Tuesday, July 19, 2016

Rindu, Tere Liye

Novel yang baik adalah novel yang mampu membuat para pembaca jatuh hati. Jatuh hati yang seperti apa?

Rindu, Tere Liye.
Ini memang bukan buku pertama karya Tere Liye yang saya baca. Pun, mengikuti semua buku-bukunya dari awal juga tidak. Ini juga bukan tentang seberapa besar  “Tere Liye’s Books Lover” yang akan saya ceritakan. Ini hanyalah segelas kecupan cinta saya pada “Rindu”nya Tere Liye yang membuat saya jatuh hati.

Saya tidak tau, Rindu merupakan novel keberapa yang sudah Tere Liye tulis. Yang saya tau, saya jatuh hati padanya, pada lembar-lembarnya yang menggugah inspirasi saya, pada tinta-tintanya yang menoreh senyum dan kesedihan saya, dan pada semua ide-ide brilliant Tere Liye yang begitu membangun untuk memulai kehidupan (baru) saya.

Novel ini bercerita tentang perjalanan jamaah haji Indonesia pada 1 desember tahun 1938. Tentang perjalanan dalam sebuah kapal yang bernama Blitar Holland. Karena settingan ceritanya berada pada tahun 1938, dimana Indonesia belum merdeka saat itu, seluru cerita membawa saya seperti pernah hidup pada masa penjajahan. Begitu kental dan harum akan perjuangan kemerdekaan, tentara belanda, ulama besar, dan lain-lain. Ada juga tentang toleransi beragama, dimana kapten kapal beserta kelasinya merayakan natal padahal kapal Blitar Holland sedang membawa jamaah haji.

Selain itu, novel ini menyajikan kisah tentang pertanyaan hidup seputar masa lalu, kebencian, cinta dan lain-lain.  Apa yang kita lihat, yang tampak oleh mata belum tentu begitu di hati. Itulah yang dialami oleh beberapa penumpang kapal Blitar Holland ini.

Daeng Andipati
Seorang pedagang di Kota Makassar yang kaya raya, pintar, baik hati, dan lulusan sekolah di Rotterdam Scholl of Commerce. Ia salah satu penumpang kapal Blitar Holland yang ikut membawa istrinya, dua orang anak wanita dan seorang pembantu. Bahasa Belandanya begitu bagus karena pernah sekolah di Belanda dan sering berkomunikasi dengan orang-orang Belanda selama berdagang.

Anna & Elsa
Mereka berdua adalah anak Daeng Andipati, anak-anak yang pintar dan menggemaskan. Elsa si sulung dan Anna si bungsu. Keduanya kerap bertengkar memperebutkan sesuatu, wajar saja usia mereka masih sangat belia, yang satu berumur 15 tahun, satunya lagi berumur 9 tahun. Namun lebih dari itu, sikap mereka berdua membuat para penumpang kapal Blitar Holland menyukai mereka. Keceriaan mereka selalu bisa menghidupkan suasa di kapal.

Gurutta
Namanya adalah Ahmad Karaeng, namun penduduk Makasar memanggilnya Gurutta. Ia salah seorang ulama masyhur di zaman itu. Kemanapun pergi, Gurutta selalu menggunakan serban putih yang terlihat begitu bersahaja. Di masa mudanya, ia belajar agama di Aceh, kemudian melanjutkannya hingga Yaman dan Damaskus. Setelah itu, Gurutta menjadi imam di masjid dan sering mengadakan pengajian serta ceramahan ditempatnya.

Ambo Uleng
Seorang pelaut. Umurnya 24 tahun, tetapi ia sudah menghabiskan hidupnya selama 25 tahun dilautan. Ayahnya juga seorang pelaut, tidak heran jika ibunya selama mengandungpun juga ikut berada dilautan. Ambo seorang pendiam. Bukan karena karakternya yang pendiam, namun karena suatu hal yang menyakut kehidupannya hingga membuat ia menjadi seperti itu. Pengalamannya sebagai seorang pelaut luar biasa, ia pernah menjadi juru kemudi utama dan juga menjadi kelasi.

Bonda Upe
Seorang guru mengaji disebuah pesantren di Kota Palu. Kulitnya putih, parasnya cantik. Bonda Upe mewarisi keturunan China dari orang tuanya. Oleh karena itu ia suka memakai pakaian tradisi China, Cheongsam, dengan warna warna cerah namun lebih tertutup dari pakaian cheongsam pada umumnya. Dalam perjalanan menuju Jeddah ini, Bonda Upe menawarkan diri menjadi guru mengaji anak-anak. Anna dan Elsa adalah favoritnya. 

Kapitein Phillips
Kapten yang begitu bertanggung jawab. Pengalaman serta usaha kerja kerasnyalah yang membuat ia bisa sehebat seperti saat ini. Meskipun ia orang Belanda yang non islam, kehormatannya terhadap Gurutta menjadi nomor satu. Ia juga yang merekrut Ambo menjadi kelasi di kapal, meskipun awalnya sempat ragu. Namun setelah melihat bakat serta usaha yang Ambo lakukan, ia tidak pernah menyesal sama sekali telah menerima Ambo bekerja sebagai kelasi di kapalnya. 

Ruben
Seroang kelasi yang tinggal satu kabin dengan Ambo Uleng. Baik dan selalu perhatian pada Ambo. Meskipun Ambo sering tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan Ruben, ia tetap setia menunggu, mengawani dan menjenguk Ambo ketika sakit dan harus dirawat.

Chef Lars
Chef andalan di kapal Blitar Holland. Ia memiliki watak yang keras dan mulut yang sedikit kasar. Hampir semua kata-kata yang dikeluarkannya ketika sedang marah begitu mengerikan. Walaupun begitu Chef Lars tetap memiliki hati yang baik. Ia senang mengobrol dengan Gurutta yang selalu datang ke kantin setelah jam makan berlalu.

Sergeant Lucas
Salah satu yang berkuasa di kapal Blitar Holland. Ia paling anti dengan kemerdekaan. Hobinya selama berada di kapal yang membawa jamaah haji adalah mencari-cari kesalahan Gurutta agar dapat menghukumnya. Menurut Lucas, orang yang begitu ambisius ini, Gurutta akan menghasut para penumpang kapal menyebarkan paham berbahayanya untuk melakukan perlawanan.

Mbah Kakung & Mbah Putri Slamet
Sepasang pasutri sepuh dari Semarang. Mereka memiliki kisah cinta yang paling romantis di kapal Blitar Holland. Cita-cita mereka sejak menikah adalah menunaikan rukun islam ke-5, Haji. Diusia yang terbilang cukup tua inilah 
uang mereka baru terkumpul untuk dapat melakukan perjalanan haji. Namun, dalam perjalanan Mbah Putri sudah terlebih dahulu dipanggil Tuhan sehingga Mbah Kakung hanya bisa memanggil-manggil nama istrinya dihadapan Ka’bah. Dalam perjalan pulang haji, akhirnya Mbah Kakung pun menyusul istrinya.

Itu baru beberapa tokoh saja yang ada dalam “Rindu”nya Tere liye. Setelah selesai membaca novel tersebut, saya masih belum bisa move on. Jadi inilah yang akan saya kerjakan untuk beberapa postingan ke depannya.

Menulis quotes Rindu, Tere Liye. Tentu saja bagian-bagian yang saya anggap terlalu membuat saya jatuh hati.

Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?
Apalah arti cinta, ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.

Ini adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada seseorang yang seharusnya disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang kerinduan.


Rindu, Tere Liye

Semoga setelah jatuh hati pada “Rindu”nya Tere Liye ini, saya bisa memulai hidup baru yang lebih berarti.

Semoga kita semua begitu, kamupun.

No comments:

Post a Comment