Sebuah
tangan menyentuh lembut pundakku, samar. Aku pun terbangun dan menatap
sekeliling. Semakin gelap. Kabut putih memenuhi beberapa ruang kosong di antara
pepohonan. Aku menatap kearah salah satu pohon yang berlumut. Pancaran matahari
sudah memudar, namun pohon yang berlumut tersebut seperti memiliki pancaran
cahayanya sendiri. Aku tidak tau apa, tetapi itu menyita perhatianku. Aku
menghampiri pohon tersebut. Ku sentuh lembut lumut-lumut itu. Beberapa detik
kemudian sinarnya semakin terang sehingga membuatku terkejut dan tersontak
kebelakang. Sinarnya kerlap kerlip seperti bintang. Ku pikir, itu memang
bintang. Sesuatu yang sering ku pandangi setiap malam bersama Ibu.
“Bu,
Senja rindu Ibu.” setetes air mata jatuh dari pelupuk mataku. Aku mundur
beberapa langkah hingga menyentuh batang pohon.
“Jangan
bersedih” bisiknya tepat ditelinga ku. Aku tersontak dan segera mundur ke sisi
lainnya. Pohon tersebut bergoyang riuh seakan mengatakan bahwa suara tersebut
bukan berasal darinya, atau justru ia sedang mengatakan bahwa ialah yang
berbicara. Ranting-ranting bergoyang seakan badai akan datang dan langit segera
runtuh. Aku mencoba berlari, tetapi lumut-lumut yang bercahaya tersebut mulai
pudar sehingga pandanganku terbatas. Aku lemas, ku jatuhkan tubuh disembarang
tempat sambil bersandar dipohon terdekat. Aku terisak sambil memejamkan mata. Sentuhan
lembut kembali menjalar bahu ku. Aku membuka mata dan melihat sekeliling, gelap
gulita. Ku beranikan diri menoleh ke samping, melihat sosok yang mengusap
lembut bahuku. Tidak ada apa-apa disana.
Ku
jatuhkan pandangan pada pohon lumut bercahaya yang tadi memudar. Sejenak aku
seperti melihat langit bertaburi bintang dari kejauhan kemudian semakin
mendekat, cahayanya semakin terang. Aku benar-benar melihat gugusan bintang
yang begitu dekat.
Tanpa meminta
persetujuan kepala ku, aku bangkit dan mendekat ke arah gugusan bintang. Hatiku
berkata ‘gapai bintang itu’ dan
sekejab jemariku sudah mencapai kerlap-kerlipnya. Tepat setelah ujung jariku menyentuh
lumut cahaya seperti bintang itu, tiba-tiba saja ia bercahaya merkah dan begitu
silau. Aku seperti seorang astronot yang hendak menabrak bintang. Entah pada
detik keberapa, akhirnya aku benar-benar menabrak bintang. Cahayanya masuk
tajam ke dalam mata, menembus kornea hingga retina mata. Aku tak sadarkan diri.
Be continue…
No comments:
Post a Comment