Friday, June 19, 2015

Dream A Dream


Apa yang terlintas dipikiran saya jika mendengar kata "dream"?
Imajinasi saya akan mulai traveling kemana-mana. Mulai memilah satu persatu bagian alam bawah sadar yang disebut 'mimpi' itu. Kenapa? Karena terkadang saya lupa mana bagian hidup yang nyata dan mana yang mimpi. Kasihan ya? Sampai lupa bagaimana membedakan keduanya. Meskipun terkadang salah satu dari dunia itu (mimpi) bisa berubah menjadi dunia lain (nyata). Tetapi inilah gadis yang tidak mempunyai mimpi sejuta dollar – Merry Riana, tetapi mimpi-mimpinya adalah sesuatu yang berharga baginya.

Beberapa pekan yang lalu saya mengikuti sebuah seminar bertemakan "semiloka pembangunan ekonomi berbasis industri inovatif dan kreatif".  Salah satu pembicara tersebut menampilkan sebuah slide yang tertera kalimat "mimpi yang gratis". It’s so beautiful words. Saya langsung jatuh cinta dengan kalimat itu.

Mimpi itu gratis. Jadi kenapa harus disia-siakan? Bukankah kita (khususnya saya) suka yang gratis-gratis. Seperti makanan gratis –bila ada yang mentraktir– apalagi jika es krim gratis buat saya. Oke, lewati saja kembali pada topik. Pertanyaannya adalah kenapa mimpi itu gratis? Atau, bagaimana bisa mimpi itu gratis? Bahkan di dunia ini segala sesuatu butuh uang untuk mendapatkannya dan orang terus berlomba-lomba untuk mendapatkan uang -mendapatkan sesuatu itu.

Bagaimana dengan mimpi. Apakah orang juga berlomba-lomba untuk bermimpi dan meraihnya? Saya pikir, ya. Karena begitupun dengan saya, saya salah satu dari mereka yang suka bermimpi. Mungkin bedanya saya terlalu cepat putus asa pada mimpi, sedangkan mereka tidak kenal putus asa pada sesuatu yang pernah digantungkannya 5 cm di depan kening kepalanya (inspirasi dari buku yang telah di filmkan '5 cm'). Kalau saya jadi pesimiser (gaya sekali) mungkin saya sudah putus asa sejak setahun dua tahun atau tiga tahun lalu. Banyak mimpi-mimpi yang masuk dalam tempat pembuangan sampah pada akhirnya. Tetapi akibat terlalu sering menjadi optimiser (tetap gaya sekali) dan berkali kali menyemangati mimpi orang lain –sedangkan mimpi saya sendiri amburaduk– saya kembali bangkit untuk meletakkan mimpi-mimpi itu 5 cm dihadapan kening saya. Ya, saya pernah bilang bahwa menyemangati orang lain itu mudah tetapi menyemangati diri sendiri begitu sulit.

This is called a dream free. Jangan pernah berhenti bermimpi selagi mimpi itu gratis. Ini seperti slogan tentang udara, oksigen. Oksigen yang selama ini kita hirup setiap saatnya adalah gratis dari Sang Maha Kuasa. Bayangkan jika oksigen itu harus dibayar seperti tabung oksigen di rumah sakit, yang harganya subhanallah untuk satu tabung. Apa yang akan terjadi pada pernafasan kita semua? Begitupun dengan mimpi. Mimpi-mimpi ini masih gratis, kenapa tidak dimanfaatkan sebaik mungkin? Itu adalah pertanyaan yang saya tanyakan pada diri sendiri setiap kali harus merasa putus asa pada sebuah mimpi.

So, dream a dream. Orang-orang sukses dimulai dari sebuah mimpi hingga sejuta mimpi. Di sanalah mereka mendapatkan mimpi, pada proses jatuh bangun yang bisa membuat orang gila, pada proses menyemangati mimpi-mimpi orang lain sehingga sebuah mimpi bukan lagi mimpi pada suatu titik nanti.  

Welcome to dreams.




#Fasting2

No comments:

Post a Comment