Air mata
ibarat bidadari, bisa menghibur meski tidak menyembuhkan luka
Kalau ada yang takut nangis, menurut saya itu bodoh. Maaf. Kenapa harus
takut menangis jika dengan menangis sedikit bebanmu bisa ikut menguap bersama
tetesan air mata itu? Takut di-cap ‘cengeng’ oleh teman-temanmu? Atau takut
di-cap ‘tidak gentleman’? Yang mana?
Menangis memang tidak menyembuhkan luka, tetapi apakah menangis
akan menambah luka mu? Tidak kan! Jadi ya kenapa harus takut menangis? Dia tidak
akan berubah menjadi sesosok makhluk jahat yang kemudian akan menyakitimu kan? Air
mata tersebut juga tidak akan berkumpul dan membentuk suatu butiran besar yang
bisa bergerak bebas kemudian menenggelamkanmu, ibaratnya seperti mobil-mobil
unik yang berubah menjadi robot besar yang bisa mengoperasikan beberapa
persenjataan dalam film “Transformers”.
Hey, menangis benar-benar tidak akan membuat mu ‘patah’ jadi
kenapa masih tetap takut? Menangis memiliki fungsi yang hampir sama dengan obat,
setidaknya akan sedikit meredakan sakit mu –meski tidak menyembuhkan luka. Jadi,
jangan salahkan saya, kamu, dia, mereka, siapapun yang menangis. Mereka bukan
cengeng, atau sebutan apapun yang saat ini sedang kau pikirkan. “Saya, kamu, dia,
mereka”, hanya ingin mengurangi sedikit
lukanya. Berhentilah menyebut ‘cengeng’ itu.
Kalau sudah berada pada posisi-posisi terendah dalam hidup ini, air
mata yang akan setia menemanimu –itu pun kalau kamu mau berteman dengannya. Berbicara
tentang air mata, sudah berapa liter air mata yang saya gunakan (read : tumpah begitu saja) selama hidup
ini ya? *berpikir
Kalau kamu bagaimana? Sudah berapa liter?
Suatu hari, saya pernah dihadapkan oleh berbagai macam kesedihan,
mulai dari A hingga L mungkin (saya hanya mengira-ngira saja), setelah hari
tersebut saya lewati, ya tentu saja dengan segala tumpahan air mata (read : bukan cengeng) dan entah sudah
berapa banyak air mata yang ter-keluarkan begitu saja. Ah, andai saya dapat
menampungnya (._.’). Kemudian saya berpikir, bahwa benar air mata akan setia
menemani. Bukan karena ia memiliki alasan yang sama, bahwa ia berharap, kamu –si
pemilik air mata– akan setia menemaninya pula ketika ia bersedih. Kesetian air
mata itu seperti kesetiaanya cangkang telur yang melindungi calon generasi di
dalamnya. Air mata, akan terus berada di posisinya, menanti kehadiranmu membagi
sakit serta luka bersamanya. Ia akan siap kapanpun kamu membutuhkannya, lahir
batin. Jadi, air mata itu setiakan?!
Saya juga berpikir, kalau setiap harinya air mata itu terbatas,
apa yang akan terjadi? Seperti pada ‘suatu hari’ yang terjadi pada saya. Ketika
air mata yang saya miliki pada hari itu terbatas, namun saya masih ingin
menangis, bagaimana? Apakah ia akan tetap keluar, bukankah ia terbatas? Atau jika
dalam hidup ini, air mata yang saya miliki terbatas hanya sebanyak 2 liter. Kemudian
pada usia 20 saya sudah menghabiskan semua air mata tersebut, dan ketika saya
ingin menangis pada usia 21 air mata tersebut sudah kering. Apa yang akan
terjadi? Haruskah saya menghemat menggunakan air mata dalam setiap kesedihan
saya? Bagaimana caranya?
Ternyata benar, air mata itu setia. Semoga kesetiaanya tidak
pernah terbatas.
“Welcome to my life, tears”
No comments:
Post a Comment