Perasaan itu halus, semakin halus semakin tak terasa. Perasaan
itu transparan, semakin transparan semakin tampak.
Beberapa hari yang lalu, aku baru saja mengikuti sebuah
acara perpisahan di sekolahku. ya sebuah acara perpisahan yang selalu dan
selalu identik dengan kesedihan. Namanya juga perpisahan. Tapi bagiku mungkin
acara perpisahan yang aku ikuti itu tidak terlalu mengesankan bagiku. Ya maksud
ku, intinya karena aku sedang tidak berperan di dalamnya.
Tapi satu hal yang membuat aku merasa seperti tersentuh.
Apa itu istilahnya, aku seperti merasa menjadi bagiannya. Aku dapat merasakan
bagian perpisahan itu. Ketika setiap kata kata yang terucap oleh mereka dan
terdengar oleh ku, tepatnya ku dengar, itu seperti menunjukkan aku, aku suatu
ketika nanti.
Perpisahan, bukan akhir segalanya. Kita masih bisa
berjumpa suatu saat ini. Meski waktu dan jarak memisahkan, itu bukanlah suatu
penghalang untuk kita. Hanya mautlah yang dapt memisahkan kita.
Aku ingin meneteskan air mata saat itu juga. Ingin. Tapi,
aku juga tidak ingin. Ini terlalu cepat bagiku. Terlalu cepat. Aku belum
sanggup menghadapi ini.
Beberapa waktu yang lalu, tidak lama dari hari
perpisahan ini. Aku sudah cukup menangis. Ini terlalu sakit. Ini tak pernah ku
duga. Aku, aku bisa apa?
Pantaskah?
Apa semua perpisahan harus dengan kesedihan?
Apa semua akhir cerita harus ada perpisahan?
Di setiap pertemuan pasti ada perpisahan.
Apa harus semua pertemuan di akhiri dengan perpisahan?
Bisakah ketika bertemu tak pernah merasakan perpisahan?
Haruskah perpisahan itu ada?
Mampukah, aku, kamu, kita, dan semuanya merasakan
perpisahan?
Perpisahan? Kenapa harus ada?
Pertemuan begitu indah, kenapa perpisahan begitu
menyakitkan?
Apa aku harus mempersiapkan diri untuk menghadapinya? Atau
hanya menjalaninya seperti biasa hingga tiba waktu itu?
No comments:
Post a Comment