“Definisi nyaman itu, seperti candu. Ketika kau
merasa nyaman, maka rasa ingin lagi pasti ada”.
Mataku terpejam lelah. Kepala berkecamuk menyuruh tidur, melepas lelah.
Semakin menolak, serangan kantuk semakin tajam. Tak peduli udara yang semakin
dingin, ku eratkan jaket yang sejak tadi menyelimuti tidur ku.
Ku sandarkan kepala ke pangkuan kursi. Keras, tidak nyaman, namun
serangan kantuk menyuruhku tetap terlelap. Hingga sesuatu yang berbeda terasa
abstrak dalam pikiranku. Sandaran kursi yang tadinya keras dan sama sekali
tidak empuk berubah lembut. Ternyata tangannya menahan kepalaku pada sisi
kursi, kemudian mengusapnya lembut. Pelan-pelan, mataku semakin terlelap.
Guncangan semi hebat membuatku terjaga sesaat. Ku tatap sekeliling,
gelap, masih malam. Deru mobil masih mengarungi jalanan berliku. Satu persatu
cahaya mobil dari arah berlawanan mendekat kemudian menghilang. Aku kembali
menyandarkan tubuh, kembali memejamkan mata. Perlahan tangan lembutnya kembali
mengusap ubun-ubun kepalaku, lembut. Aku semakin terlelap. Dalam kantuk yang
begitu hebat, aku merasakan tubuhku oleng ke sisinya, menyentuh bahunya. Tangannya mendekap lembut kepalaku. Rasa nyaman
bergulir tanpa henti. Aku hanya menurut padanya, pada rasa nyaman.
END
No comments:
Post a Comment