“Beberapa orang akan
bertahan, sebab mereka percaya pada harapan”
Kalau
kata orang, ‘kita tidak akan pernah tau sebuah akhir jika kita tidak pernah
memulai – tidak pernah melewati proses’.
Berbicara
proses, saya akan menulis bagian “Mine”
yang pernah saya janjikan dahulu.
Memasuki Tahun Kelima
Saya
ingin berhenti dari segala hal, berhenti bermimpi.
Saya
pernah bilang, saya tidak bisa dikecewakan. Karena ketika dikecewakan, saya
justru akan kecewa pada diri sendiri. Saya kecewa, karena ternyata saya terlalu
berharap, saya kecewa karena ternyata dari banyak orang yang lebih pantas
membuat saya kecewa kenapa harus dia yang membuat saya kecewa.
Kemudian
saya berhenti. Berhenti menjadi diri saya sendiri.
Saya
masih ingat, waktu itu sentuhan lembut di bahu saya seraya berkata “yang sabar
ya” justru membuat saya berlari dan menyendiri seorang diri. Tak saya hiraukan
panggilan teman-teman lainnya, yang saya butuhkan saat itu hanyalah
menyembunyikan semua luka sendiri. Saya masih memiliki hobi favorite, mengendarai motor melewati
jembatan A menuju jembatan B, kemudian kembali ke jembatan A sambil
menjernihkan pikiran. Atau sesekali saya akan menyapu sudut mata yang basah
dengan deru ombak dan hembusan angin yang bisa membuat saya lebih tenang. See, saya selalu punya cara membuat diri
menjadi lebih baik, seakan tidak terjadi apa-apa.
Awal
Tahun Kelima
Saya
tak lagi peduli pada apa yang membuat saya harus bersedih saat itu. Bagi saya,
mengingat luka justru membuat saya semakin sulit melangkah. Menjadi sedikit
lebih ego, itulah diri saya saat itu.
Melihat
satu persatu mimpi teman-teman mulai terjawab, bukan justru memotivasi saya
untuk menyamai kedudukan mereka. Saya justru asik bermain dengan ‘dunia lain’.
Saya mulai lebih rajin melakukan hunting
foto, beberapa kali mengikuti event
lomba foto dan beberapa diantaranya mendapat penghargaan. Saya juga lebih
sering membuka software mengedit video ketimbang software mengolah data. Sesekali
saya juga diajari menggunakan software untuk mendesain. Percayalah, saya benar-benar
tidak peduli pada itu semua saat itu.
Saya
rasa, itu salah satu bentuk pelampiasan saya pada sebuah kegagalan. Mengasah
hal-hal kreatif yang sejak dulu ingin saya tuangkan, tetapi tidak pernah ada
ruang.
“Ada dua keuntungan
dari kegagalan. Pertama jika kamu gagal, kamu belajar menemuan apa yang tidak
bekerja didalam dirimu. Kedua, kegagalan memberi peluang mencoba jalan lain” – Selebgram Movie
Tenang,
saya bukan tipikal orang yang berubah berantakan ketika menuai kegagalan. Saya
justru percaya pada “ketika mimpi-mimpimu hilang, jangan biarkan ia menguap,
tetapi gantilah ia dengan mimpi-mimpi yang baru”. Dan belajar menemukan apa
yang selama ini tidak bekerja didalam diri saya, itu yang ternyata sedang saya
lakukan tanpa saya sadari. Serta, memberi peluang mencoba jalan lain, itu pula
yang ternyata saya dapatkan tanpa saya rencakan.
Dan
disanalah saat itu saya duduk dengan seorang teman baik, sebut saja namanya A.
Percakapan kami pun dimulai.
“A, ikut ini yuk” saya menunjuk sebuah gambar brosur dari hp saya.
“Apa ini?”
Kamipun
berdiskusi.
“Kita punya satu kesamaan loh, sama sama tau
rasanya ditinggalin oleh sahabat kita.” Ucap saya waktu itu dengan nada minor dan
tatapan seakan menerawang masa lalu. A hanya tertawa.
“Beda. Kalau kamu ditinggalin tapi sudah pernah
memulainya bersama mereka. Aku ditinggalin, tapi belum pernah memulainya
sedikitpun.”
jawabnya. Saya diam sesaat, memikirkan jawabannya.
“Benar juga sih. Ah, intinya kita sama-sama
ditinggalin.”
Saya tidak mau kalah. “Jadi, kita ikut ini yuk,..” dan percakapan kami
pun berlanjut.
Tau
apa yang akan kami ikuti?
To be continued
No comments:
Post a Comment