Novel yang baik adalah novel yang mampu membuat para pembaca jatuh
hati. Jatuh hati yang seperti apa?
Rindu,
Tere Liye.
Ini
memang bukan buku pertama karya Tere Liye yang saya baca. Pun, mengikuti semua
buku-bukunya dari awal juga tidak. Ini juga bukan tentang seberapa besar
“Tere Liye’s Books Lover” yang akan saya ceritakan. Ini hanyalah segelas
kecupan cinta saya pada “Rindu”nya Tere Liye yang membuat saya jatuh hati.
Saya
tidak tau, Rindu merupakan novel keberapa yang sudah Tere Liye tulis. Yang saya
tau, saya jatuh hati padanya, pada lembar-lembarnya yang menggugah inspirasi
saya, pada tinta-tintanya yang menoreh senyum dan kesedihan saya, dan pada
semua ide-ide brilliant Tere Liye yang begitu membangun untuk
memulai kehidupan (baru) saya.
Novel
ini bercerita tentang perjalanan jamaah haji Indonesia pada 1 desember tahun
1938. Tentang perjalanan dalam sebuah kapal yang bernama Blitar Holland. Karena settingan ceritanya berada pada tahun 1938,
dimana Indonesia belum merdeka saat itu, seluru cerita membawa saya seperti
pernah hidup pada masa penjajahan. Begitu kental dan harum akan perjuangan
kemerdekaan, tentara belanda, ulama besar, dan lain-lain. Ada juga tentang
toleransi beragama, dimana kapten kapal beserta kelasinya merayakan natal
padahal kapal Blitar Holland sedang membawa jamaah haji.
Selain
itu, novel ini menyajikan kisah tentang pertanyaan hidup seputar masa lalu,
kebencian, cinta dan lain-lain. Apa yang kita lihat, yang tampak oleh
mata belum tentu begitu di hati. Itulah yang dialami oleh beberapa penumpang
kapal Blitar Holland ini.
Daeng
Andipati
Seorang
pedagang di Kota Makassar yang kaya raya, pintar, baik hati, dan lulusan
sekolah di Rotterdam Scholl of
Commerce. Ia salah satu penumpang kapal Blitar Holland yang ikut membawa
istrinya, dua orang anak wanita dan seorang pembantu. Bahasa Belandanya begitu
bagus karena pernah sekolah di Belanda dan sering berkomunikasi dengan
orang-orang Belanda selama berdagang.
Anna
& Elsa
Mereka
berdua adalah anak Daeng Andipati, anak-anak yang pintar dan menggemaskan. Elsa
si sulung dan Anna si bungsu. Keduanya kerap bertengkar memperebutkan sesuatu,
wajar saja usia mereka masih sangat belia, yang satu berumur 15 tahun, satunya
lagi berumur 9 tahun. Namun lebih dari itu, sikap mereka berdua membuat para
penumpang kapal Blitar Holland menyukai mereka. Keceriaan mereka selalu bisa
menghidupkan suasa di kapal.
Gurutta
Namanya
adalah Ahmad Karaeng, namun penduduk Makasar memanggilnya Gurutta. Ia salah
seorang ulama masyhur di zaman itu. Kemanapun pergi, Gurutta selalu menggunakan
serban putih yang terlihat begitu bersahaja. Di masa mudanya, ia belajar agama
di Aceh, kemudian melanjutkannya hingga Yaman dan Damaskus. Setelah itu,
Gurutta menjadi imam di masjid dan sering mengadakan pengajian serta ceramahan
ditempatnya.
Ambo
Uleng
Seorang
pelaut. Umurnya 24 tahun, tetapi ia sudah menghabiskan hidupnya selama 25 tahun
dilautan. Ayahnya juga seorang pelaut, tidak heran jika ibunya selama
mengandungpun juga ikut berada dilautan. Ambo seorang pendiam. Bukan karena
karakternya yang pendiam, namun karena suatu hal yang menyakut kehidupannya
hingga membuat ia menjadi seperti itu. Pengalamannya sebagai seorang pelaut
luar biasa, ia pernah menjadi juru kemudi utama dan juga menjadi kelasi.
Bonda
Upe
Seorang
guru mengaji disebuah pesantren di Kota Palu. Kulitnya putih, parasnya cantik.
Bonda Upe mewarisi keturunan China dari orang tuanya. Oleh karena itu ia suka
memakai pakaian tradisi China, Cheongsam,
dengan warna warna cerah namun lebih tertutup dari pakaian cheongsam pada umumnya. Dalam perjalanan menuju
Jeddah ini, Bonda Upe menawarkan diri menjadi guru mengaji anak-anak. Anna dan
Elsa adalah favoritnya.
Kapitein
Phillips
Kapten
yang begitu bertanggung jawab. Pengalaman serta usaha kerja kerasnyalah yang
membuat ia bisa sehebat seperti saat ini. Meskipun ia orang Belanda yang non
islam, kehormatannya terhadap Gurutta menjadi nomor satu. Ia juga yang merekrut
Ambo menjadi kelasi di kapal, meskipun awalnya sempat ragu. Namun setelah
melihat bakat serta usaha yang Ambo lakukan, ia tidak pernah menyesal sama
sekali telah menerima Ambo bekerja sebagai kelasi di kapalnya.
Ruben
Seroang
kelasi yang tinggal satu kabin dengan Ambo Uleng. Baik dan selalu perhatian
pada Ambo. Meskipun Ambo sering tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan Ruben, ia
tetap setia menunggu, mengawani dan menjenguk Ambo ketika sakit dan harus
dirawat.
Chef
Lars
Chef
andalan di kapal Blitar Holland. Ia memiliki watak yang keras dan mulut yang
sedikit kasar. Hampir semua kata-kata yang dikeluarkannya ketika sedang marah
begitu mengerikan. Walaupun begitu Chef Lars tetap memiliki hati yang baik. Ia
senang mengobrol dengan Gurutta yang selalu datang ke kantin setelah jam makan
berlalu.
Sergeant
Lucas
Salah
satu yang berkuasa di kapal Blitar Holland. Ia paling anti dengan kemerdekaan.
Hobinya selama berada di kapal yang membawa jamaah haji adalah mencari-cari
kesalahan Gurutta agar dapat menghukumnya. Menurut Lucas, orang yang begitu
ambisius ini, Gurutta akan menghasut para penumpang kapal menyebarkan paham
berbahayanya untuk melakukan perlawanan.
Mbah
Kakung & Mbah Putri Slamet
Sepasang
pasutri sepuh dari Semarang. Mereka memiliki kisah cinta yang paling romantis
di kapal Blitar Holland. Cita-cita mereka sejak menikah adalah menunaikan rukun
islam ke-5, Haji. Diusia yang terbilang cukup tua inilah
uang
mereka baru terkumpul untuk dapat melakukan perjalanan haji. Namun, dalam
perjalanan Mbah Putri sudah terlebih dahulu dipanggil Tuhan sehingga Mbah
Kakung hanya bisa memanggil-manggil nama istrinya dihadapan Ka’bah. Dalam
perjalan pulang haji, akhirnya Mbah Kakung pun menyusul istrinya.
Itu
baru beberapa tokoh saja yang ada dalam “Rindu”nya Tere liye. Setelah selesai
membaca novel tersebut, saya masih belum bisa move
on. Jadi inilah yang akan saya kerjakan untuk beberapa postingan ke
depannya.
Menulis quotes Rindu, Tere Liye. Tentu saja
bagian-bagian yang saya anggap terlalu membuat saya jatuh hati.
Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak
saat kehilangan dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?
Apalah arti cinta, ketika kami menangis terluka atas perasaan yang
seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang
seharusnya suci dan tidak menuntut apapun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan
tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan
melupakan jaraknya setipis benang saja.
Ini adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang
kebencian kepada seseorang yang seharusnya disayangi. Tentang kehilangan
kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang kemunafikan. Lima kisah dalam
sebuah perjalanan panjang kerinduan.
Rindu, Tere Liye
Semoga setelah jatuh hati pada “Rindu”nya Tere Liye ini, saya bisa
memulai hidup baru yang lebih berarti.
Semoga kita semua begitu, kamupun.
No comments:
Post a Comment