Tuesday, June 6, 2017

Ketika Senja Jatuh Cinta (2)

Sebuah tangan menyentuh lembut pundakku, samar. Aku pun terbangun dan menatap sekeliling. Semakin gelap. Kabut putih memenuhi beberapa ruang kosong di antara pepohonan. Aku menatap kearah salah satu pohon yang berlumut. Pancaran matahari sudah memudar, namun pohon yang berlumut tersebut seperti memiliki pancaran cahayanya sendiri. Aku tidak tau apa, tetapi itu menyita perhatianku. Aku menghampiri pohon tersebut. Ku sentuh lembut lumut-lumut itu. Beberapa detik kemudian sinarnya semakin terang sehingga membuatku terkejut dan tersontak kebelakang. Sinarnya kerlap kerlip seperti bintang. Ku pikir, itu memang bintang. Sesuatu yang sering ku pandangi setiap malam bersama Ibu.
“Bu, Senja rindu Ibu.” setetes air mata jatuh dari pelupuk mataku. Aku mundur beberapa langkah hingga menyentuh batang pohon.
“Jangan bersedih” bisiknya tepat ditelinga ku. Aku tersontak dan segera mundur ke sisi lainnya. Pohon tersebut bergoyang riuh seakan mengatakan bahwa suara tersebut bukan berasal darinya, atau justru ia sedang mengatakan bahwa ialah yang berbicara. Ranting-ranting bergoyang seakan badai akan datang dan langit segera runtuh. Aku mencoba berlari, tetapi lumut-lumut yang bercahaya tersebut mulai pudar sehingga pandanganku terbatas. Aku lemas, ku jatuhkan tubuh disembarang tempat sambil bersandar dipohon terdekat. Aku terisak sambil memejamkan mata. Sentuhan lembut kembali menjalar bahu ku. Aku membuka mata dan melihat sekeliling, gelap gulita. Ku beranikan diri menoleh ke samping, melihat sosok yang mengusap lembut bahuku. Tidak ada apa-apa disana.
Ku jatuhkan pandangan pada pohon lumut bercahaya yang tadi memudar. Sejenak aku seperti melihat langit bertaburi bintang dari kejauhan kemudian semakin mendekat, cahayanya semakin terang. Aku benar-benar melihat gugusan bintang yang begitu dekat.
Tanpa meminta persetujuan kepala ku, aku bangkit dan mendekat ke arah gugusan bintang. Hatiku berkata ‘gapai bintang itu’ dan sekejab jemariku sudah mencapai kerlap-kerlipnya. Tepat setelah ujung jariku menyentuh lumut cahaya seperti bintang itu, tiba-tiba saja ia bercahaya merkah dan begitu silau. Aku seperti seorang astronot yang hendak menabrak bintang. Entah pada detik keberapa, akhirnya aku benar-benar menabrak bintang. Cahayanya masuk tajam ke dalam mata, menembus kornea hingga retina mata. Aku tak sadarkan diri.

Be continue…

No comments:

Post a Comment