Mencintaimu ibarat nikotin, merasa
ketergantungan
Hey kamu. Saya sudah pernah bilang mengenai hal ini sebelumnya? Bahwa kamu seperti nikotin bagi saya, saya merasa kecanduan olehmu. Kamu boleh bebas mengatakan saya gila atau sedikit kurang waras karena mengibaratkanmu dengan salah satu barang tersebut. Tapi memang seperti itu adanya, saya harus bagaimana lagi?
Kamu benar-benar
seperti nikotin, atau saya boleh menyebut hal lain yang lebih sederhana,
seperti kafein mungkin? Ah tidak. Saya lebih suka menggunakan kata 'nikotin',
kamu suka? Kafein rasanya sudah mainstream,
jadi bagaimana, kamu setuju dengan 'nikotin'? Ya seharusnya saya tidak perlu
menanyakan perihal setuju atau tidaknya pada kamu. Saya yakin kamu telah lebih
dahulu menyetujuinya bukan?!
Rasanya memang
benar, kamu benar-benar seperti nikotin buat saya. Saya selalu dan selalu
menjadi ketergantungan padamu. Padahal sudah berulang kali saya mencoba lepas
dari ketergantungan padamu, tapi tetap saja. Melihat senyummu pagi kemarin, membuat
saya ingin melihat senyum itu lagi pagi ini dan pagi esok, juga pagi pagi
seterusnya. Senyummu membuat saya merasa menjadi orang beruntung karena telah
dianugerahi seseorang yang rela menghabiskan hari-harinya untuk tersenyum demi
membuat saya bahagia.
Jangankan melihat senyummu, memikirkan
mu saja sudah membuat saya kecanduan untuk lagi dan lagi memikirkanmu. Kepala
ini rasanya hampir dipenuhi dengan segala tentangmu. Sapaan pagi mu yang
menyejukkan setiap langkah saya, senyum hangat mu yang mampu membuat saya
mengawalai hari yang baru dengan senyuman, canda serta kejahilanmu yang
mewarnai elegi kehidupan saya, dan semuanya tentang mu yang berhasil membuat
saya jatuh cinta.
Saya tersipu malu
menulis tentang 'kamu'. Saat ini, detik-detik sebelum saya mulai mengetik
segala haru biru tentang mu, pipi saya sudah merona merah seperti tomat masak
yang direbus.
Lagi-lagi, kamu
berhasil saya membuat ketergantungan. Bagaimana jika saya sakau suatu saat
nanti karena mu? Bisakah kamu bertanggung jawab atas semua itu? Yah, dengan
sedikit kecewa saya harus mengatakan ini. Bahwa setiap penggunaan nikotin yang
menyebabkan ketergantungan akan menuai sebuh kesakauan bila nikotin tersebut
tidak terpenuhi bukan? Mungkin itu yang akan terjadi pada saya di hari berikutnya
ketika kamu tidak lagi mampu berada disisi saya seperti saat ini. Saya tau,
penyebabnya adalah karena waktu dan jarak, serta keadaan. Tapi, bisakah saya
minta satu hal? Tetap temani saya dimasa masa sakau saya ya?! Saya tidak peduli
jawabanmu 'ya' atau 'tidak'. Saya hanya ingin mendengar jawaban 'ya' darimu,
sulitkah bagimu melakukan itu? Maaf ya, saya harus seegois ini padamu. Tetapi,
kamu mengertikan?
Terimakasih ya,
kamu selalu mengerti saya. Saya yakin, jawaban 'ya' darimu bukan semata-mata
karena kamu takut saya akan menjauhimu atau meminta waktu untuk sendiri dulu
-seperti yang sebelumnya- karena bagaimanapun kamu selalu ingin membuat saya
bahagiakan, jadi kamu tau jawaban 'ya' akan membuat saya merasa tetap bahagia.
Lagi dan lagi,
kamu benar-benar seperti nikotin buat saya. Karena saya merasa nyaman dengan keberadaanmu di sisi
saya. Benar-benar nyaman seperti nyamannya para pecandu terhadap nikotin.
Ngomong-ngomong tentang nikotin
kembali, apakah kamu pernah berpikir bahwa saya seperti nikotin bagimu?
No comments:
Post a Comment