah, perlahan mulai meninggalkan sisi manis yang dulu begitu saya pujakan  begitu saya elokkan. Karena waktu, saya harus kembali belajar ‘mengikhlaskan sebuah kepergian’ dan bukanlah hal yang mudah.

Hai penghujung Agustus. Bisakah kau merasakan setiap helaan nafas berat yang saya lalui akhir-akhir ini? Merasakan bagaimana perihnya hati ketika menyadari bahwa Agustus harus berakhir?!

Yang ku mau ada dirimu
Tapi tak begini keadaannya
Yang ku mau
Selalu denganmu
Jika Tuhan mau begini
Rubahlah semua jadi yang ku mau
Karena ku ingin semua berjalan seperti yang ku mau
Krisdayanti – Yang Ku Mau

Ini masih koleksi lagu favorite saya, dan lagi-lagi saya harus ‘mewek’ dengan lagu ini. Rasanya, saya ingin benar-benar mengulang awal Agustus lalu, ketika setiap tawa mengalir tanpa batas, tanpa ada hilir maupun hulu, hanya mengalir. Namun ternyata saya keliru, setiap awal selalu punya akhir. Kemarin-kemarin adalah awal Agusus yang indah, dan ini (masih) akhir Agustus yang indah juga –semoga. Bisakah semuanya seperti yang ku mau?

“Kita seperti sepasang sepatu ya.”
Tiba-tiba kalimat itu terlintas begitu saja dalam benakku. Sepasang sepatu. Seperti apa rasanya menjadi sepasang sepatu?
Ya, kita seperti sepasang sepatu. Selalu berdekatan ketika sedang menjejerkan kaki. Lihatlah sepasang sepatu yang tengah berada pada posisi diam ketika seseorang menggunakannya. Terlihat berdekatan bukan? Mungkin seperti itulah kita saat ini. Seperti sepasang sepatu. Namun pada sisi lain, sepasang sepatu yang tengah berjalan terlihat tak pernah berdekatan –seperti tidak bisa bersatu– namun selalu berdampingan. Dan seperti itulah kita. Karena mereka sepasang, mereka harus selalu bersama, meski terkadang jarak bisa memisahkan tetapi mereka selalu berdampingan, beriringan, tak pernah berjalan sendiri-sendiri.

Sekarang kau mengerti? Sepasang sepatu akan selalu menjadi sepasang sepatu. Tidak ada sepatu kiri yang ini akan berdampingan dengan sepatu kanan yang itu, pun sebaliknya. Sepatu kiri yang ini harus selalu berdampingan dengan sepatu kanan yang ini. Seperti itulah yang dikatakan “sepasang sepatu”.

Ah, saya kembali berfilosofi setelah sekian lama berhenti melakukan aktifitas menulis. Banyak alasan, salah satunya karena saya memiliki kegiatan lain –sehingga untuk menulis saja tidak punya waktu– dan menjadi sibuk, selain itu berbicara tentang niat, saya selalu melakukannya, berniat untuk mulai menulis kembali, namun selalu gagal setelah dirayu oleh beberapa movie yang membuat niat saya tidak pernah terlaksanakan. Dan pada akhirnya hari ini niat saya telah kelar terlaksanakan. Bangga? Bukan, tidak. Saya hanya sedikit menyesal, melalui banyak hal tanpa menulis (saya akui, saya sedang sibuk dan menyibukkan diri). Setidaknya, akhir agustus ini saya berharap semuanya akan tetap menjadi seperti yang ku mau.

Seperti yang ku mau yang seperti apa? Cukup hanya dengan 2 kata, “sepasang sepatu”. Saya, kamu, kita semua pasti mengerti.
“Jika suatu hari nanti sepatu kiri ataupun kanan hilang karena keteledoran atau dicuri, apa yang bisa dilakukan? Hanya satu jawaban. Sepatu kiri ataupun kanan lainnya harus mencari dan menemukan pasangannya. Kenapa? Karena sepasang sepatu selalu terlihat cocok bila berdampingan dengan pasangannya. Tanpa pasanganya, sepatu tersebut tidak akan bisa hidup dengan layak. Benarkan demikian?!”

NB : Tulisan ini seharusnya saya tulis di penghujung Agustus. Semoga September ini tidak akan berawal sedih pun berakhir tragis. Semoga.

No comments:

Post a Comment