Welcome June
And
Welcome back
Berbicara Juni, saya ingin menulis tentang “Hujan Bulan Juni”, ya tentu
saja, Sapardi Djoko Damono. Malam kemarin Instagram Story saya penuh (eh tidak,
hanya 2 akun IG) yang mengucapkan turut beduka cita pada seorang seniman yang
tidak begitu terkenal dikalangan remana jaman now.
Ari Malibu
Anggap saja, saya remaja jaman now yang suatu hari tersesat di sebuah akun
youtube yang entah apa namanya, kemudian sebuah musik penuh hayat terputar dan
membisukan dunia saya untuk sesaat.
Sebuah lagu dalam bentuk musikalisasi puisi ber-genre indie,
menghipnotis telinga saya. Lagu tersebut berjudul “Hujan Bulan Juni”, sebuah
puisi karya Sapardi Djoko Damono yang kemudian di jadikan lagu oleh 2 seniman
yang cukup hebat; Ari Malibu dan Reda Gaudiamo – Ari Reda
Dari lagu tersebut saya beralih ke lagu dengan judul puisi yang cukup
booming di kalangan remaja jaman old dan jaman now, “Aku Ingin (Mencintaimu
dengan Sederhana)”, ciptakan Pak Sapardi Djoko juga.
And I love it.
Kata Pak Sapardi, puisi Hujan Bulan Juni ini menjadi salah satu puisi
tersingkat selama proses pembuatannya, dan justru puisi-puisi ciptaannya yang dibuat
dengan waktu singkat sekitar 15 menit justru menjadi puisi yang begitu banyak
diterima oleh masyarakat. I mean, people
love that poem. Begitupun dengan puisi “Aku Ingin.”
Saya sudah pernah bilang? Jika sedang mencintai sebuah atau beberapa
lagu, saya akan membuat playlist di
laptop kemudian mendengarkan semua isi lagu tersebut sambil mengerjakan
pekerjaan lain, baik itu dengan speaker maupun dengan headset putih favorit
saya. Nah, lagu musikalisasi puisi milik Sapardi yang dinyanyikan oleh Ari Reda
ini sempat menjadi list dalam lagu lagu favorit saya.
Saat itu, saya sedang cinta cintanya dengan Musik Indie, jadilah
lagu-lagu: Ari Reda, Banda Neira, Payung Teduh, Float, Amigdala, Figura Renata,
Dialog Dini Hari, sekaligus Fiersa Besari menjadi playlist yang selalu saya
incar setiap kali mendengarkan musik.
Dan saat ini, disinilah saya sedang menulis, ungkapan turut berduka
cita atas berpulangnya Ari Malibu yang kerap disapa Ari, seniman indie yang
cukup menginspirasi. Kalau kata pemusik indie lainnya, mereka, Ari Reda, adalah
seniornya musik indie di Indonesia, sejak tahun 1982. Mereka sudah lebih dahulu
ada sebelum Banda Neira, yang cukup terkenal.
Setelah searching sana sini,
ternyata Mas Ari (eh saya nulisnya Mas Ari ni, boleh ya) mengidap penyakit
kanker, dan setelah berjuang melawan penyakit tersebut tepat pada tanggal 14
Juni 2018 malam, ketika Takbir Lebaran Idul Fitri berkumandang memenuhkan isi
langit dan bumi, Mas Ari menghembuskan nafas terakhirnya.
Malam ini sambil menulis tulisan ini saya kembali memutar mutar lagu
Ari Reda, dan hati saya kembali berbunga mendengar lantunan suara merdu Reda
dan Ari serta petikan gitar Ari.
Seperti lagu Ari Reda yang berjudul “Senjapun jadi kecil, Kota pun jadi
putih”. Lagu tersebut seperti menyihir dan menampar kecemasan saya, kemudian saya
jatuh cinta pada lagu tersebut dan menjadikan latar video story instagram saya
pada suatu hari.
Dan di sinilah saya masih mengenang lagu lagu Ari Reda yang begitu
menyentuh kalbu. Karena itu alasan mengapa saya jatuh cinta pada musik indie.
Dan
Selamat hari lebaran.
Kata Mamak, kapan main kerumah?
Aaahhaakkkkk . . . . .
Iya, nanti aku ke rumah kamu.
Note:
2 akun IG yang mengucapkan turut berduka pada Mas Ari adalah Fiersa
Besari dan Rintik Sedu, my fav.
No comments:
Post a Comment